img Suamiku Selingkuh Dengan Pembantu  /  Bab 1 Kilau yang Menggoda | 20.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca
Suamiku Selingkuh Dengan Pembantu

Suamiku Selingkuh Dengan Pembantu

Penulis: Aldulia Wenny
img img img

Bab 1 Kilau yang Menggoda

Jumlah Kata:2904    |    Dirilis Pada: 22/06/2025

ikut menari dalam irama kehidupan rumah tangga yang selama ini dianggap sempurna. Namun, pagi itu, ada sesuatu yang berbeda. Sebuah kehadiran bar

erlihatkan jenjang lehernya yang anggun. Setiap geraknya adalah sebuah tarian, setiap senyumnya menyimpan misteri. Pakainnya, meskipun hanya seragam standar pembantu, entah mengapa selalu tampak pas di tubuhnya, menonjolkan setiap lekuk dengan car

kali berdeham canggung saat berpapasan dengan Maya di koridor. Tukang kebun, Pak Ujang, yang dikenal cuek dan hanya peduli pada tanaman, mendadak rajin mencari alasan untuk berada di dekat area dapur atau ruang makan, tempat M

ta yang paling intens, paling dalam, dan paling ber

erdarah biru, lulusan universitas luar negeri, dengan kecantikan klasik yang tak lekang oleh waktu. Rambutnya hitam legam, tergerai indah, dan matanya memancarkan kehangatan seorang ibu sekaligus ketegasan seorang nyonya rumah. Beberapa bulan yang lalu, kebahagiaan mereka

rnyata tersimpan celah. Celah itu

ras belakang, dan seringkali, untuk melihat Maya beraktivitas di taman atau membersihkan area kolam renang. Gerakan Maya saat menyapu dedaunan, membasuh lantai marmer, atau sekadar menunduk mengambil ala

erlahan berubah menjadi sesuatu yang lebih gelap, lebih mendesak. Aura Maya, yang selalu sedikit misterius dan menantang, ent

anggilan telepon bisnis, menemukan dirinya mondar-mandir tanpa tujuan di ruang keluarga. Matanya melirik ke arah dapur, di mana Maya se

it, suaranya sedikit le

m tipis terukir di

erdengar bodoh bahkan di telinganya sendiri, menging

an ekspresi aneh. "A

Pak Hadit, mencoba mengen

dan denting cangkir yang terdengar. Pak Hadit berdiri di ambang pintu dapur, mengamati setiap gerakan Maya.

sa seperti sengatan listrik yang menjalar ke seluruh tubuh Pak Hadit. Maya menarik tangannya

terdengar tercekat. Ia meraih cangkir i

dengan Maya: menanyakan letak sesuatu, meminta bantuan kecil yang sebenarnya bisa ia lakukan sendiri, atau sekadar berbasa-bas

aja. Ada Bu Tari, istri cantiknya, yang setia menemaninya melewati pasang surut kehidupan, yang baru saja memberinya dua malaikat kecil. Ada

kerjanya menghadap ke bagian belakang rumah, dan dari sana ia bisa melihat lampu kecil d

h ia... mengirim pesan? Otaknya berteriak "Jan

ya?" ketiknya, l

t, ponselnya bergeta

af kalau lampun

isa tidur." Pak Hadit mengetik la

as lagi: "S

berb

ma kali ini. Pak Hadit

kampung, Pak," balas Maya akhi

kan. Namun, ia mencoba memanfaatkan celah itu. "Saya bis

balas Maya. "Tapi tidak apa-

h di hatinya tidak hilang. Ia ingin lebih, ia ingin menembus dinding profesionali

n tak terlihat, semacam energi yang menguar di antara keduanya. Bu Tari, yang sibuk dengan perawatan bayi dan rutinitas baru sebagai ibu dua anak, terla

omatis menyala, memancarkan cahaya redup yang membuat suasana terasa suram sekaligus romantis. Bu Tari sedang memandikan bayi-bayinya den

n beberapa camilan. "Maaf, Pak, listrik

ut dalam cahaya lilin. Rambutnya sedikit basah, mungkin ia baru saja mencuc

gar sangat keras, membuat seluruh rumah bergetar. Maya terlonjak

t bisa merasakan kehangatan lengan Maya yang lembut di bawah jemarinya. Jantung

iknya, suaranya

abil. Mereka berdua berdiri diam, dalam keheningan yang

anya Pak Hadit, menco

Pak. Dulu waktu kecil, pernah a

entar? Sampai petirnya

tangga menuju kamarnya. "Saya... s

g lain sudah tidur, atau sibuk dengan uru

uasana remang-remang itu, kehadiran Maya terasa begitu dekat. Pak Hadit menatapnya, memper

pelan, hampir berbisik. Kata-kata itu

a memerah, dan ia segera menunduk. "Terima kasih

it, merasa semakin berani. "Aku seri

akang dramatis bagi apa yang akan terjadi selanjutnya. Pak Hadit bangkit dari kursinya, berjalan perla

ya berat, penuh hasrat yang

adit. Ada ketakutan di sana, tapi juga ada semaca

ka beradu. Detik-detik berlalu terasa begitu panjang, diiringi detak ja

iuman itu menjadi lebih dalam, lebih menuntut. Tangan Pak Hadit membelai pipi Maya, lalu turun ke leh

melewatinya tanpa ragu. Malam itu, di tengah badai yang mengamuk di luar, di rumah ya

n cara untuk berada di dekat Pak Hadit tanpa menimbulkan kecurigaan. Entah itu dengan alasan membereskan ruang kerja Pak Hadit ketika Bu Tari tidak ada, atau membawakan camilan k

ri sedang sibuk dengan anak-anak di kamar bayi, Pak Hadit akan mencari alasan untuk masuk ke dapur, tempat Maya sering bek

dirinya melakukan hal-hal yang tak pernah ia bayangkan. Ia berbohong pada istrinya, pada dirinya sendiri, dan pada semua orang yang menganggapnya sebagai pria teladan. Maya, di sisi lain, tampaknya pasrah d

ng tahun bayi kembar mereka yang pertama, Maya mulai menunjukkan gejala-gejala yang tidak bisa disembunyikan. Mual di pagi har

nya p

Ketakutan akan terbongkarnya rahasia ini jauh lebih besar daripada kepanikan apapun yang pernah ia rasakan dalam b

t. "Bagaimana ini bisa terjadi?" tan

mata mengalir di pipinya. "Saya tidak tah

u, otaknya berputar mencari solusi. Aborsi? Terlalu berbahay

lus mencintainya, yang rela berkorban untuk keluarganya. Ia teringat wajah polos bayi kembarny

pernah muncul di hati Pak Hadit. Sejak awal, ia melihat kelahiran bayi ini sebagai ancaman,

nya lebih kecil dari yang lain, dan ada tanda lahir besar di pipinya yang menyerupai b

h pukulan telak dari semesta. Apakah ini adalah karma? Sebuah balasan atas perbuatan keji yang ia lakukan di balik punggung istrinya? Ia telah

m diam. Ia menggendong bayinya, berusaha menyalurkan kasih sayang

Bu Tari? Ia memutuskan untuk menyembunyikan keberadaan bayi itu, menempatkan Maya dan anaknya di sebuah kontrakan kecil di pinggir kota, jauh dari

gairahnya terhadap Bu Tari semakin menurun. Suaminya yang dulu hangat dan penuh perhatian, kini seringkali dingin dan menarik diri. Telepon rah

rdapat selembar kertas kecil, sebuah kuitansi pembayaran sewa kontrakan atas nama Maya. Dan tanggalnya... tanggal itu sudah lewat

ganya. Dengan tangan gemetar, ia mencari kontak Maya di ponsel lama Pak Hadit yang tidak sengaja terti

sung terdiam. Bu Tari tidak membuang waktu. Ia menanyakan alamat, dan setelah Maya member

Jalanan terasa panjang, setiap putaran roda menambah ketegangan di dadanya. Ketika ia sampai di alamat y

turun dari mobil, langkahnya terseok-seok, matanya terpaku pada bayi di gendongan Maya. Ada sebuah tanda lahir yang sangat jel

Tari, suaranya ny

cat pasi, matanya membelalak ketakutan. Ia mencoba menyem

lir deras di pipinya. "Ini... ini anak

p menjawab. Air mata juga m

semuanya berteriak kebenaran yang pahit. Ia menatap bayi itu lagi, dan kali ini, ia

hadapannya. Suaminya, belahan jiwanya, telah mengkhianatinya dengan cara yang paling menyakitkan, dengan seorang pembantu di rum

jaring kebohongan yang ia ciptakan sendiri, dihantui oleh rasa bersalah dan ketakutan akan terbongkarnya rahasianya. Permata yang ia sia-s

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY