img Makin Tua Makin Binal  /  Bab 5 Binal | 100.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 5 Binal

Jumlah Kata:1646    |    Dirilis Pada: 30/05/2025

ayam 'si ganteng' tak lagi terasa hambar. Sejak senyum Bu Intan k

gi mangkal dekat rumah. Jalan kompleks hanya dipenuhi la

romanya tak mampu menenangkan hati yang mulai sunyi lagi. Ia menata

n," ujar Bi Koni pagi itu sambil menyapu halaman. "Banyak a

tersenyum tipis

k. Berarti Hendra anak yang

itu... terasa seperti layu karena kurang siraman. Pa

i. Tak ada kerutan baru, tapi mata itu mulai menyimpan jeda. J

s terus berjalan.

. Hari ini ada pertemuan PKK di balai desa. Ia tak boleh larut. Ia bukan lagi

an, "Bu... kalau jodoh, nanti balik lagi kok. Kalau

rkaca, tapi ia tertawa kecil

alu lama sampai layu beneran. Kalau yang satu ng

lega, tapi juga tidak sepenuhnya rapuh. Ada yang tumbuh dari kis

ti hari terus berlalu, dan Bu Intan sudah memulai langkah besar dengan dirinya yang benar-bena

olah ikut menjaga perasaan yang sedang rapuh. Bu Intan sudah selesai berdandan anggun dan si

duduk anggun di bangku kayu yang teduh di bawah pohon flamboyan, menarik napas panjang, membiarkan k

nggilan masuk. Nama yang tertera di layar membua

ya terlalu lelah, pikirannya terlalu penuh untuk berbasa-basi dengan pere

oleh dorongan rasa ingin tahu... atau mungkin hanya karena ia terla

menempelkan ponsel ke tel

adien, a

Bu In

ir bersamanya. Hawa dari sebuah pembicaraan yang mungkin akan m

ng perlu kita bicarakan. Dimana saya

in mengabaikan. Tapi rasa penasaran dan ko

re. Siang ini aku ada aca

gusap kebaya dan jilbab modernnya pelan, lalu melirik ke ara

k. Jiwanya masih seperti tertahan di antara masa lalu yang men

hnya. Di belakang kemudi duduk Nirwan, sopir pribadinya yang baru beberapa bula

menguar dari kebayanya yang modern, membaur dengan kesejukan kabin mobil. Saat Nirwan

aya ke rumah Kak Indra, kam

r melalui kaca spion,

ik,

Mungkin agak malam, karena setelah ac

Ekspresinya tetap kalem, ta

belum benar-benar pulih. Anak perta

m itu. "Saya tahu. Makanya kamu harus pulang. Anakmu but

dapatkan izin pulang dari seorang kaka

kasih ba

pohonan yang berjejer rapi di sepanjang trotoar. Di dalam mobil, keheningan menyenangkan se

ah mulai memenuhi halaman. Di depan rumah, beberapa orang tampak

nggun, sempat menatap s

jalan. Salam

erima kasih

ng rumah besar milik kakaknya. Di balik senyum manis dan langkah mantapnya, ta

e 35 tahun. Suami Bu Intan, Pak Rohman, tidak ikut serta. Meskipun telah hampir tiga dekade mer

dipasang rapi, menaungi seluruh halaman utama. Banyak tamu yang hadir, term

itia dadakan. Namun, Dito-salah satu teman dekat Fandy-memilih

sudah cukup akrab dengan keluarga Pak Indra. Ia sering men

belumnya. Bu Intan tampil anggun dalam balutan kebaya hijau yang sederhana namun elegan.

untuk memastikan semuanya berjalan lancar. Setiap kali Bu Intan lewat

juatru melayang ke dua wajah-yang satu bersahaja dalam senyum malu

uga akan hadir di usianya kini, saat banyak

ai yang mengalir diam, tapi dalam. Setiap pandangnya membuat dada Bu Intan terasa tenang,

Intan lama-lama saat mereka berbincang. Sosok yang enerjik, mudah diajak bercanda, dan seringk

perti dikepung dua ar

di dua arah yang saling bertolak belaka

menerangi hatinya yang gelap. Dalam diri Dito, ia melihat versi hidup yang spontan, terbuka

duk di dekat meja, Bu Intan masuk. Ia mengambi

pannya ringan, namun terasa seperti te

as Dito dengan nada rendah. Ia tetap menjaga pandangan agar tidak

t tekanan-tegas tapi tak kasar. Semua dilakukan tanpa ekspresi mencolok, seolah tak terjadi apa-apa. Ia pun b

saya, Bu?" ujar Dito sedikit lebih k

emu yang baru?"

sudah saling menyimpan kontak. Sebenarnya Dito sudah lama mendapat nomor i

ini, untuk membahagiakan wanita yang sudah lama

Intan itu sampai tahu. Namun yang pasti Dito sangat yakin jik

emas!' pikirny

*

Sebelumnya
Selanjutnya
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY