/0/8556/coverbig.jpg?v=15e671a4d5c43caf5092384003d40b60)
Hidup tentram dan damai adalah dambaan setiap orang, termasuk Daisy Deven Joyce, seorang gadis berusia 20 tahun. Dia dibesarkan oleh seorang mucikari sejak ibunya meninggal ketika dia berusia 10 tahun. Sekarang, Daisy menjadi gadis pemuas nafsu karena paksaan dari sang mucikari. Dia melakukan pekerjaan itu sampai akhirnya bertemu dengan seorang pria kaya yang sangat tampan bernama Alexander Maxwell. Siapa pun akan jatuh cinta pada pria termasuk dia, dan ternyata pria itu memiliki perasaan yang sama dengannya. Alexander yang menunjukkan cinta padanya, membuat Daisy berharap untuk masa depan yang cerah. Namun siapa sangka, dia harus menelan kenyataan pahit ketika dia mengetahui bahwa Alexander yang dia cintai adalah milik orang lain. Fakta itu membuatnya mengingat masa lalu ibunya yang hanya tertipu sepenuhnya oleh cinta ayahnya. Mengetahui hal ini, Daisy memutuskan untuk pergi dan mengakhiri hubungannya dengan Alexander. Akan tetapi, melarikan diri dari Alexander tidak berarti akan bebas, karena dia malah ditangkap oleh pengawal mucikari dan kembali menjadi pelacur. Alexander, yang tergila-gila pada Daisy, merenggutnya dari mucikari dan mengurungnya di sebuah rumah mewah. Tetapi kelakuan pria itu sangat semena-mena, sehingga gadis itu merasa sakit dan tidak merasakan cinta lagi. Dia berusaha keras untuk melarikan diri sampai akhirnya berhasil. Alexander, yang tidak menerima kepergian Daisy, memerintahkan para preman untuk mencarinya. Pria itu melakukan segala yang dia bisa untuk mendapatkan gadis itu kembali karena dia merasa dia telah membayar harga yang sangat mahal dan pantas untuk memilikinya. Baginya, gadis itu adalah kesenangan yang telah dia beli yang seharusnya tidak pergi begitu saja. Akankah Daisy bisa terus lari dari kejaran Alexander? Akankah dia bisa menemukan kebahagiaan dan kebebasan, bahkan menemukan pria yang benar-benar menerimanya dengan tulus? Disinilah perjuangan Daisy akan tertulis sampai akhir....
Terdiam dengan tatapan kosong mengarah pada jendela sambil membuka sebagian gorden, itulah yang dilakukan oleh Daisy saat berada di dalam kamarnya yang bernuansa monokrom. Gadis cantik itu terlihat begitu murung, memakai gaun berwarna putih kecoklatan dengan pundak terbuka, lalu membiarkan rambutnya yang curly berwarna blonde tergerai begitu saja.
'Andai saat itu mama bisa pergi dari tuan Fernando, mungkin ibu masih hidup dan aku tidak pernah terlahir di dunia ini,' batinnya sedih, mengingat masa kecilnya bersama sang ibu yang telah meninggal, tepatnya saat dia berusia 10 tahun.
Flashback ...
Di dalam sebuah kamar yang bernuansa klasik yang didominasi oleh warna coklat tua, Daisy yang masih kecil, duduk di kursi dekat meja rias sambil menatap cermin, menatap pantulan dirinya dan ibunya yang sedang menghias rambutnya. Gadis kecil itu begitu cantik seperti princess memakai gaun berwarna putih keemasan dengan wajah yang dipoles menggunakan make up tipis, selalu memakai bando yang dibuat dari rangkaian bunga-bunga kecil.
"Ketika kamu bertemu dengannya, kamu harus bersikap sopan dan tunjukkan bahwa kamu adalah gadis yang baik dan patuh," ucap ibu Daisy yang bernama Deven.
"Apa dia akan membawa kita pergi dari sini?" tanya Daisy.
"Hmm... mungkin saja," jawab Deven dengan santai.
"Mungkin jika dia membawa kita pergi dari sini, ibu tidak perlu bekerja di cafe ... Aku juga tidak perlu menjadi pengamen jalanan," ucap Daisy.
Deven menghela napas, menatap Daisy dengan perasaan yang sangat sedih karena dia belum bisa memberikan kehidupan yang layak padanya. Wanita yang berusia sekitar 30 tahun itu, merasa telah gagal menjadi seorang ibu karena tidak bisa menjamin masa depan putrinya karena ayah dari putrinya memiliki istri dan anak di kota lain.
"Jika kamu tidak ingin jadi pengamen jalanan lagi, itu tidak masalah," ucapnya kemudian mencium kepala putrinya itu. "Biar ibu saja yang bekerja."
"Atau aku akan ikut ayah?"
"Jangan terlalu berharap," seru Deven dengan suaranya yang sangat lirih, seolah menunjukkan bahwa tidak ada harapan. Wanita itu berjalan menuju keluar kamar, membiarkan putrinya sendirian di sana.
Daisy menghela napas, terdiam dengan perasaan sedih karena ingin hidup yang lebih baik tapi ibunya tidak bisa menuruti keinginannya. Dia tidak bisa memaksa ibunya karena dia tahu bahwa ibunya cukup sulit untuk memenuhi kebutuhan mereka setiap hari.
Setelah hampir satu jam berada di kamar sambil memainkan bonekanya, Daisy keluar dari kamar dan melihat seorang pria yang sedang ngobrol dengan ibunya.
"Ayah," panggilnya.
Deven langsung beranjak dari kursi, menghampiri Daisy yang berdiri di dekat pintu kamar.
"Sayang, sebaiknya kamu masuk kamar lagi," serunya.
"Tapi aku ingin bersama ayah," sahut Daisy sambil melirik pria yang duduk di kursi yang menatapnya dengan tatapan datar.
"Kamu bisa bersamanya nanti, setelah kami selesai bicara," seru Deven dengan tatapan tidak nyaman.
Daisy mengabaikan perkataan ibunya. Dia langsung berjalan mendekati ayahnya yang bernama Fernando, yang langsung beranjak berdiri dan menatapnya dengan serius. Gadis itu terdiam dengan perasaan takut, karena tatapan ayahnya seolah menandakan bahwa dia memang tidak boleh mengganggu obrolan ayahnya dengan ibunya itu.
"Aku baca surat darimu setiap minggu," ucapnya lirih.
Fernando beralih melirik Deven yang langsung menundukkan kepalanya. 'Bahkan Aku tidak pernah mengirim surat selama ini,' batinnya.
"Ibu bilang, ayah punya rumah yang bagus di kota lain. Apa ayah akan mengajakku ke sana hari ini?" tanya Daisy dengan tatapan polosnya.
Fernando kembali melirik Deven.
"Jangan memarahinya," seru Deven takut.
Fernando kembali melirik Daisy, lalu meletakkan tangannya pada pundak kanannya. "Manis, sebaiknya kamu keluar. Tidak baik mendengar pembicaraan orang dewasa," serunya.
Dengan perasaan kecewa karena bukan jawaban yang dia dapatkan namun malah diusir, akhirnya Daisy keluar rumah.
Deven kembali mendekati Fernando yang melirik Daisy hingga tak terlihat karena sudah melintasi pintu utama rumah sederhana yang didominasi oleh warna coklat tua dan dengan perabot antik berbahan kayu.
"Jika kamu tidak bisa membawanya pergi dari sini untuk mendapatkan hidup yang lebih layak, lalu Apa tujuanmu ke sini?" tanya Deven, menatap Fernando yang tampak gagah memakai seragam berwarna biru gelap seperti tentara, karena ada beberapa title terpasang di bagian dada dan pundaknya.
Fernando memalingkan wajah sambil memasukkan kedua tangannya ke saku samping celananya. "Aku sama sekali tidak berniat untuk merubah nasib kalian. Jadi jangan berharap terlalu tinggi."
"Apa maksudmu?" tanya Deven dengan mengerutkan keningnya.
"Aku tidak akan melakukan apapun untuk kalian selain mengusir kalian dari kota ini karena aku tidak ingin gadis kecil sialan itu mengganggu kehidupanku bersama keluargaku yang akan pindah ke sini," jawab Fernando.
"Apa? Kamu dan keluargamu akan pindah ke kota ini, lalu kamu ingin aku dan Putri kita pergi dari kota ini? Apa kamu sedang tidak waras? Kenapa kamu berpikir begitu mudah, picik, apa kamu tidak memikirkan bagaimana nasib kami nanti?" Deven bertanya-tanya dengan perasaan kesal dan tatapan penuh kebencian pada Fernando yang tampak begitu angkuh.
Fernando langsung menatap Deven. "Kenapa aku harus memikirkan kalian? Bukankah sejak awal aku katakan bahwa hubungan kita tidak memiliki masa depan karena aku sudah punya istri dan juga anak? Di sini kamu yang bodoh karena kamu mempertahankan kehamilan mu hingga kamu melahirkan dia yang tidak pernah aku inginkan! Sekarang atau sampai kapanpun dia tidak akan pernah menjadi tanggung jawabku, Kenapa tidak pernah menginginkan dia. Dan masalah masa depannya itu bukan urusanku!"
Plakkk ....
Deven langsung menampar wajah Fernando dan menatapnya dengan penuh amarah dan nafas yang memburu karena emosi.
"Kamu rayu aku, kamu memberikan aku janji-janji manis lalu kamu mencampakkan aku saat aku hamil ... Lalu sekarang kamu ingin aku pergi dari sini supaya kamu hidup nyaman bersama keluargamu di sini ..." Deven mendorong Fernando dengan kesal. "Kamu egois, kamu penipu ... Kamu sudah menghancurkan hidupku!"
"Itu karena kamu bodoh!" seru Fernando, mendorong Deven hingga jatuh tersungkur di lantai dekat meja. "Aku sudah menegaskan bahwa kita tidak akan punya masadepan. Aku tidak akan pernah mengakui kamu sebagai cintaku, aku tidak akan pernah mengakui gadis kecil sialn itu sebagai putriku karena itu bisa menghancurkan hidupku!"
Deven menangis tersedu-sedu, tak kuasa menahan rasa sedih dan sakit hatinya karena perlakuan Fernando. "Kamu takut itu hidupmu hancur karena aku, tapi kamu sudah menghancurkan aku lebih dulu! Di mana belas kasihmu, Fernando? Kenapa kamu begitu tega pada kamu?"
Fernando memalingkan wajahnya. "Karena aku tidak pernah bersungguh-sungguh mencintaimu. Kamu hanya selingkuhan ku, dan sekarang itu sudah berakhir. Kamu dan gadis kecil sialan itu harus segera meninggalkan kota ini karena kau tidak ingin dia mengacaukan hidupku."
"Tapi, Fernando...."
"Aku akan memberi uang lumayan banyak supaya kalian bisa meninggalkan kota ini dan menemukan tempat baru. Setelah itu jangan pernah mencari aku atau mengingat aku ... Anggap saja kita tidak pernah bersama dan tidak ada anak diantara kita," ucap Fernando sebelum Deven menyelesaikan kalimatnya.
"Aku tidak mungkin melakukan itu ... Itu terlalu sulit. Menemukan tempat baru itu berarti harus menemukan pekerjaan baru," sahut Deven dalam tangis.
"Itu bukan urusanku karena yang terpenting kamu harus meninggalkan kota ini!" seru Fernando dengan tegas kemudian menunjuk ke arah Deven. "Jika kamu menolak itu tidak masalah. Tapi mungkin besok kamu akan melihat gadis sialan itu tidak bernafas lagi!"
Seketika mata Deven terbelalak, kemudian beranjak berdiri.
"Apa kamu akan membunuhnya?" tanyanya.
Fernando kembali memalingkan wajahnya, kemudian menghela nafas panjang. "Aku tidak punya pilihan lain."
Deven semakin merasa hancur dan kecewa, langsung mendorong Fernando ke arah dinding dan memukulinya dengan tangan kosong.
"Kamu jahat, Kamu adalah ayah yang jahat!"
Deven terus memukuli Fernando dengan tangannya sambil terus menangis. Fernando pun tidak tinggal diam, mencoba menghindari pukulan Deven hingga mendorongnya dan menamparnya berkali-kali sambil memakinya dengan suara yang keras.
Daisy yang berada di teras, tidak bisa memungkiri bahwa dia mendengar pertengkaran di dalam rumah. Dia menangis karena mendengar suara ibunya yang sedang menangis bahkan berteriak, suara pukulan-pukulan juga dia dengar. Itu membuatnya merasa ingin masuk dan menolong ibunya tapi dia sangat takut.
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
21+ !!! Harap bijak memilih bacaan HANYA UNTUK DEWASA. Untuk menguji kesetiaan pasangan masing-masing akhirnya Arga dan rekan-rekan sekantornya menyetujui tantangan gila Dako yang mengusulkan untuk membolehkan saling merayu dan menggoda pasangan rekan yang lain selama liburan di pulau nanti. Tanpa amarah dan tanpa cemburu. Semua sah di lakukan selama masih berada di pulau dan tantangan akan berakhir ketika mereka meninggalkan pulau. Dan itu lah awal dari semua permainan gila yang menantang ini di mulai...
Novel Ena-Ena 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti CEO, Janda, Duda, Mertua, Menantu, Satpam, Tentara, Dokter, Pengusaha dan lain-lain. Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
"Usir wanita ini keluar!" "Lempar wanita ini ke laut!" Saat dia tidak mengetahui identitas Dewi Nayaka yang sebenarnya, Kusuma Hadi mengabaikan wanita tersebut. Sekretaris Kusuma mengingatkan"Tuan Hadi, wanita itu adalah istri Anda,". Mendengar hal itu, Kusuma memberinya tatapan dingin dan mengeluh, "Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?" Sejak saat itu, Kusuma sangat memanjakannya. Semua orang tidak menyangka bahwa mereka akan bercerai.
Kedua orang yang memegangi ku tak mau tinggal diam saja. Mereka ingin ikut pula mencicipi kemolekan dan kehangatan tubuhku. Pak Karmin berpindah posisi, tadinya hendak menjamah leher namun ia sedikit turun ke bawah menuju bagian dadaku. Pak Darmaji sambil memegangi kedua tanganku. Mendekatkan wajahnya tepat di depan hidungku. Tanpa rasa jijik mencium bibir yang telah basah oleh liur temannya. Melakukan aksi yang hampir sama di lakukan oleh pak Karmin yaitu melumat bibir, namun ia tak sekedar menciumi saja. Mulutnya memaksaku untuk menjulurkan lidah, lalu ia memagut dan menghisapnya kuat-kuat. "Hhss aahh." Hisapannya begitu kuat, membuat lidah ku kelu. Wajahnya semakin terbenam menciumi leher jenjangku. Beberapa kecupan dan sesekali menghisap sampai menggigit kecil permukaan leher. Hingga berbekas meninggalkan beberapa tanda merah di leher. Tanganku telentang di atas kepala memamerkan bagian ketiak putih mulus tanpa sehelai bulu. Aku sering merawat dan mencukur habis bulu ketiak ku seminggu sekali. Ia menempelkan bibirnya di permukaan ketiak, mencium aroma wangi tubuhku yang berasal dari sana. Bulu kudukku sampai berdiri menerima perlakuannya. Lidahnya sudah menjulur di bagian paling putih dan terdapat garis-garis di permukaan ketiak. Lidah itu terasa sangat licin dan hangat. Tanpa ragu ia menjilatinya bergantian di kiri dan kanan. Sesekali kembali menciumi leher, dan balik lagi ke bagian paling putih tersebut. Aku sangat tak tahan merasakan kegelian yang teramat sangat. Teriakan keras yang tadi selalu aku lakukan, kini berganti dengan erangan-erangan kecil yang membuat mereka semakin bergairah mengundang birahiku untuk cepat naik. Pak Karmin yang berpindah posisi, nampak asyik memijat dua gundukan di depannya. Dua gundukan indah itu masih terhalang oleh kaos yang aku kenakan. Tangannya perlahan menyusup ke balik kaos putih. Meraih dua buah bukit kembarnya yang terhimpit oleh bh sempit yang masih ku kenakan. .. Sementara itu pak Arga yang merupakan bos ku, sudah beres dengan kegiatan meeting nya. Ia nampak duduk termenung sembari memainkan bolpoin di tangannya. Pikirannya menerawang pada paras ku. Lebih tepatnya kemolekan dan kehangatan tubuhku. Belum pernah ia mendapati kenikmatan yang sesungguhnya dari istrinya sendiri. Kenikmatan itu justru datang dari orang yang tidak di duga-duga, namun sayangnya orang tersebut hanyalah seorang pembantu di rumahnya. Di pikirannya terlintas bagaimana ia bisa lebih leluasa untuk menggauli pembantunya. Tanpa ada rasa khawatir dan membuat curiga istrinya. "Ah bagaimana kalau aku ambil cuti, terus pergi ke suatu tempat dengan dirinya." Otaknya terus berputar mencari cara agar bisa membawaku pergi bersamanya. Hingga ia terpikirkan suatu cara sebagai solusi dari permasalahannya. "Ha ha, masuk akal juga. Dan pasti istriku takkan menyadarinya." Bergumam dalam hati sembari tersenyum jahat. ... Pak Karmin meremas buah kembar dari balik baju. "Ja.. jangan.. ja. Ngan pak.!" Ucapan terbata-bata keluar dari mulut, sembari merasakan geli di ketiakku. "Ha ha, tenang dek bapak gak bakalan ragu buat ngemut punyamu" tangan sembari memelintir dua ujung mungil di puncak keindahan atas dadaku. "Aaahh, " geli dan sakit yang terasa di ujung buah kembarku di pelintir lalu di tarik oleh jemarinya. Pak Karmin menyingkap baju yang ku kenakan dan melorotkan bh sedikit kebawah. Sayangnya ia tidak bisa melihat bentuk keindahan yang ada di genggaman. Kondisi disini masih gelap, hanya terdengar suara suara yang mereka bicarakan. Tangan kanan meremas dan memelintir bagian kanan, sedang tangan kiri asyik menekan kuat buah ranum dan kenyal lalu memainkan ujungnya dengan lidah lembut yang liar. Mulutnya silih berganti ke bagian kanan kiri memagut dan mengemut ujung kecil mungil berwarna merah muda jika di tempat yang terang. "Aahh aahh ahh," nafasku mulai tersengal memburu. Detak jantungku berdebar kencang. Kenikmatan menjalar ke seluruh tubuh, mendapatkan rangsangan yang mereka lakukan. Tapi itu belum cukup, Pak Doyo lebih beruntung daripada mereka. Ia memegangi kakiku, lidahnya sudah bergerak liar menjelajahi setiap inci paha mulus hingga ke ujung selangkangan putih. Beberapa kali ia mengecup bagian paha dalamku. Juga sesekali menghisapnya kadang menggigit. Lidahnya sangat bersemangat menelisik menjilati organ kewanitaanku yang masih tertutup celana pendek yang ia naikkan ke atas hingga selangkangan. Ujung lidahnya terasa licin dan basah begitu mengenai permukaan kulit dan bulu halusku, yang tumbuhnya masih jarang di atas bibir kewanitaan. Lidahnya tak terasa terganggu oleh bulu-bulu hitam halus yang sebagian mengintip dari celah cd yang ku kenakan. "Aahh,, eemmhh.. " aku sampai bergidik memejam keenakan merasakan sensasi sentuhan lidah di berbagai area sensitif. Terutama lidah pak Doyo yang mulai berani melorotkan celana pendek, beserta dalaman nya. Kini lidah itu menari-nari di ujung kacang kecil yang menguntit dari dalam. "Eemmhh,, aahh" aku meracau kecil. Tubuhku men
Gaza dan Clara terpaksa menikah karena suatu kejadian. Mereka menjalani rumah tangga dengan terpaksa, hingga keduanya menyadari jika mereka telah jatuh cinta sedari awal. Namun, masalah demi masalah muncul ketika mereka telah menyatakan cinta satu sama lain.