img Langit Jam 4 Sore  /  Bab 1 Kali Pertama | 2.13%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca
Langit Jam 4 Sore

Langit Jam 4 Sore

Penulis: NOVIA RESPATI
img img img

Bab 1 Kali Pertama

Jumlah Kata:3366    |    Dirilis Pada: 23/06/2023

cukup lama lelaki itu tidak keluar dari dalam mobilnya. Dia hanya duduk seorang diri, kijang putihnya diparkirkan lurus menghadap ke jalan raya, sejajar dengan ken

n. Kini pikirannya masih kacau, masih terasa ngilu setiap kali teringat akan hal itu. Kek

ernyata membawa penumpang. Awan sudah mulai gelap, hujan pasti akan turun dalam hitungan menit. Sikap jengkelnya malah membuat Arman tertawa sendiri. Akhirnya dia putuskan un

kedai. Gayanya cool dan terkadang dia merasa dirinya memang tampan. Sepuluh menit kemudian Arman kembali keluar dari kedai sambil menyedot es kapucino

pontan Divia m

benar tidak sengaja telah menabrak tubuh Divia ak

ah tuh kopi. Kala

Saya beneran

tadi dijinjingnya. Dia berharap lelaki itu segera enyah dari hadapannya. Namun Arman jus

ah s

ngan penuh percaya diri Arman malah menyo

ia menyambut tangan Arman,

kuning akan melintas di hadapan mereka. Dia pun buru-buru menyetopn

ia seraya tersenyum pada Arman sem

Tak disangka di balik wajahnya yang penuh amarah tadi, gadis itu memiliki senyum yang sangat menawan. Sesaat Arman terdiam, dia t

nomor ponsel Divia. Perkenalan yang sangat singkat telah berlalu begitu saja. Seandainya taksi

yang baru dia hidupkan. Arman tertegun sejenak menatap hujan, tap

n sikunya pada pegangan pintu. Tiba-tiba saja dia teringat pada lelaki yang belum lama tadi berkenalan dengannya. Terbayang senyuman Ar

*

i balik pintu rumah sambil Mamanya membopong sebuah kue tart cokelat kesukaan Arman.

. Semoga sukses.”, dilanjutkan dengan ke

. Makasi

ang yang lebih baik lagi

asih

ir bersamaan pada sofa ungu di ruang tamu rumah mereka. Kedua orang tua yang usianya lebih dari setengah baya itu kini hanya memiliki seorang anak saja. Hanya Arman yang ad

rlintas lagi dalam benaknya andaikan saja saat ini Maya masih berada di sisinya. Sekuat hati Arman kembali menepis pikiran itu. Dia coba tersenyum dan mulai pada s

*

rapa macam kue kering sambil menonton tayangan televisi. Suara nyaring Divia memecah konsentrasi

ng bayarin

lahan dari duduknya, beliau meletakkan dulu

l Gema. Kakak Divia yang berusi

uju ke dalam kamarnya. Lagi-lagi Ibunya dikerjai u

taksinya Bu?

an ngga hilang-hilang. Coba saja, pali

ke atm. Ambil duit sedikit-sedikit bukan

s Gem. Kalau pegang duit di tang

tu. Harusnya kalau tau mau pergi ya lebihan ambil duitnya.

.”, ucap Ibu seraya tersenyum sembari kedua tang

ebih suka menonton drama Korea. Tak terasa adonan kue kering di dalam baskom telah habis. Semua adonan telah selesai dibentuk oleh keterampilan dan kecekatan tan

seraya menyergap tubuh

tuh nih kue.”, kedua tangan Gema sedang

pelukannya dari balik tubuh Gema, dia berdiri di samping kakak

, Gema telah siap mendengarkan

kedai ko

kok

epan situ. Tuh cowok lewat samb

dia ngajak lo k

s pikir kayak di film saja ketemunya. Hahaha. Tapi beneran Ka

an Maulana?

gnya tinggi, putih, rambutnya rap

ukeran n

sempet, keburu t

a macem-macem kenalan dil

jelas kok. Jelas ga

gue bilang

ang kakak terhadapnya. Divia dapat merasakan Gema begitu menyayangi serta berusaha menjaga dirinya. Empat bulan lag

malam, Ayah

ema. Mereka sedang duduk berdua di teras lal

a seraya kedua anak perempuannya itu

usun kue ke tople

n ngga

mau bantu Ibu.”, tukas Gema ya

oba membela diri. Sedangkan Ayah su

menghampiri Ayah saat mel

ni toko rame katanya.”, seraya me

syuk

diri untuk menengok kesana sekalian mengambil setoran hasil penjualan harian toko kue

an Kak? Male

Bimo masih

omong cowok yang

l ngga tukeran

Divia beranjak meninggalkan Gema yang masih duduk d

sok Arman benar-benar telah menyita pikirannya hari ini. Hingga a

*

bersama mobil Ayah. Keduanya akan berangkat sama-sama karena kantor Gema searah dengan kantor Ayah. Hari ini

k bertemu. Dia seorang gadis yang selalu on time dalam setiap temu janji yang akan dilakukannya. Dia tidak pernah mau membuat orang lain sampai bosan menunggu dirinya datang. Maka itu tak jarang dia datang lebih awal, tidak masalah baginya jika dia yang harus

matanya masih tertuju ke la

kir Mba. Bonj

ah sampai di tujuan. Buru-buru dia save dan close lembar kerjanya. Sambi

turun disini saja.

sana ya Mba.

un dengan segala benda yang berada dalam pelukannya. Pak sopir pu

u pintu masuk kedai. Dia tidak tahu kalau kijang put

tu sudut ruang kedai. Dia duduk menghadap ke arah meja pemesanan. Tak lama kemudian pesa

kap keberadaan Divia di sudut sana. Segera dia memesan pula, kopi hitam unt

g Mba

Saya kira Pak Yu

jatuhkan diri di kursi yan

pesan

imana nih ada berapa kemas

ori serta gambaran dari desain yang harus dikerjakan oleh Pak Yudis. Begitupun Pak Yudis yang tak kalah fokusnya mendengarkan penjelasa

temuan mereka dengan menghabiskan kopi dan makanan ringan mereka masing-masing. Karena mas

kabari soal desainnya. Mana tahu ada yang

Makasih banyak ya Pak..”, ser

pun bangkit dari kursinya dan mulai

embali agar jangan sampai ada yang tertinggal di meja atau di kursi sebelahnya. Yakin sudah

dari arah belakang. Dengan jengkel dia membalikkan badann

erkejut karena adegan dua hari yang lalu di d

Divia dengan nada meledek kepada Arman. Dia sampai lupa kalau k

ya Di....

as laptopnya di atas meja. “Permisi.”, Divia meminta

rin aku lupa. Boleh a

r rumah? Ata

”, jawab A

up menguji kesabaran. Dalam hitungan detik akhirnya dia mau bersuara

boleh pergi

memberi jalan untuk Divia. Sementara dirinya sendiri masi

an seraya melempar senyum. Dia tahu bahwa sejak tadi Arman juga masih memandang kepadanya. Arman tak menyangk

membelakangi pintu kedai maka Arman tidak melihat Divia masuk setelahnya. Hingga ketika dirin

mutuskan untuk ngopi di Bonjour Cafe pada jam istirahatnya tadi. Keasyikan memandangi Divia dari jauh, dia sampai lupa kalau dirinya juga hendak pergi

Saya keluar. Baru sa

sana. Nah pas mobil disitu keluar, Saya

da sopir kantornya itu. Lalu dia kembali membuka laptopnya melanjut

ntai dua dan sampai di meja kerjanya. Belum sempat dia meletakka

al

a itu langsung memutus teleponn

..”, dengan nada ger

rdengar seorang teman mele

yang sejak tadi dibawa ikut pergi dengannya. Dia bergegas

ketemu

nya harus diperbarui. Dua kemasan kopi ins

n sel

udis sendiri, inf

follow up terus perkemb

er. Saya

, masih dengan gerutuannya, “Cuma nanya

ya Pak Lukas yang meja kerjanya dia

ggil segala. Saya kan baru sampe atas, jadi turu

ah jangan cemberut, na

a melanjutkan langkahnya untuk

a bosnya di bagian bawah surat itu. Dia baru ingat kalau harus meminta tanda tangan Mr. Jung sebagai persetujuan, sebelum surat tersebut dikirimnya

p meninggalkan kantor. Dia biasa memesan ojek o

aju perlahan sedikit tersendat-sendat di sisi kiri jalan. Suatu hal yang

Gema juga belum lama sampai. Ibu yang sedari sore sudah lebih dulu berada di rumah, kini sedang menyusun tampila

eka. Sesekali terdengar perbincangan diantara mereka. Namun, kali ini Divia tak banyak bercerita tentang harinya. Dia han

hnya, dia tetap menyempatkan diri melakukan pekerjaan rumah. Setelah beres mencuci peralatan makan, dia kembali ke meja makan dan mengelapi meja

nsel yang tadi diletakkannya di atas meja, segera diraihnya.

ku, Arman. Kamu mau kan

elaki itu. Lantas dia segera membalasnya

tw kamu la

. Kamu sendi

h ngga nyangka lho, kita bi

juga kaget ditabr

sana, Arman menunggu pesannya dibalas namun dia tersadar ketika melihat jam di dinding kamarnya. Dia tahu mungkin Divia sudah tidur. Tapi dirinya sendiri belum

tas dan kesibukan mereka masing-masing. Namun kini hari-hari mereka sedikit berbeda. Hampir setiap har

adis yang menarik dan menyenangkan. Arman cukup terhibur dengan adanya Divia saat ini, meski dirin

termasuk gadis yang tidak mudah percaya pada seorang lelaki, di usianya yang ke dua puluh lima ini dia semakin berhati-hati dalam m

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY