i aula utama hotel yang megah seharusnya mengiringi langkahnya menuju altar, menuju masa depan yang telah ia impikan bersama Andi. Namun, y
u, kabar burung itu mulai menyeruak, merayap seperti racun, dan kini telah menjadi kenyataan pahit yang meremukkan hatinya: Andi menghilang. Tidak ada pesan, tidak ada
rah kini pucat pasi, matanya sembab menahan tangis. Ia mengusap punggung Sarah yang duduk terpaku di depan meja rias,
Tenggorokannya terasa kering dan perih. "Ini hari
bunga menjulang tinggi, dekorasi indah terpajang di setiap sudut aula, dan aroma masakan
ngnya, ada Bu Rima dan Pak Hadi, kedua orang tua Andi, yang tak kalah panik. Wajah Bu Rima sudah semerah tomat
an nada tertahan. Ia tampak lelah dan frustrasi. "Keluarga sudah mencari ke
anis tentang bagaimana Andi melamarnya di puncak gunung, di bawah taburan bintang, terasa seperti kebohongan besar
mpir menangis. "Malunya... tamu-tamu sudah bany
asaan saya, Tante? Saya yang akan jadi bahan tertawaan, Tante!" Suaranya meninggi,
an menggantung di udara, hanya diselingi
am yang rapi, namun wajahnya tampak datar, tanpa ekspresi yang bisa dibaca. Tatapannya dingin, menyapu seluruh ruangan sebelum akhir
ar dari Andi?" tanya Pak
Ponselnya masih mati. Dan tidak a
nduk, air mata mulai menetes membasahi pipinya, meninggalkan je
aranya tegas namun jelas menyimpan keputusasaan. "Se
, Pak?" tanya Bu Laras, air matany
ngan kembali merajai ruangan, terasa begitu berat, seolah setiap detik adalah perj
menggant
kejutan yang menghempas semua orang. Sarah mendongak, matanya memb
a Pak Hadi,
h lantang, tanpa ragu sedikit pun. "Demi nama baik keluarga. Dem
sikap formal dan kaku padanya? Pria yang sering ia sebut "gunung es" di belakang punggungnya ka
Bu Rima tersentak. "Ini tidak
ang ingin Ibu lakukan? Mengumumkan bahwa pengantin pria kabur di hari pernikahannya? Bayangkan berapa banyak kerugia
ng berkecamuk di wajahnya. Namun, akhirnya ia menghela napas p
"Bagaimana dengan perasaanku? Kau pikir aku boneka yang bisa dimainkan begit
ya. "Apa yang ingin kau lakukan, Sarah? Membiarkan semua orang tahu bahwa kau ditinggalkan calon s
ibunya yang memohon, ayahnya yang tampak begitu putus asa. Hatinya mencelos. Ia terjebak
ata itu tercekat di tenggorokannya. Ia tak sanggup mengucapk
anya terdengar lebih rendah sekarang, hanya untuk didengar oleh mereka berdua. "K
cinta kini berubah menjadi formalitas demi menyelamatkan muka. Sarah menatap Bayu lagi, menca
tak terdengar, seolah setiap suku kata menguras
a menghampiri Bayu, memeluknya erat dengan air mata berlinang. Pak Ha
Terima kasih," bis
n, tanpa suara. Ia harus menikahi pria yang sama sekali tidak ia cin
h. Senyumnya terasa kaku, mata-matanya berusaha menyembunyikan badai yang berkecamuk di dalam hatinya. Ia me
kini pas melekat di tubuh Bayu, seolah memang ditakdirkan untuknya. Mereka mengucapkan janji pernikahan di hadapan penghulu, saksi, dan
dilakukan secara otomatis. Di sampingnya, Bayu berdiri tegak, sesekali melempar senyum tipis yang
tiba di apartemen yang tadinya disiapkan untuk Andi dan Sarah. Apartemen mewah dengan
an ke arah jendela besar, membelakangi Sarah, dan menatap keluar. Sarah m
u tanpa menoleh. Suaranya dingin, d
menuju kamar utama. Saat ia akan membu
nya, menunjuk ke arah pintu la
par oleh kenyataan. Tentu saja. Ini bukan pernikahan sungguhan.
n, bersandar padanya, dan membiarkan air mata yang selama ini ia tahan tumpah ruah. Gaun pengan
apartemen yang sama, makan di meja yang sama, namun mereka hidup di dunia yang berbeda. Bayu pergi bekerja pagi-pagi se
ya sebuah dinding tebal yang tak terlihat mengelilinginya. Sarah sering kali mencoba membaca ekspresinya, me
momen langka ketika mereka berdua di aparte
arah pada Andi?" tanya Sarah,
Ia mendongak, menatap Sarah. Matanya yang tajam itu tidak men
bah apapun," jawabnya d
ari pernikahan kita," suara Sarah bergetar, mencoba menahan
knya. "Aku yang memil
a lekat pada Bayu. "Kenapa kau mau menikahiku? Hany
suatu yang berkelebat di matanya, sesuatu yang begitu cepat hingg
tegas, seolah menutup semua kemungkinan pertanyaan lebih lanjut. Ia
Bayu tidak memuaskannya. Justru, itu menimbulkan lebih banyak pertanyaan. Ada apa s
da alasan yang jauh lebih besar di balik kepergiannya yang tiba-tiba? Firasat buruk menyerga
tahu. Ia harus memahami mengapa hidupnya tiba-tiba berbelok arah seperti
tunya dengan berbagai kegiatan: membaca, menonton film, bahkan mencoba memasak, meskipun Bayu jarang pulang
p mati, dan media sosialnya tidak aktif. Ia benar-benar menghilang tanpa jejak. Keluarga Andi sendiri tampak enggan membicarakan hal itu. Setiap kali Sarah
mengapa Bayu begitu tertutup. Ia tahu itu salah, melanggar privasi, tapi rasa penasarannya jauh lebih besa
enak, tapi rasa ingin tahu mendorongnya untuk membukanya. Di dalamnya, ia menemukan sebuah kalung perak d
rlihat jauh lebih muda, dengan senyum tipis di wajahnya. Dan di sampingnya, seorang gadis c
seperti ini? Dan kenapa Bayu menyimpan kalung itu? Ada kilatan aneh di mata Bayu setiap
lihat tulisan tangan yang samar di
a El
ang kemungkinan besar menjadi kunci dari sikap dingin Bayu. Apakah ini rahasia yang ia sembu
tup kotak itu, mengembalikannya ke tempat semula, dan bergegas keluar dari kama
amarku?" tanya Bayu, suara
haus. Mau ke dapur." Ia menunjukgga kaki, seolah mencari tahu kebohongannya. Sarah menahan na
Bayu akhirnya mengangguk. "Jangan masuk ke kamarku l
ru-buru berjalan ke dapur, seolah ing
itu tumpah. Pikiran Sarah kalut. Foto Elena. Kalung itu. Sikap dingin Bayu. Semua p
t dalam di balik topeng dingin Bayu. Dan rahasia itu, rahasia
enarnya terjadi, tidak hanya demi dirinya, tapi juga demi memahami pria yang kini menjadi suaminya. Apakah ki
idur. Ia berbaring di kamar tamu yang dingin, menatap langit-langit, bayangan Elena melintas di benaknya. Ia tidak t