ng kini ada di antara dirinya dan Rayhan. Ia berjalan menyusuri jalanan kota yang sunyi, meresapi keheningan malam
itu memiliki nuansa hangat, dengan cahaya remang-remang dan aroma kopi yang menggoda. Alina mengambil langkah masuk, meskipun
a sedang duduk di meja pojok, memandangnya dengan pandangan tajam yang tidak bisa ia hindari. Mata pria itu
tergeletak di atas meja, meskipun tak benar-benar berniat untuk memesan apa pun. Pikirannya
akhir dar
. Alina merasa seolah dunia yang dulu ia kenal telah runtuh begitu saja. Tetapi, meskipun perasaannya terpecah
merasakan ketegangan di tubuhnya, meskipun ia tidak tahu mengapa. Ada sesuatu yang aneh
?" tanyanya dengan suara yang
al dengan penampilannya, namun ada sesuatu yang membuatnya merasa waspa
rhana, namun rapi. Wajahnya tampan, dengan mata tajam yang seolah bisa menembus ke dalam jiwa. Ada
jarnya, memperkenalk
sa menahan rasa penasaran yang timbul. "Apa
ng duduk sendiri bisa menjadi teman terbaik, bukan? Aku hanya merasa ada yang m
perasaan bahwa pertemuan ini bukanlah kebetulan. Sesuatu d
elan, "Tapi aku sedang mencari...
alik kata-kata itu. "Terkadang, jawaban yang kita cari tidak datang dari o
lega. Ada sesuatu dalam kata-kata Damar yang membuatnya merasa seperti s
orang yang baru kamu temui?" tanya Alina dengan nada yang
apa yang aku pikirkan. Kadang, kita tidak perlu memberi banyak nasihat
yang selama ini ia rasakan. Ia sudah terlalu lama terjebak dalam rasa sakitnya sendiri, tetapi kata-kata Damar memberinya pers
sedikit lega. "Mungkin aku memang perlu lebi
harus berani melepaskan apa yang kita anggap sebagai kebahag
n, melepaskan pernikahan yang sudah lama terasa kosong? Apakah dia bisa memberi ruang bagi
ya pelan, suaranya bergetar.
man di balik senyumnya. "Keputusan itu milikmu,
n ini belum berakhir. Meskipun ia masih merasa bingung dan tak pasti, ada secercah harapan yang mulai bersinar di ujung gelap
hwa ia akan menghadapi masa d