/0/9994/coverbig.jpg?v=0f5ed9bccd01d3792533e0943124287e)
Sidney sering mendengar bisikan dari hati, seolah ada sosok lain yang hidup dalam dirinya dan sedang berbicara. Dua jiwa dalam satu tubuh. Mungkinkah? Lebih aneh lagi, ada banyak sifat serta sikap dia yang berubah drastis pasca melakukan transplantasi jantung. Sidney terpaksa mendengarkan kata hati dan mengikuti apa maunya. I can hear you form our heart. Apa yang sebenarnya diinginkan oleh pemilik lama jantung ini?
Jakarta tak pernah tidur. Tadinya, aku pikir itu hanya ungkapan kosong belaka. Namun, setelah bergelut sendiri di tengah hingar bingar malam ibukota, aku membuktikan kebenarannya. Terminal ini tak pernah sepi. Orang terus saja hilir mudik, silih berganti.
Dulu, ketika masih tinggal bersama orang tua, aku hanyalah gadis baik-baik yang sudah lelap di balik selimut tebal, tidak lebih dari pukul delapan malam. Semua jadi jauh berbeda ketika mereka satu per satu pergi meninggalkan rumah.
Ibu pergi sekitar dua tahun lalu, tepat menjelang kenaikan kelas ke tingkat sebelas. Wanita itu sudah terlampau jenuh dengan suami yang terus saja menumpuk utang demi menggapai impian. Mimpi jadi pengusaha kaya raya yang sepertinya hanya sebatas angan. Terlampau mustahil untuk jadi kenyataan. Dia pergi begitu saja dini hari, tanpa menghiraukan kedua anaknya.
Ayah tidak jauh berbeda. Sudah lima bulan ini dia kabur dari rumah karena terus-menerus didatangi para penagih utang. Sama persis dengan Ibu, dia pergi begitu saja. Tanpa pamit, apalagi kabar berita.
Beruntung, beberapa tetangga sering memberi makanan sehingga aku dan Alma tidak sampai kelaparan. Namun, tidak mungkin kalau terus mengharap pemberian dari orang lain. Menggelar tikar di terminal dekat kontrakan, akhirnya menjadi pilihanku untuk bisa menyambung hidup. Aku menjual kopi, teh, rokok, dan semacamnya di sana.
Takut? Jelas. Gadis mana yang tidak takut ketika harus berjualan di terminal malam hari? Aku menggelar tikar kecil selepas magrib dan selalu pulang di atas pukul dua belas malam. Biasa, menunggu penghasilan cukup dulu, baru kembali ke kontrakan.
Sekarang sudah tidak selelah dulu karena aku sudah lulus SMA. Pagi hingga siang hari setelah Alma berangkat sekolah, aku masih bisa beristirahat. Kalau dulu, aku hanya bisa tidur beberapa jam saja.
"Heh, sini kamu!" Pria bertubuh tinggi besar dengan pakaian serba hitam, langsung saja mencekal lengan kurusku.
"Aku mau dibawa ke mana, Om? Tolong, jangan apa-apakan aku."
Aku yang baru pulang dari terminal, tentu saja panik dengan kemunculan pria itu. Termos, tikar, dan barang dagangan berserakan di atas tanah. Pria itu tidak peduli. Dia terus saja menarikku ke bangunan kosong di dekat gang.
Ah, aku tahu dia. Dia adalah satu dari sekian banyak renternir yang terus datang menagih ke kontrakan. Mereka seolah menjadikan aku dan Alma sebagai sandera, berharap Ayah akan datang menebus kami.
"Ampun, Om. Ampun," ratapku dengan bibir bergetar.
Tubuh ringkih ini makin menggigil ketika melihat ada delapan pria lagi menunggu di sana. Para renternir yang selama ini datang silih berganti, kini berkumpul bersama. Mau diapakan aku ini?
"Kami sudah menghitung total pinjaman ayah kamu. Jumlahnya ada delapan ratus juta sekian. Kami kasih diskon. Jadi, digenapin aja di delapan ratus juta. Kami beri waktu tiga hari. Kamu harus bisa bayar lunas. Kalau tidak ...." Salah satu pria dengan perut tambun, membuat gerakan seperti mengiris leher sendiri dengan telunjuknya.
"Tapi, aku tidak punya uang, Om," lirihku sambil menunduk. Dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam jangka waktu tiga hari saja? Mustahil!
"Bodo amat! Lo jual diri, kek. Jual organ, kek. Terserah!" teriak salah satu pria di sana sambil mengacungkan tongkat baseball ke wajahku.
"Jangan macam-macam sama kami. Ingat, tiga hari!" teriak pria lain yang kemudian melayangkan tangan ke wajah hingga membuatku tersungkur.
Tanpa dikomando, sembilan pria itu langsung memukuliku. Mereka memukul tangan, kaki, perut, juga bagian kepala.
"Dada jangan sampai terluka!" teriak salah satu pria.
Aku tidak tahu, apa maksudnya? Setelah puas, mereka meninggalkan tubuhku yang babak belur begitu saja. Aku tidak akan mati. Aku kuat!
"Halo. Tugas sudah dilaksanakan, Pak. Dia sudah kami buat terkapar." Salah satu pria terdengar sedang berbicara dengan seseorang via telepon sembari melangkah menjauh. Mungkin, dia mengira kalau aku sudah pingsan.
"Oh, tenang. Bagian dada aman, tidak kami pukuli," ucap pria itu lagi.
Ada apa dengan dadaku? Kenapa mereka terus membahas itu? Kucoba untuk bergerak, tetapi tidak bisa. Tubuh terlalu lemas dan ngilu semua.
"Duit!" teriak para pria, mulai sayup terdengar.
Syukurlah, mereka sudah benar-benar pergi. Aku sempat membayangkan hal yang lebih menyeramkan dibandingkan kematian. Bagaimana kalau mereka menodaiku?
Sekitar satu jam kemudian, tenagaku mulai pulih. Dengan tubuh remuk redam, aku berusaha untuk duduk. Celaka! Dari mana aku bisa dapat uang sebanyak itu untuk melunasi semua utang Ayah? Jangankan tiga hari, tiga tahun pun belum tentu cukup.
Dengan tertatih, aku kembali ke tempat sebelumnya ketika ditarik oleh salah satu kawanan renternir itu. Aku memunguti barang-barang yang berserakan, baru kembali ke kontrakan. Untungnya, dini hari seperti ini belum banyak orang yang lewat. Jadi, barang dagangan tadi masih aman di jalanan.
Tiba di kontrakan, kubersihkan wajah dan tubuh yang penuh luka. Pelan-pelan agar Alma tidak sampai terbangun. Kupandangi wajah polos Alma yang baru naik kelas tiga SMP. Dia adalah satu-satunya anggota keluarga yang tersisa.
Cukup Kakak saja yang merasakan penderitaan ini. Kamu jangan, Alma. Kuusap pelan rambut adik tercinta.
Setelah membersihkan semua luka, aku berbaring di samping Alma. Tidak hanya tubuh, hati juga sudah teramat letih. Dalam kondisi seperti ini, tidur menjadi salah satu pelarian yang paling mudah serta paling murah untuk sejenak kabur dari kepenatan. Tak perlu menunggu lama, aku langsung terlelap dibuai mimpi.
Tidur berhimpitan memang jadi keharusan. Kami hanya punya satu kasur tipis berukuran single yang terhampar di kontrakan sempit berukuran tiga kali tiga meter. Kamar jadi satu dengan dapur mini, masih dipotong untuk kamar mandi di sudut ruangan.
"Kak, wajah kamu kenapa?" Alma menatap khawatir keesokan paginya.
Beberapa hari lalu, aku juga pernah pulang dalam keadaan babak belur seperti ini. Ada tawuran antar kelompok punk di dekat terminal dan aku jadi terkena dampaknya. Sudah risiko buka usaha di terminal, apalagi di kawasan Jakarta Utara yang terkenal lebih barbar.
"Semalam kepeleset, Al. Kakak masuk ke selokan besar di depan gang. Ngantuk banget soalnya." Aku berusaha untuk menutupi kejadian semalam. Alma tidak perlu tahu.
"Astaga, Kakak. Hati-hati, dong. Kakak sih, nggak pernah ngijinin aku untuk ngebantu." Alma memegang daguku untuk melihat lebih jelas luka di kedua pipi serta dahi.
Aku memang selalu melarang Alma untuk datang ke terminal. Terminal bukan kawasan aman untuk gadis kecil dan cantik seperti dia. Nanti malah terjadi apa-apa.
"Sudah, Kakak tidak apa-apa, kok. Kamu berangkat sekolah sana. Nanti telat, lho." Kudorong pelan tubuh Alma agar segera meninggalkan kontrakan. "Sarapannya jangan lupa."
Alma tidak suka makan terlalu pagi. Dia baru bisa sarapan di istirahat pertama, sekitar pukul setengah sepuluh nanti. Sudah jadi kebiasaannya sejak dulu.
Aku masih sangat mengantuk karena tidur hanya tiga jam tadi pagi. Ditambah lagi, badan rasanya ampun-ampunan. Lebih baik, aku tidur lagi.
"Permisi!"
Suara pria di depan kontrakan membuatku terkejut dan batal merebahkan diri. Lelaki berusia sekitar empat puluhan tahun dengan sebagian rambut yang mulai bersalju, berdiri tegak di depan pintu.
"Kamu Gumi, kan?"
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
Novel ini berisi kumpulan beberapa kisah dewasa terdiri dari berbagai pengalaman percintaan panas dari beberapa tokoh dan karakter yang memiliki latar belakang keluarga dan lingkungan rumah, tempat kerja, profesi yang berbeda-beda serta berbagai kejadian yang diaalami oleh masing-masing tokoh utama dimana para tokoh utama tersebut memiliki pengalaman bercinta dan bergaul dengan cara yang unik dan berbeda satu sama lainnya. Suka dan duka dari tokoh-tokoh yang ada dalam cerita ini baik yang protagonis maupun antagonis diharapkan mampu menghibur para pembaca sekalian. Semua cerita dewasa yang ada pada novel kumpulan kisah dewasa ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga menambah wawasan kehidupan percintaan diantara insan pecinta dan mungkin saja bisa diambil manfaatnya agar para pembaca bisa mengambil hikmah dari setiap kisah yan ada di dalam novel ini. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Ketika istrinya tak lagi mampu mengimbangi hasratnya yang membara, Valdi terjerumus dalam kehampaan dan kesendirian yang menyiksa. Setelah perceraian merenggut segalanya, hidupnya terasa kosong-hingga Mayang, gadis muda yang polos dan lugu, hadir dalam kehidupannya. Mayang, yang baru kehilangan ibunya-pembantu setia yang telah lama bekerja di rumah Valdi-tak pernah menduga bahwa kepolosannya akan menjadi alat bagi Valdi untuk memenuhi keinginan terpendamnya. Gadis yang masih hijau dalam dunia dewasa ini tanpa sadar masuk ke dalam permainan Valdi yang penuh tipu daya. Bisakah Mayang, dengan keluguannya, bertahan dari manipulasi pria yang jauh lebih berpengalaman? Ataukah ia akan terjerat dalam permainan berbahaya yang berada di luar kendalinya?