img Menikahi Duda Arogan  /  Bab 1 Sebuah Ikatan | 4.76%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca
Menikahi Duda Arogan

Menikahi Duda Arogan

img img img

Bab 1 Sebuah Ikatan

Jumlah Kata:2998    |    Dirilis Pada: 21/06/2025

us janda di usia dua puluh delapan tahun. Dinding-dinding apartemen yang dulu dipenuhi tawa Adam, kini hanya menyisakan gema kekosongan. Setiap sudut, setiap benda, seolah

r bagai jurang tak berdasar. Adam ingin hidup bebas, tanpa ikatan, sementara Melati mend

cul di layar. Melati menghela napas panjang se

, Nak?" Suara ibunya terde

berbohong. Baginya, semua

Ibu, nada suaranya berubah berat. "Ada s

. "Siapa, Bu? Ibu tahu ka

i dia pria yang baik. Ibunya sahabat karib Ibu, dan anaknya..."

alasan terbesarnya untuk menikah, dan kini, impian itu seolah pupus bersamaan dengan hancurnya pernikaha

k bisa..." Melati mencoba men

ukan hanya tentangmu. Ini tentang

a. Pada akhirnya, Melati setuju untuk bertemu. Ia merasa lelah, terlalu lelah untuk melawan. Mung

berwarna pastel, berusaha menekan segala emosi yang bergejolak di dadanya. Ibunya sudah tiba lebih dulu, duduk bersama seo

lambaikan tangan dengan antusias. "In

ante Dewi membalas senyumannya dengan hangat. "Cantik

gelap yang memancarkan aura serius, bahkan sedikit arogan. Rambutnya hitam legam, tersisir rapi. Pakaiannya formal, setelan jas mahal yang pas di tubuhnya. Ia tampak

sapa Mel

anpa kata. Sikapnya yang dingin membuat Melati

perti yang akan dijodohkan. Melati sesekali mencuri pandang ke arah Andi, berharap menemukan sedikit kehangatan di matanya, tetapi yang ia temukan

menikah?" tanya Tante D

ntak. "Menik

idak perlu menunda-nunda lagi. Semakin c

butuhkan ibu. Rasa simpati dan kewajiban mulai bercampur aduk di hati Melati. Ia ingin menolak, t

inkan kewajiban dan rasa iba. Andi juga hanya mengangguk, tanpa menunjukkan emosi apapun. Melati tidak tahu a

bihan, mencerminkan hatinya yang tidak bersukacita. Andi dengan setelan jas hitamnya, tampak gagah namun tetap dengan ekspresi datarnya. Tidak ada ciuman

Ia meninggalkan apartemennya dan pindah ke rumah Andi, sebuah rumah besar di kaw

mereka sampai di rumah. Suaranya terdengar datar,

uk memenuhi keinginan ibunda Andi dan, yang terpenting, untuk Rara. Ia masuk ke kamarnya. Kamar itu luas, bersih, dan tera

di ruang kerjanya. Rara, anak Andi, belum terlihat. Ia diberitahu bahwa Rara sedang menginap di rumah neneknya, Tante Dewi, dan

g dingin ini. Ia menyiapkan roti bakar, telur orak-arik, dan jus jeruk. Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki menuruni ta

" tanya Melati

, mencicipinya, lalu mengunyahnya tanpa ekspresi. Melati menunggu reaksi, berhara

is kecil berambut cokelat sebahu, dengan mata bulat besar yang mirip dengan Andi, berlari riang k

nte Dewi lembut, menunjuk Melati

ada sapaan. Hanya tatapan mata yang dalam, seolah menilai. Melati mer

i, memberikan senyum pal

alik kaki ayahnya, sedikit mengintip dar

a Andi, suaranya tenang, tet

lana Andi. Melati merasa sedikit kecewa, te

Melati lembut. "Rara

memang sedikit pemalu dengan orang b

rcerita. Namun, Rara selalu menghindar. Gadis kecil itu lebih suka berada di dekat ayahnya, atau bermain sendiri

stikan semuanya berjalan lancar, dan berusaha keras mendekati Rara. Di sisi lain, ia merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri. Andi tetap menjadi sosok yang

ses, itulah yang ia ketahui dari Tante Dewi. Ia kaya, itu jelas terlihat dari gaya hidupnya, tetapi kekayaannya tidak

mbali bekerja, makan malam, dan kembali ke ruang kerja. Tidak ada spontanitas, tidak ada kejutan. Hidupnya monoton, seperti yang ia dengar dar

tika Andi tiba-tiba muncul. Ia baru saja pulang dari kantor.

?" tanya

m sejenak.

akkan bukunya. "Dem

" Nada suara Andi terdengar sedikit khawati

, wajahnya pucat, dahinya berkeringat. Melati menyentuh dahi Rara, dan memang

nya ke dokter lagi,

ghubungi dokter langganan kami.

pengantar tidur, dan terus-menerus mengecek suhu tubuhnya. Andi berdiri di ambang pint

er memeriksa Rara, memberikan resep obat, dan meyakinkan bahwa demamnya akan turun. Sete

ata Andi tiba-tib

noleh. "U

kau tampak tahu apa

menyukai anak-anak, Andi. Dan

astikan Rara baik-baik saja, dan selalu mendapati Melati setia di samping tempat tidur Rara. Ad

un dengan wajah lebih ceria. Melati menyiapkan sarapan bubur u

Ibu menikah dengan A

rus ia katakan? Ia tidak bisa mengatakan yang sebenarn

ati, mencoba mencari jawaban yang paling jujur namun tetap s

latnya yang besar. "Jadi, Ibu Mela

"Iya, Rara. Ibu ak

t Melati memasak, sesekali bertanya tentang apa yang sedang Melati lakukan. Melati mulai membacakan dongeng sebelum tidur untuk Rara, mengajaknya berma

emosi. Melati merasa ia hidup bersama patung, patung yang sangat tampan tetapi tanpa kehidupan. Ia merindukan percaka

ga, ketika Andi pulang dari kantor. Ia berhenti sejenak,

Andi, suaranya sedikit l

an terpanjang yang mereka miliki di luar topik Rara atau rumah. "Sang

ati menangkap sedikit gurat pemahaman di matanya. Ia kembali

mekar indah, kelopaknya seputih salju. Ia tidak tahu siapa yang meletakkannya di sana. Ia bertanya pad

sedikit kehangatan yang tersembunyi. Mungkin, Andi tidak sepenuhnya tak b

hannya. Apakah ia akan menghabiskan sisa hidupnya dalam keheningan yang nyaman ini? Ia mencintai Rara, itu pasti. Rara adalah ca

nggi dan ia muntah-muntah. Melati panik. Ia segera menele

gi. Dia muntah-muntah," kat

emas. "Aku akan segera pulang.

k. Ia memeluk Rara yang terus menggigil. Dalam keputusasaan, ia mencoba menghubungi tema

pon lagi. "Bagaimana?

ng sekarang," jawab Melati, air matanya mulai

. Aku akan segera sampai. Coba kompres dia te

berikan air hangat, tetapi Rara sangat lemah. Melati merasa tidak berdaya. Ia merindukan Adam, merindukan seseorang yang bis

Andi terdati di halaman. Pria itu langsung masuk ke rumah, berlari menuju

annya?" tanyanya

i," jawab Melati,

ke dalam gendongannya. "Kit

an dan perlengkapan Rara. Mereka bergegas ke mobil. Di perjalanan, Melati memegang

nunggu di luar, tegang. Melati terus-menerus berdoa dalam hati. Andi sesekali melirik M

tabil. Dia mengalami dehidrasi karena muntah-muntah dan demam. Kita a

alinya, ia melihat kelegaan yang begitu jelas di wajah pria itu

dan menemaninya saat dokter memeriksa. Andi juga sering datang, membawa buah-buahan dan mainan untu

r, Andi duduk di sofa di sudu

, Andi," kata

oleh. "U

Rara. Kau... kau tamp

suaranya terdengar lebih lembut dari biasanya. "Sej

n Andi tidak pernah menceritakannya. Rasa simpati menyeruak di hati Melati. Ia menyadari bahwa di balik tembok a

berduka," k

keheningan itu terasa berbeda. Bukan lagi keheningan yang canggu

ersenyum tipis, bahkan sesekali memulai percakapan kecil. Ia juga lebih sering berada di rumah, tidak lagi menghabisk

ng makan malam, Andi tiba-tib

elum pernah keluar dari mulut Andi sebelumnya. "Baik," jawab Melati, s

angguk. "

g dimulai tanpa cinta dan paksaan, akan menemukan jalannya sendiri. Mungkin, di antara mereka berdua,

, kini mulai terlihat berbeda di matanya. Ia masih dingin, ya, tetapi ada retakan-retakan kecil d

anan dirinya. Melati, yang dulu hanya ingin melarikan diri dari takdir ini, kini mulai bertanya-tanya, apakah mungkin ada kebahagiaan yang menanti di akhir perjalanan yang tak terduga ini. Babak

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY