ri dokter!" Aku berseru tidak terima, tidak peduli hari mulai beranjak
wat jalan saja. Aku tidak mengerti mengapa Mas Yoga menjadi kepala batu sepe
lima kali. Aku lihat Zidan tidak mampu lagi meneteskan air mata. Menurut dokter ini adalah salah satu
unya tidak ditangani dengan baik. Namun Mas Yoga terus meninggikan ego, berkata jika Zidan tidak pe
s Yoga bersikukuh. Wajahnya merah padam. Aku menatapnya dengan tatapan tidak percaya, tidak parah dia
erangku balik. Urat pada perpotongan leherku pasti menonjol keluar karena aku tidak bisa
arah lain dengan pandangan tak terbaca. Aku masih menatap
Zidan diopname aku harus membayar pa
erucap dari bibir Mas Yoga. Mende
dua hari yang lalu. Kemana semua gaji itu?!" tanyaku berser
u. Mas Yoga malah memalingkan wajah
da lagi. Tapi seharusnya masih ada sedikit sisa tabunganku dan THR tahun lalu kan,
ng seraya membasahi bibir. Aku tetap diam. Nal
n. Tawa sumbangku kembali terdengar, semudah itukah Mas Yoaga mengatakannya? Apakah
nggung jawabmu sebagai kepala rumah tangga?"
berani membentaknya. Lepas dari tanggung jawab berarti siap melepas identitas sebagai seorang sua
amu-katamu itu tidak pantas diucapkan ol
lakuan Mas yang tidak panta
idor. Aku menangis bukan karena meratapi pernikahan kami. Namun karena Zidan tidak bisa ditangani sebelum biaya administrasi terpenuhi. Bah
*
a meminjam uang dari Ibu untuk membayar biaya perawatan Zidan di rumah sakit. Ibu terkejut bu
tidak bisa mencegahnya. Barangkali Ibu ingin melihat kondisi cucunya secara langsung. Se
utriku," p
langsung mendekap ibu lebih erat guna menyalurkan rasa rindu. Aku tersenyum
bayar biaya adm
mindahan Zidan ke ruang rawat. Maaf membu
n kepada Ibu. Sementara aku meminta Ibu duduk di kursi tunggu. Ia pasti merasa lelah karena jarak Yogya
i kursi kosong di sampingnya. Aku menurut
lian lenyap begitu saja. Katamu Yoga juga sering telat gajian. Kamu harus menyelidiki Y
hal seperti sekarang terjadi. Ibu sudah tahu kondisi pernikahanku yang tak ja
mendengar nase
kali. Sudah cukup lama aku ingin menyelidiki apa yang terjadi sebenarnya
ari rumah sakit, aku pasti akan men
ruti nasehatnya. Tidak ada yang salah, aku hanya in
uang rawat oleh dua orang petugas. Ibu kuminta pulang ke
ndar tak jauh dari pintu tanpa menatap ke arahku. Ia juga tidak menyapa Ibu. Kami bungkam
ans yang dikenakannya. Aku memperhatikan tiap detail ekspresi wajahnya. Dia tampak terkejut saat m
sembari mengedipkan mata, jelas ada yang salah di sini. Aku tetap tidak berniat untuk membu
i meninggalkanku dengan mimik panik. Kedua alisku menyatu, merasa keheranan dengan apa yang baru saja terjadi. Rasa penasar
nyelidiki Mas Yoga cepat atau l
emprioritaskan kesembuhan pu