tu, terasa seperti lembaran baru yang bersih. Udara pegunungan yang segar menusuk paru-parunya, jauh berbeda dengan polusi da
tinggalkan di rumah, sebuah simbol nyata dari pemutusan hubungan dengan masa lalu. Ia ingin menghilang, melarikan diri, bukan dari masalah, tap
kecil, dikelilingi taman yang rimbun dan menghadap langsung ke deretan pegunungan hijau. Aura Bibi Rima selalu menenangkan, seperti aliran sungai yang damai.
a lembut, mengelus rambut Risa. "Mena
ah ia rasakan, semua mimpi yang ia bangun, dan semua harapan yang kini hanc
i di Antara K
Rima, duduk diam di sudut, mengamati bibinya melukis. Aroma cat minyak dan terpentin menjadi terapi tersendiri
teh hangat, duduk di teras, dan hanya menatap pegunungan. Hatinya perlahan-lahan mulai merasakan kedamaian. Tidak ada lagi pikir
apa kuas di hadapan Risa. "Coba saja, Ris," katanya. "Tua
itam, biru tua, abu-abu. Ia mulai memulaskan goresan-goresan abstrak, seperti badai yang bergolak di dalam dirinya. Setiap goresan adalah air
Bagus," katanya. "Sekarang, cari warna ter
kis harapan. Ia mencampur warna-warna cerah: kuning, oranye, hijau muda. Ia melukis pemandangan Cendana, bunga-bunga di taman bibiny
rang: seniman, pengrajin, petani, dan turis. Mereka semua punya cerita unik, dan Risa belajar banyak dari m
da masa kita memakai warna gelap, ada masa kita memakai warna cerah. Yang penting,
bahwa ia tidak bisa terus-menerus hidup dalam keg
dup dari Seb
Setiap perjalanan adalah sebuah pelajaran. Ia belajar tentang ketahanan alam, tentang kekuatan untuk bangkit setel
entang filsafat dan psikologi yang relevan dengan mata kuliahnya dulu. Ia mulai membaca lagi, bukan untuk mengejar nilai, tapi untuk me
rkebun, menanam sayur-mayur dan bunga-bunga di halaman belakang. Setiap aktivitas kecil itu me
unya menulis bahwa mereka sangat mengkhawatirkannya, tapi mereka juga memahami bahwa Risa membutuhkan waktu. Mereka tidak menuntut Risa untuk pulang,
edihannya sendiri. Namun, Risa juga tahu bahwa ia tidak bisa kembali begitu saja. Luka itu terlalu dalam. Ia harus s
ahi Keda
ang lebih dewasa, lebih bijaksana, dan lebih kuat. Senyumnya kini adalah senyum yang tulus, bukan paksaan. Tawanya
aannya, tentang pelajaran yang ia dapatkan, tentang mimpinya di masa depan. Menulis adalah
kebahagiaan sejati tidak datang dari orang lain, tapi dari dalam diri sendiri. Aku belajar bahwa
Mereka sering menghabiskan malam-malam panjang dengan obrolan dari hati ke hati, berbagi cerita, dan saling menguatkan. Bibi Rima menceri
a, "Bibi, bagaimana rasanya mencintai se
ng. Kamu bisa menuangkannya, tapi tidak akan ada ruang untuk isian barumu sampai wadah itu dikosongka
aku lakukan?"
rasakan sakit. Kemudian, lepaskan. Lepaskan harapan, lepaskan masa lalu, dan biarkan dir
a sepenuhnya. Bukan dengan kebencian atau kemarahan, tapi dengan pemahama
lan yang
embuh. Luka-luka di hatinya memang masih ada, seperti bekas luka yang takkan hilang, t
ukan suasana kampus, diskusi-diskusi ilmiah, dan tantangan intelektual. Tapi ia tahu, ia tidak bisa
ngin kuliah lagi, Bi. Tapi bukan di Jakarta. Mungkin di ko
g bagus, Sayang. Kamu sudah siap.
ung, dengan jurusan Filsafat yang cukup bagus dan reputasi yang baik. Bandung adalah kota yang rama
ke Bandung, melanjutkan studinya, da
memasak, dan berjalan-jalan di alam. Risa juga mengunjungi makam nenek dan kakeknya yang dim
untuk orang tuanya. Kali ini, ia menulis de
Papa d
uh. Di Cendana, Risa menemukan kembali diri Risa yang hilang
ru, yang lebih kuat dan lebih bijaksana. Jangan khawatirkan Risa. Ris
cinta dan pengertiannya.
an c
i
n oleh Bibi Rima beberap
tama Menuju
ngan indah, memancarkan cahaya keemasan di
ya, Bi," bisik Risa. "Bibi
sendiri, Sayang. Bibi hanya membuka jalan. Sekar
gan. Ia melihat pemandangan Cendana yang perlahan menjauh, dan hatinya dipenuhi rasa syukur.
is saat pertama kali datang ke Cendana, puisi tentang hati yang hancur dan langkah yang pergi. I
man kosong, mengambil pu
langit
embali tawa
langkah ya
n cerita
tu mas
tak lagi
elah men
ayang yang
lah me
kan masa la
an hati ya
asa depan
apa yang akan terjadi di Bandung, atau apakah ia akan bertemu Bima lagi di masa depan. Tapi satu hal yang pasti: ia siap m
dimulai. Ia tidak lagi berlari, melainkan berjal