amu tabrak, sakit tahu!" sewot seorang pria yang kakinya tanp
seorang pria di depan umum. Wajahnya memerah karena marah
an rasa penasaran. Ia berdiri tegak, mencoba menahan emosi yang meluap, namun suaranya tetap terdengar kera
berapa di antaranya mencoba untuk tidak terlalu memperhatikan, namun t
diterima gue sekarang. Semua mata menatap gue. Seolah gue pelaku tabrak lari.' batin
menarik perhatian banyak orang. Nggak malu lo, jadi cowok, kok ban–ci," k
itu sambil berdiri, membalas tajam tatapan mata Sukma dengan nada yang meninggi dan penuh emosi.
, jangan-jangan ini modus kejahatan terbaru. Pura-pura jatuh ketabrak, pura-pura parah, trus ujung-u
orang bapak yang menghampiri dan mencoba menengahi mereka dengan nada yang san
at, Mbak. Jangan lupa minum obatnya! Lagi kumat, ya?" sahut pria itu deng
sakit yang menusuk. Setiap langkahnya terlihat berat,
a, namun pria itu tidak menoleh ke belakang, terus berjalan
t suara, "Udah-udah
ali ke aktivitas masing-masing sambil sesekali menoleh
ramah. "Terima
gkin akan berpikir bahwa Sukma memiliki kepribadian yang bipolar atau memang sedang mengalami perubahan
k akan menyangka wanita yang sekarang berb
amati Sukma dengan penuh perhatian dan memas
. "Iya, Pak. Saya ama
seksama, seolah-olah memastikan bahwa yang berdiri di depannya me
, "Aman, Pak. tenang aja, cowok kayak gitu emang harus dikasih pelajaran, bia
. Sebelum meninggalkan Sukma, ia pun berkata, "Baiklah, kalau
nya dan tersenyum, sambil
mamanya ngidam apa, ya? Sampe ngeluarin makhluk modelan kayak gitu. Kalo dimuseumkan ju
uk menghilangkan rasa lelah dan stres setelah kejadian tadi. Ia ingin mencari minuman yang bisa membuatnya merasa
am hati, masih merasa kesal dan malu kar
e pi--tes abis, kayak kutu, sampe nggak
k sambil merebahkan diri di bangku, tangannya mengepal. "Dasar co
da cowok lagi, cuma ada dia, gue mah, masih mendingan jomblo seumur hidup d
... amit-amit, jangan sampe ketemu lagi," kat
numan dingin yang ada
uka sembunyi di belakang aja kalo lagi dicari. Mau main petak umpat, ya?" Su
oti-roti, ia mengambil roti sobek yang disukain
uh Ibu? ... kayaknya lagi gelisah? Kenapa, ya? Kok pucet banget.' pikir Sukma d
bantu? Apakah Ibu sakit?" Sukma
harus gimana. Mana pulsa Ibu habis, mau pulan
yang dialaminya. Perlahan ia mencoba menuntunnya untuk dud
wajah yang sedih dan sedikit pucat. Sukma kemudian berdiri dan b
erikan makanan ringan kepadanya. Ibu itu terlihat terkejut, namun ia
iba, sambil berpikir. 'Kasihan ama
buat wanita itu tertawa. Setelah terlihat lebih tenang, dengan lembu
erima kasih, ya," katanya de
mannya, dan berkata, "Sama-sama
suasana, saking pintarnya Sukma sanggup
mau saya antar atau ... saya pesank
beruntung bisa ketemu kamu ...," sahutnya sambil
ngnya pria yang bisa menjadi pendamping kamu.
ian mengelus rambut panjang S
saya," sahut Sukma lembut yang kemudian me
l Sukma untuk menghubungi
irnya sebuah Pajero hitam memasuki parkiran. Ibu itu lan
i dan atletis, dengan wajah yang tampan dan berwibawa. Rambutnya yang
. Namun, ada sesuatu yang familiar tentang pria itu, sesuatu yang membuat Sukma merasa seolah-olah ia
kesan misterius di balik senyumnya, membuatnya terlihat lebih men
tiba melihatnya berbisik kepada anaknya, dan kemudian, wani
*
e a book by