di dalam dirinya. Damar, dengan kata-katanya yang bijak dan tenang, seolah membuka jalan yang selama ini tertutup bagi dirinya. Ia tidak tahu mengapa pert
tahu ia tidak akan kembali malam ini. Entah berapa lama lagi pernikahannya akan terombang-ambing tanpa arah. T
tidak lagi memantulkan kenangan indah. Di atas meja rias, foto pernikahan mereka tersimpan dengan bingkai yang mulai pudar. Alina menatap foto itu la
tu membingungkan. Perasaan terluka yang bertahun-tahun ia pendam kini mulai muncul ke perm
yhan pulang. Alina menatapnya, perasaan campur aduk menyelimuti dadanya. Entah kenapa, kali ini ada rasa yang be
at untuk berbicara, dan Alina tahu, ia tidak akan mendapatkan jawaban apapun jika ia tidak memulai
ih kuat dari sebelumnya, meskipun s
ik untuk menatapnya. "Bicara tentang apa la
kan. Ia tahu, Rayhan sudah menyerah. Tidak ada lagi ruang bagi mereka untuk kembali sepert
suara lembut, "tapi aku rasa kita sudah sampai pada titik y
a-apa. Matanya tertunduk, seolah ia
i," lanjut Alina, dengan suara yang semakin mantap. "Aku tidak bisa terus h
lelahan. "Kau ingin pergi?" tanyanya dengan suara rendah, penuh kepu
r. "Aku tidak bisa bertahan lagi, Rayhan. Aku sudah berusaha
i jurang, menunggu Rayhan untuk mengatakan sesuatu yang bisa membuatnya ragu. Tetapi tidak a
bicara dengan suara pelan, "dan aku tidak bisa mengubah p
ada perasaan lega yang datang begitu saja, meskipun itu terasa pahit. Keputusa
," jawab Alina dengan suara
a berbalik dan berjalan keluar dari kamar tidur. Ia tahu, setelah malam ini, segalanya akan
i, tetapi satu hal yang ia tahu adalah bahwa ia tidak akan lagi terperangkap dalam pernikahan yang hanya men
, tetapi ia tahu itu adalah langkah pertama untuk menemukan dirinya lagi. Dunia luar terasa begitu luas, begitu penuh dengan ke
ng kosong. Ia siap memulai perjalanan baru, meskipun itu penuh dengan ketidakpastian. Karena ka