nya. Tanpa berkata apa-apa pada Dani, ia mengambil kunci motor dan melangkah
putar, teringat pada perasaan yang pernah ia bagi dengan Dara, pada tawa dan air mata merek
kosong. Begitu melihat Adel, mata Dara langsung menatapnya, dan untuk pertama kalinya dalam beberapa wakt
jauh. Ia memandangi Dara, mencari kata-kata
ka suara l
ai dari mana, Del. Tapi gue bener-bener minta ma
Kata itu terdengar sederhana, tapi begitu berat
ri dulu, Dar? Kenapa lo harus bawa semuanya ke
gak tahu. gue salah, Del. Gue... gue terlalu egois. Gue ngerasa k
ue pas lagi paling butuh. Gue nggak ngerti lagi sama lo, sama semuanya. Dan lo
el. Gue nyakitin lo. Gue nggak pernah berniat buat itu, tapi kadang..
. Dulu, ia bisa merasakan kasih sayang Dara, tapi sekarang, perasaan itu sem
iknya perlahan. "Gue nggak bisa lagi, Dar. Gue udah terlal
e nggak nyesel lo jadi bagian dari hidup gue, Del. Gue c
sekarang bukan lagi persahabatan seperti dulu. Ini bukan sek
butuh waktu." Ia bangkit dari kursinya, meninggalkan Dar
ebelum pulang ke rumah. Ia memutuskan untuk mampir ke minimarket terdekat. Sesampainya di sana
pikir panjang, ia mengambil botol cairan vape dengan rasa mint dan sebuah bungkus rokok. Ini adalah cara lamanya untuk mered
keluar dari minimarket, ia membuka botol Coca-Cola dan menyruputnya, sambil menyalakan rokok yang sudah terb
an cara yang sehat untuk melampiaskan semuanya, tapi entah kenapa, rokok dan vape itu memberinya sed
a yang terjadi-tentang Dara, tentang Vero, dan tentang dirinya sendiri yang merasa hancur.
a yang menyentuh lengannya. Tanpa melihat, ia
ari tempatnya duduk, s
upain semua masalah." Suara Dara terdengar sedikit sarka
k berani menatap mata Dara. "Lo nggak ngerti,
apa-apa. Ia tahu betapa berat yang Adel rasa
d buat nyakitin lo, Del. Tapi gue juga nggak tah
enyesap rokok yang tersisa. "Gue juga ngga
arus jujur sama diri lo sendiri, Del. Lo nggak bisa terus-terusan numpuk
osong. "Mungkin lo benar. Tapi sekarang, gue cuma butuh ru
rasaan yang sudah lama ia pendam. Tanpa berkata lebih lanjut, ia
muncul. Ia tahu, ini adalah keputusan yang benar untuk dirinya. Dalam sekejap, ia
menyembuhkan
meskipun ia merasa hancur di dalam. Ia berdiri, menyelesaikan minumannya, dan melemparkan botol kosong ke tempat samp
h pulang. Jalanan yang kosong membuatnya merasa sedikit terasing, namun itu memberinya sedikit ketena
dang bekerja, dan di ruang tamu hanya ada Dani, adiknya yang sedang asyik bermain dengan ponse
senyum pahit. Ia duduk di tepi tempat tidur, menggenggam erat kucing peliharaannya, Pupus, yang segera melompat
kesayangannya, meskipun tahu hewan itu takkan bisa menjawab. "Gue
r. Ia memeluk kucing itu lebih erat, seolah mencari kenyamanan dalam pelukan kecil itu. Tapi rasa kesepian yang ia ra
ia pikirkan, tapi semua itu terasa terlalu berat. Di satu sisi, ia ingin melepaskan semua yang terjadi-terutama hubungan
skan untuk tidur. Mungkin besok akan menjadi hari y
jalanan untuk sembuh, untuk menerima dan memaafkan dirinya sendiri, masih
dijalani meski hatinya masih penuh dengan pertanyaan dan perasaan yang tidak terjawab. Setelah membersihkan diri, ia keluar
," kata Dani sambi
rgeletak di meja. Ia hanya bisa diam, merasa terasing meskipun ada anggota keluarga
, ia langsung mengambil tas sekolahnya dan bersiap untuk pergi. Da