inya bahkan saat ia mengepel lantai, menuangkan minuman bersoda ke dalam gelas di ruang makan, dan mengambil kain linen yang diberi wewangian mahal. Perutnya terus-menerus t
n berarti masalah. Beatriz meletakkan ember berisi air, mengeringkan tangannya yang gemetar, dan berjalan melalui lorong-lorong yang lebar dan dingin, seperti koridor di mausoleum
ngetuk
ata suara
membuk
i buku, kertas, dan lampu dengan cahaya hangat yan
a dia mendongak, mata abu-abunya menatapnya de
tunya," pe
iz me
a detik, hanya
sesuatu yang tidak bisa Beatriz sebut
ya akhirnya, menyingkirkan kertas-ker
n tangannya ke celemeknya" Eduardo menambahka
triz berhen
h...?"
k terlalu tinggi, tetapi
eperti predator yang sed
atanya, berhenti di de
dangannya, tetapi Eduar
eatriz dengan dua jari, m
adanya?" tanyanya, suar
engikuti perintah pembersih
amati Beatri
atriz, membaca semua ketak
a, dia t
ring, ham
agus," katanya, m
ntar dari yan
menela
an dua gelas brendi, dan, yang menge
a ia pahami. "Karena kau tidak terlihat," jawabnya. "Dan tidak ada yang mencurigai mereka yang tidak bersuara. Tidak punya nama. Kau sempurna untuk apa yang aku butuhkan." Kekejaman kata-katanya lebih menyakitkan daripada pukulan apa pun. Beatriz bukanlah sekutunya. Beatriz hanyalah alat. Keheningan yang menegangkan menyelimuti kantor itu. "Malam ini," Eduardo melanjutkan, "kamu akan mendapat tugas berikutnya." "Satu lagi?" serunya, tak mampu menahan diri. Dia tersenyum lagi, geli dengan keterkejutannya. "Ya. Kali ini, jauh lebih berbahaya." Beatriz ingin protes, tetapi dia memikirkan Martín. Tentang obat-obatan. Te
h melewati batas
ada jala
hanya hidupnya y
a yang d
tu bahkan b