sutra berwarna perak miliknya terasa seperti sebuah ejekan. Gaun itu, sebuah mahakarya desain yang minimalis namun tak bercela, dipilihnya bukan untuk menonj
dinominasikan untuk "Proyek Phoenix," sebuah revitalisasi kawasan kumuh di tepi kota menjadi pusat komersial dan hunian yang berkelanjutan. Sebuah
fi desainnya: arsitektur yang melayani manusia, bukan sebaliknya. Konsep jembatan penghubung yang mengintegrasikan ruang hijau dengan beton, fasad bangunan yang mampu memanen air hujan, dan tat
bungkus tubuhnya dengan sempurna. Tidak ada kerutan, tidak ada cela. Seperti biasa, ia adalah perwujudan dari kesempurnaan yang beku. Matanya yang kelabu
veline pelan. Tangannya tanpa
am ini," katanya lagi, lebih sebagai perintah dar
a menyambut mereka seperti badai petir buatan. Senyum tipis terpasang di bibir Aveline, sebuah senyum yang telah ia latih hingga sempurna di depan cermin. Senyum Nyonya Blackwood. Di mata dunia, mereka
bohongan
n melampaui para pendahulunya. Lalu datanglah Damian Blackwood, dengan tatapan tajam dan ambisi seluas samudera. Pernikahan mereka adalah sebuah merger, penyatuan dua dinasti untuk menciptakan kekuatan tak terkalahkan di industri properti dan konstruksi. Ayahn
proyek-proyek atas nama suaminya. Harapannya terkikis perlahan, seperti batu karang yang dihantam ombak tanpa henti. Damian tidak pernah melihatnya. Ia melihat na
Tuan Tirtayasa, salah satu investor besar Proyek Phoenix. "Aku yakin sekali piala itu ak
ungging di bibirnya. "Kita lihat saja nanti,
arkan simpati yang salah tempat. "Anda pasti sangat bangga pada suami Anda.
memecahkan masalah sistem drainase pada desain yang ia puji. Jika saja ia tahu bahwa 'inspirasi' itu harus berdebat sengit (dalam diam, tentu s
pulau sunyi miliknya sendiri. Ia mengamati detail arsitektur ballroom itu-kolom-kolom bergaya neo-klasik yang megah, langit-langit berkubah dengan lukisan fresko ya
knya. Ia merasakan dilema yang aneh. Sebagian dari dirinya ingin mereka menang. Kemenangan itu adalah validasi atas kerja kerasnya, bukti bahwa idenya memang brilian. Namun, sebagian besar dari dirinya meras
unggu," suara MC menggema. "Architectural I
ix muncul, dengan visualisasi 3D yang memukau dari bangunan-bangunan ramah lingkungan dan taman-taman vertikal, desas-desus keka
mplop dengan gerakan teatrikal. "...Blac
. Ia berdiri, merapikan dasinya, lalu menoleh sekilas ke arah Aveline. Bukan tatapan berba
Ia melihat Damian berjalan menaiki tangga panggung, setiap langkahnya penuh percaya diri. Ia berdiri
i ruangan. "Sebuah kehormatan besar bagi Blackw
mendengarkan, setiap kata terasa seperti butiran pasir yang menggores hatinya. Ia menunggu. Mungkin, hanya mungkin, kali ini akan berbeda. Mungkin di hadapan ratusan orang ini, ia akan memberinya sedikit pen
g ke kejauhan, melewati lautan wajah di hadap
hun pernikahan mereka. Nada itu menusuknya lebih tajam dari pisau. "Inovasi sejati tidak datang dari ruang rapat atau cetak biru. In
rsekian detik, sebuah harapan gila dan mustah
erkaca-kaca dengan tulus. "Untuk arsitek pertama yang menunjukkan kepada saya bahwa
iala itu sediki
i mana pun kau ber
Nama cinta pertama Damian, tunangannya, yang meninggal dalam kecelakaan mobil lima tahun yang lalu. Nama hantu ya
i sekelilingnya terdengar seperti suara air yang menjauh. Wajah-wajah yang menatap Damian dengan penuh kekaguman dan simpati terlihat kabur dan
g relatif, istrinya-arsitek sebenarnya di balik kemenangan itu-telah dihapus sepenuhnya. Ia bukan hanya tidak diberi peng
dak lagi menyakitkan. Rasa sakit telah berubah menjadi sesuatu yang lain. S
ya tampak tenang. Ia melihat pantulan wajahnya yang kabur di permukaan ge
an keretakan fatalnya. Pondasinya tidak pernah ada. Bangunan itu didirikan di atas tanah kosong, di atas kenan
ahnya memancarkan kepuasan yang tenang. Beberapa orang menepuk punggungnya saat ia lewat
ada yang luar biasa yang baru saja terjadi. "Kita harus
i yang biasa ia lakukan. Patuh, ter
i, Aveline ti
nya. Untuk pertama kalinya, ia menatap Damian-benar-benar menatapnya. Bukan sebagai suami, bukan sebagai mit
ru saja ia goreskan. Ia melihat seorang pria yang begitu terbungkus da
gernyit, tidak sab
eraknya, memegangnya erat-erat. Matanya bertemu dengan mata kelabu Damian, dan untuk pertama kalinya, tidak ada lagi
rbalik dan mulai berjalan menjauh. Menjau
i pundaknya. Ia bisa merasakan tatapan bingung Damian di punggungnya, bisa mendengar
alan. Ia tidak menoleh ke belakang. Tidak ada lagi yang perlu dilihat di sana. Bangunan itu telah runtuh. Dan dar