gkat Risa berkali-kali, seolah setiap kata bisa memberinya petunjuk, sebuah alasan yang lebih masuk akal. Namun, yang ia temukan hanyalah kekosongan dan tanda tanya besar yang menganga.
g periang, Risa yang tertawa renyah, Risa yang kadang terlihat malu-malu d
g tajam, menusuk, dan terasa sangat berat. Ia menyesal karena tidak menyadari. Menyesal karena terlalu s
ar biasanya. Tapi Bima, dengan segala ego dan kesibukan batinnya, hanya menganggap Risa mungkin sedan
sak. Ia tidak bisa menceritakan tentang puisi yang ia temukan, atau tentang dugaannya bahwa Risa tahu mengenai Clara. Itu terlalu menyakitkan, terlalu p
icari. Namun, Risa seolah lenyap ditelan bumi. Tidak ada jejak. Nomor ponselnya mati.
dipenuhi bayangan Risa di bangku tengah. Ia melihat bangku itu kosong, dan hatinya terasa ikut kosong. Ia kehilangan fokus, seri
di ruang dosen. "Sejak perjodohanmu dengan Risa... oh, m
Pak. Saya tidak tahu. Risa menghilang, d
ng jawab b
umput yang sepi. "Saya rasa, saya tidak jujur p
ngguk pelan. "M
, terkejut.
sa menyembunyikan masa lalu semacam i
tidak bisa mencintainya seperti saya mencintai Clara." Bima menunduk, meremas jemarinya. "Saya berpikir, jika saya mencoba,
rima bahwa masa lalu adalah bagian dari dirimu, dan masa depan adalah babak baru yang harus kamu tul
Risa. Ia hanya memberikan persetujuan lisan, senyum yang dipaksakan, dan janji kosong. Ia terlalu pengecut untu
k dalam
n surat perpisahan yang tak punya alamat tujuan. Ia mulai melihat foto-foto Risa di grup WhatsApp kelas, foto-foto Risa saat tersenyum lebar bers
apa sedikit yang ia tahu tentang gadis yang hampir menjadi istrinya itu. Ia terlalu fokus pada dirinya sendiri, pada kesedihanny
rasa semakin sepi. Dinding-dindingnya seolah menggemakan keheningan, dan setiap sudutnya terasa kosong tanpa keh
gertian, suatu hari bertanya pada
menjawab apa. "Aku... aku tidak yakin,
ami lakukan karena kami pikir Risa bisa membawamu kembali. Membuatmu tersenyum lagi
in melanjutkan hidup. Aku tahu aku harus. Tapi Clara... Clara selalu ada di sini,"
upmu. Tapi hidupmu harus terus berjalan. Kamu tidak bisa membiarkan masa lalu mengikatmu selamanya. Risa... dia
ama ini ia coba hindari. Ia memang tidak mencintai Risa sepenuhnya. Ia hanya ingin menggunakan Risa s
ang Tak
anggap sebagai kasus orang hilang yang memilih untuk tidak ditemukan. Orang tua Risa, meskipun terpu
pus. Aura cerianya dulu seolah lenyap ditelan bayang-bayang penyesalan. Ia menjadi seorang dosen
engan saksama, dan sesekali tersenyum padanya. Setiap kali ia melihat mahasiswa terburu-buru di tangga, ia teringat insiden keci
rtas terlipat di antara buku-buku lama. Itu adalah puisi Risa. Puisi yang
bacany
senyum yan
ang perlah
p tatapmu
diriku yan
ernah tah
nyi di ba
nah melihat
g di das
kan langkah
jejak yang
ahaya di
an cinta y
pernah melihat air mataku." Kata-kata itu mengiris kesadarannya. Ia adalah orang yang menyebab
anda, menjalani hidup mereka dengan riang. Ia melihat sepasang kekasih berpegangan tangan, saling menatap dengan penuh kasih. Seketika, ia mer
dengan cara ini tidak akan membawa Clara kembali. Justru ia telah menghancurkan potensi kebaha
Clara, ia melihat foto dirinya bersama Risa, yang diambil saat mereka menghadiri acara keluarga. Risa tersenyum cerah, memeluk l
yang akan selalu ia simpan. Tapi Risa adalah masa depannya yang ia biarkan pergi. Risa
i di Tengah
Ia mulai membaca buku-buku tentang penyembuhan trauma, tentang bagaimana melepaskan masa lalu, tentang arti
Anda juga berduka atas apa yang seharusnya terjadi dengan Risa. Anda merasa bersalah, dan itu wajar. Tapi untuk bisa melangkah maju, Anda
a terus-menerus menyalahkan dirinya atas kepergian Risa. Andai saja ia juj
untuk melepaskan. Ia berbicara pada Clara, menceritakan semua yang terjadi. Ia mencerita
kebahagiaan yang pantas untuk Risa. Aku terlalu bodoh, terlalu tenggelam dalam kesedihanku sendiri. Aku akan berusaha, Clara. Aku
ra, tetapi karena ia akhirnya berani mengakui bahwa ia harus melanjutkan hidup. Bahwa ia harus menyembuhka
nipis, Penyesal
mahasiswanya, mencoba menjadi sosok yang lebih hangat dan terbuka. Ia sering memberikan nasihat tentang pentingnya kej
dirinya yang masih menyimpan harapan tipis bahwa Risa akan kembali, suatu hari nanti, muncul di pintu kantornya, atau di sa
rima takdir yang ada. Namun, di setiap acara keluarga, Bima selalu merasakan kehadiran Risa yang tak terlihat. Ia sering melihat o
g melumpuhkan, melainkan menjadi pengingat yang konstan. Pengingat bahwa setiap tin
an kebahagiaannya? Apakah ia sudah sembuh dari luka yang ia torehkan? Apakah ia
sa hidup dengan bahagia, jauh dari bayang-bayang masa lal
agi. Bukan untuk kembali ke hubungan yang dulu, melainkan untuk sebuah kesempatan. Kesempatan untuk meminta maaf dengan
a terus berjalan, terus berbenah, terus belajar untuk menjadi pria yang lebih baik, yang suatu hari
lahannya, dan tentang gadis ceria yang ia hancurkan hatinya. Puisi itu juga adalah pemicu untuk sebuah perubahan. Perubahan yang membu
bayangan penyesalan yang tak kunjung padam, menunggu ses