/0/9030/coverbig.jpg?v=883fe3c7ef3c952d8025ab444c7ba36a)
Bagaimana perasaanmu jika harus menikah dengan seorang pria lumpuh karena dijadikan alat penebus hutang oleh keluarga. Rachel Martinique seorang dokter bedah terpaksa menikahi pria lumpuh yang sama sekali tak ia kenal. Tidak ada cinta diantara mereka, bahkan Pria lumpuh itu sangat membenci istrinya. Akankah cinta tumbuh di hati keduanya atau kemalangan yang akan terjadi dalam bahtera pernikahan mereka? Tak ada yang tahu, semua ini tentang waktu, ke depannya baik atau malah buruk.
Seorang perempuan muda sedang menatap dirinya didepan cermin. Gaun putih dan indah melekat sempurna pada tubuh rampingnya. Beberapa jepit rambut menghiasi rambut coklat nya. Begitu juga dengan anting, kalung dan gelang yang ikut menghiasi kulit mulusnya. Perempuan itu benar-benar cantik, mungkinkah dia titisan Dewi Aphrodite?
Namun anehnya, bulir-bulir bening keluar dari pelupuk matanya, membasahi pipi yang sudah dipoles bedak dengan baik. Seperti pernikahan pada umumnya, semua orang pasti bahagia pada hari pernikahannya. Tetapi hal ini berbanding terbalik dengan perempuan yang masih saja menatap dirinya di cermin seraya menangis, seakan-akan nasib buruk selalu menimpanya.
"Ayo cepat turun, tidak usah menangis segala! Kau pikir dengan begitu aku kasihan padamu? Tentu saja tidak! Aku tidak peduli sama sekali dengan hari-hari yang akan kau jalani setelah pernikahan ini. Sekarang kau harus turun, karena semua orang sudah menunggu. Jangan mengulur-ulur waktu, aku bisa saja menghabisi orang yang kau sayangi detik ini juga."
Ancam seorang wanita paruh baya. Ternyata, perempuan muda itu akan menikah dengan pria tak ia kenal sama sekali. Pantas saja sedari tadi ia menangis menahan sesuatu.
"Iya bu."
Dia menyeka air matanya pelan, takut jika makeup nya akan luntur.
"Tidak usah panggil aku ibu, karena aku bukanlah ibumu. Karena setelah hari ini kita tidak akan bertemu lagi. Jadi untuk seterusnya, nikmati saja hari-harimu bersama pria lumpuh tak berguna itu."
Satu lagi kenyataan pahit harus perempuan itu terima. Ia tidak menyangka akan menikahi seorang pria lumpuh. Sebenarnya itu bukanlah masalah besar, tetapi belum pernah terpikirkan olehnya akan menikahi pria cacat.
Perempuan itu keluar dari ruang rias. Ia berjalan gontai, tak ada senyum yang terpancar dari bibir ranumnya, hanya tatapan kosong yang tak memiliki arti.
Disana ia sudah ditunggu oleh semua orang, terutama sang ayah dan ibu yang menatap tajam pada nya. Sekilas perempuan itu menghela nafas, rasanya dia ingin kabur dari tempat ini tapi bagaimana caranya? Penjagaan nya sangat ketat, setiap sisi ruangan ini berdiri para bodyguard dan di setiap sudut terdapat kamera pengawas.
Meskipun terkesan sederhana, tapi dilihat dari dekorasinya sudah dapat dipastikan bahwa harga yang dikeluarkan untuk pernikahan ini mencapai milyaran rupiah.
Perempuan itu berjalan menuju altar. Disana ada seorang pria tengah duduk di kursi roda dengan memakai Tuxedo putih lengkap dengan jam tangan dan kacamata hitam nya. Tidak perlu munafik, pria itu benar-benar tampan! Dia bersinar layaknya Dewa Apollo.
Bel gereja berbunyi, pertanda bahwa sudah waktunya dua insan dipersatukan. Setelah prosesi, penyalaan lilin, doa pembuka dan firman Tuhan, pendeta mulai memberkati kedua mempelai dan berkata,
"Maka tibalah saatnya untuk meresmikan perkawinan saudara. Saya persilahkan saudara masing-masing menjawab pertanyaan saya."
"Alfian De Grazino, Maukah engkau menikah dengan Rahel Martinique dan mencintainya dengan setia seumur hidup baik dalam suka maupun duka?"
Pria itu enggan menjawab, namun sedetik kemudian ia menyahut.
"Ya saya mau."
Kemudian pendeta bertanya lagi pada mempelai perempuan.
"Rahel Martinique, bersediakah saudara menikah dengan Alfian De Grazino dan mencintainya seumur hidup baik dalam keadaan suka dan duka?"
"Ya saya bersedia."
Selanjutnya pendeta mempersilahkan kedua mempelai untuk mengucapkan janji suci, dimulai dari mempelai pria.
"Saya Alfian De Grazino mengambil engkau Rachel Martinique menjadi istri saya untuk saling memiliki dan menjaga, dari sekarang sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."
Dari cara bicara pria itu, seperti nya ia terpaksa mengucapkan nya. Namun bukan itu yang penting, ia lelah dengan ini semua, ia malu berada di antara banyak orang dalam keadaan fisik yang tidak sempurna.
Giliran sang mempelai wanita untuk mengucapkan janji suci, ia sedikit gugup dan mulai memberanikan diri.
"Di hadapan imam dan para saksi, Saya Rahel Martinique menyatakan dengan tulus dan ikhlas, bahwa Alfian De Grazino mulai sekarang ini menjadi suami saya. Saya berjanji setia kepadanya dalam untung dan malang, dan saya mau mencintai dan menghormatinya seumur hidup. Demikianlah janji saya demi Allah dan Injil suci ini."
Perempuan itu berhasil mengucapkan janji nya dengan lancar dan baik, tanpa kekurangan satupun.
Perlu diketahui, tak sedetikpun pria itu melirik ke arah pengantin wanita, padahal mereka sedang mengucapkan janji suci pernikahan. Ia hanya menunjukkan wajah datar tanpa ekspresi. Hal ini membuat perempuan itu semakin merasa terbuang dan malu karena tak pernah dianggap, ia selalu dijadikan korban oleh keluarganya.
Lalu pendeta mengangkat tangannya ke atas kepala kedua mempelai.
"Demikiah mereka bukan lagi dua melainkan satu. Karena itu apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."
Setelah pendeta mengatakan itu mereka pun saling memasangkan cincin antara satu sama lain.
Acara pernikahan sudah selesai, pengantin yang tidak saling mengenal itu segera meninggalkan gereja yang menjadi saksi bahwa mereka telah bersatu oleh karena kasih dan telah sah menjadi sepasang suami-istri. Mungkin bukan karena kasih, lebih tepatnya akibat keterpaksaan.
Tidak ada acara makan-makan ataupun sekedar memberi ucapan selamat. Semua orang langsung pula ke kediamannya masing-masing, begitu juga dengan kedua orang tua perempuan itu yang meninggalkan gereja tanpa mengucapkan salam perpisahan. Lagi dan lagi perempuan itu merasa hidupnya tak berharga di mata siapapun. Namun ia selalu berusaha untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan berguna bagi semua orang.
Perempuan itu berjalan mengikuti dua pria bertubuh kekar, yang satu suaminya dan satu lagi ia tidak tahu siapa. Mungkin sekretaris pribadi suaminya.
"Maaf nona, anda tidak bisa satu mobil dengan Tuan muda."
Pungkas sekretaris suaminya ketika melihat Rachel ingin masuk ke dalam mobil yang sama dengan suaminya.
"Kenapa?" Rachel menaikkan satu alisnya.
"Maaf nona, tapi Tuan muda tidak ingin satu mobil dengan siapapun, termasuk anda." Perempuan itu terdiam mendengar tuturan dari pria yang berdiri dihadapannya ini. Suaminya saja menolak kehadirannya apalagi keluarga besar nya.
"Lalu bagaimana denganku? Haruskah aku pulang ke rumah orang tuaku?"
"Tidak nona, nanti akan ada bodyguard yang menjemput anda untuk pergi ke mansion Tuan muda."
"Oh, baiklah kalau begitu."
Mengangguk-angguk mengiyakan perkataan sang sekretaris
"Permisi nona."
Sekretaris itu pamit undur diri untuk mengantar Tuan mudanya kembali ke mansion. Saat hendak masuk ke dalam mobil, ia dicegah oleh nona mudanya.
"Eits, kau mau kemana?" Tanya perempuan itu
"Saya ingin mengantar Tuan muda kembali ke mansion nona."
"Bukankah kau tadi bilang kalau dia tidak ingin satu mobil dengan siapapun?"
Sekretaris itu hanya mengangguk, bingung dengan maksud perkataan nona muda nya.
"Lantas mengapa kau berpikir untuk mengantar nya, jika dia sendiri tidak ingin satu mobil dengan siapapun. Biarkan saja dia mengendarai mobil itu sendirian." Ucap perempuan itu sedikit meninggikan nada bicaranya agar didengar oleh suaminya yang sudah berada di dalam mobil.
"Nona muda tolong jaga ucapan anda! Jangan karena anda istri Tuan muda dan nona dari keluarga Grazino anda boleh berbicara seenaknya pada Tuan muda kami."
"Memangnya ucapan ku ada yang salah? Kan kau sendiri yang bilang begitu."
Perempuan itu memasang wajah polos, ia hanya mengatakan pendapat nya meskipun sedikit menyindir sang pemilik mobil.
Tiba-tiba datang mobil berwarna biru bermerek Lamborghini Aventador. Beberapa pria berbaju hitam keluar dari mobil dan langsung menghampirinya.
"Salam nona muda, selamat atas pernikahan nya." Ucap mereka sembari membungkukkan badan.
"Terimakasih banyak." Balas perempuan itu.
"Nona anda akan pulang bersama mereka, dan Tuan muda akan pulang bersama saya." Sebelum masuk ke mobil ia juga membungkuk hormat.
"Silahkan masuk nona muda." Ajak seorang pria paruh baya
"Iya paman."
Perempuan itu tersenyum hangat, baru kali ini ia diperlakukan secara terhormat. Biasanya ia selalu dianggap remeh seperti remahan rengginang.
Salah satu bodyguard membukakan pintu mobil untuk nona mudanya. Saat diperjalanan, perempuan itu menatap ke arah jendela menikmati pemandangan malam yang disuguhkan kota itu. Sungguh ciptaan Tuhan adalah yang terbaik, benar-benar mahakarya yang pantas diabadikan. Perempuan itu mengambil handphone nya lalu mengambil beberapa gambar. Kemudian, ia kembali merebahkan badannya di kursi mobil seraya memejamkan mata. Ia merenungi takdir yang diberikan Tuhan, memang pilihan Tuhan pasti yang terbaik tapi ia masih tidak menyangka akan menikah di usia 22 tahun dan menjadi istri dari pria yang sama sekali tidak ia kenal.
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?
Harap bijak dalam membaca... Bisa mengantar dalam halusinasi untuk berhubungan badan!
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Setelah menyembunyikan identitas aslinya selama tiga tahun pernikahannya dengan Kristian, Arini telah berkomitmen sepenuh hati, hanya untuk mendapati dirinya diabaikan dan didorong ke arah perceraian. Karena kecewa, dia bertekad untuk menemukan kembali jati dirinya, seorang pembuat parfum berbakat, otak di balik badan intelijen terkenal, dan pewaris jaringan peretas rahasia. Sadar akan kesalahannya, Kristian mengungkapkan penyesalannya. "Aku tahu aku telah melakukan kesalahan. Tolong, beri aku kesempatan lagi." Namun, Kevin, seorang hartawan yang pernah mengalami cacat, berdiri dari kursi rodanya, meraih tangan Arini, dan mengejek dengan nada meremehkan, "Kamu pikir dia akan menerimamu kembali? Teruslah bermimpi."
“Aduh!!!” Ririn memekik merasakan beban yang amat berat menimpa tubuhnya. Kami berdua ambruk dia dengan posisi terlentang, aku menindihnya dan dada kami saling menempel erat. Sejenak mata kami bertemu, dadanya terasa kenyal mengganjal dadaku, wajahnya memerah nafasnya memburu, aku merasakan adikku mengeras di balik celana panjang ku, tiba-tiba dia mendesah. “Ahhh, Randy masukin aja!” pekik Ririn.