Lae-berdiri di antara barisan teman-teman seangkatannya, jantungnya berdegup kencang. Hari ini adalah hari kelulusan dari Sekolah Menengah Kejuruan, gerbang menuju dunia yang lebih luas, penuh den
duduk di barisan paling dep
itu tak per
ang menyambut pandangannya. Kecemasan mulai merayap, menipiskan kebahagiaan yang sebelumnya membuncah. Sebuah firasat buruk, seperti bisikan angin dingin di te
seperti sambaran petir di siang bolong, menghanguskan semua harapan dan kebahagiaan yang baru saja ia rasakan. Dalam sekejap, Lae bukan lagi seorang siswi lulusan SMK yang bangga, melainkan s
sa rindu yang tak tertahankan. Ia seringkali terbangun di tengah malam, napas terengah-engah, mencari-cari sentuhan tangan ibu atau gurauan ayah. Namun, hanya kehampaan yang menyambutnya. Ia harus menghada
sa terus-menerus terpuruk. Orang tuanya pasti tidak ingin melihatnya menyerah. Dengan sisa-sisa kekuatan yang ia miliki, Lae mulai men
Meski ragu, Lae memberanikan diri masuk. Aroma kain sutra, wangi parfum mahal, dan gemerlap cahaya lampu kristal menyambutnya. Ia diterima sebagai asisten butik, sebuah posisi yang membutuhkan ketelitian dan kesabaran,
n. Ia belajar tentang berbagai jenis kain, tren mode terbaru, dan cara berinteraksi dengan pelanggan yang beragam. Ia berusaha keras untuk tidak membi
ikit berantakan namun tetap terlihat menarik, dan matanya tajam namun memancarkan kehangatan. Ia mengenakan kaus polos dan celana jins, kontras dengan suasana formal butik.
at Lae, yang sedang berdiri di dekat manekin, dan mata mereka bertemu. Jantung Lae sedikit berde
Aku Reza. Putra pemilik butik ini. Kamu pa
sedikit gugup.
, mengulurkan tangannya. "Aku sering mampir
sombong atau angkuh. Sebaliknya, ia ramah, mudah diajak bicara, dan memiliki selera humor yang bagus. Reza sering mengunjungi butik, kadang unt
. Lae, yang biasanya tertutup tentang masa lalunya, tanpa sadar mulai membuka diri kepada Reza. Ia menceritakan tentang kehilangan orang tuanya, tentang perjuangannya untuk bertahan hidup, dan tentan
ali tertawa lepas bersamanya-sesuatu yang sudah lama tidak ia rasakan. Reza selalu berhasil membuat Lae tersenyum, bahkan di hari-hari terberatnya. Ia serin
ih dalam. Sentuhan tangan yang tak sengaja saat menyerahkan barang, tatapan mata yang bertahan lebih lama dari seharusnya, dan detak jantung y
ya rembulan yang samar, di depan pintu gerbang kos, Reza meraih tangan Lae. "Lae," k
sana. Jantungnya berdegup tak karuan. "Aku juga
erhatian di butik. Kencan-kencan sederhana di taman, makan malam di warung pinggir jalan, atau sekadar menghabiskan waktu bersama di kafe kecil, semua terasa begitu istimewa bagi Lae. Reza menjadi dunianya, tempat ia menemukan k
iap kisah cinta, apalagi yang dimulai dari dua dunia yang berbeda, memiliki tantangannya sen
milik MIRALIS, dan sangat peduli dengan citra keluarganya. Baginya, pernikahan adalah tentang menyatukan dua keluarga yang setara, bukan sekadar du
Amara. Reaksi pertamanya adalah kemarahan yang membara. Ia menganggap hubungan itu sebagai noda bagi reputasi keluarganya, sebu
ang kerja pribadinya yang megah. "Bagaimana bisa kamu menjalin hubungan deng
entang betapa berharganya gadis itu baginya. "Bu, aku mencintai L
membeli masa depan, Reza! Kamu adalah pewaris bisnis ini. Kamu harus menikah d
engakhiri hubungannya dengan Lae. Mereka mengancam akan memutus semua dukungan finansial, bahkan mengasingkan Reza dari keluarga, jika ia tetap bersike
orang tuanya. Ia terjebak di antara dua pilihan yang sama-sama berat: mempertahankan cintanya atau menuruti keinginan keluarganya.
uti kegelisahan, bahwa badai akan segera datang. Ia bisa merasakan jarak yang mulai membentang di antara me
nya, hari
a berbeda. Reza tampak murung, matanya merah, dan ia terlihat sangat lelah. Lae tahu, tanpa
Ia menatap Lae dengan tatapan penuh penyesalantu keluar dari bibir Reza tetaplah bagai pukulan telak. "Apa maksud
r kopi di hadapannya. "Mereka mengancam akan melakukan segalanya untuk memisahkan kita. Aku tidak t
n akhirnya tumpah ruah. Rasanya seperti seluruh udara di dalam dirinya lenyap, meninggalkannya kosong dan hampa. Lae tidak bisa berkata apa-apa. Hanya isakan y
h. Butik MIRALIS yang dulunya menjadi tempatnya menemukan harapan dan cinta, kini terasa seperti penjara, penuh dengan kenangan Reza yang menyakit
Reza, untuk melanjutkan hidup. N
lah, dan nafsu makan yang aneh. Awalnya, ia mengira itu hanya karena stres dan kurang istirahat. Namun, setelah beb
gan jantung berdebar kencang. Menit-menit penantian terasa seperti selamanya. Dan ketika dua garis merahham
rahimnya. Rasa kaget, takut, bingung, dan sedikit kebahagiaan yang samar bercampur aduk
pkan kehamilannya. Ia berharap ada sedikit kebahagiaan, sedikit tanggung jawab, sedikit penyesalan di suara R
ak bisa terjadi!" suara Reza terdengar panik. "Ka
erbohong, Reza. Ini benar.
u, suaranya berubah menjadi dingin, tanpa belas kasih. "Kamu harus menggugurkannya, Lae. Ini satu-satuny
itu? Ini adalah darah dagingnya, buah cinta mereka, yang kini ia minta untuk dibuang begitu saja. Air mata Lae
l itu?!" teriak Lae, suaranya bergeta
peduli dengan perasaannya. "Kamu harus menggugurkannya. Aku akan menanggung semua biayanya
uang dalam jumlah besar jika Lae mau menuruti permintaannya. Bagi Reza, ini hanyalah sebuah masalah yang harus disi
, membuatnya merasa seolah ia hanyalah sampah yang bisa dibuang. Ia tidak bisa lagi menahan tangis. Ia terisak di kamarnya yang gelabuah jalan keluar yang tampak "mudah" di mata dunia, namun menghancurkan jiwanya. Di sisi lain, ada janin tak berdosa yan
gala keterbatasan dan ketakutannya, untuk mempertahankan janin yang sedang tumbuh di dalamnya, sebuah simbol cinta yang mungkin tak diinginkan, namun tetaplah sebuah kehidupan