angit berwarna jingga kusam seperti kai
ng kretek yang menyala pelan. Angin bertiup malas, hanya cukup kuat menggoyang daun jambu, menciptak
apu halaman belakang sebelum berhenti pada wajah Ryan yang
segar aja, ya. Wajahnya cerah terus. Senyumnya itu
h. "Mungkin karena Vina kerja di toko,
oko juga, tapi malah makin kusut. Toko mainan, pula. Tapi Vina emang beda, cantikny
k juga marah. Datar. Tapi matanya menatap dalam, s
sir istri
a buru-buru mengangkat
naran. Lagian bukan cuma aku yang sering bilang gi
a Ryan tetap rendah, tapi nadanya seperti tali
ku. "Ya itu tandanya kamu emang harus bangga, Yan. Mana ada orang kamp
sayatan. "Pujian boleh. Tapi kadang yang
awa lagi, tapi nad
bocah. Walau usiaku lebih tua, kita udah sama-sa
ri. Kadang rumput tetangga kelihatan lebih
ma bantu. Lagian Vina juga selalu sopa
baik. Aku cuma minta satu hal, jangan terlalu ser
"Baik, Yan. Aku paham maksudmu. Nanti mal
i langkahnya tak seenteng biasanya. Ada kegugupan di pu
nghilang ke udara. Kata-kata Andri menggugah potongan-potongan ingatan yang semula dianggap remeh: betapa sering Vina men
Gayanya meyakinkan, mulutnya manis. Dan entah kenapa, rasa tidak ny
, muncul rasa yang aneh-antara curiga, takut, dan pasrah. Ia belum tahu apakah ini
ncul dengan gayanya yang khas, jaket lusuh tergantung di bahu, dan rambutnya yang disisir ke belakang tamp
apanya, setengah rama
sih menyimpan jejak keresahan set
lakukan teman. Ia mengeluarkan rokok dari kantong celananya, menyala
ari kejauhan. Ngobrol sam
bentar," jawa
mpan sesuatu. "Hati-hati, Yan. Tem
pat, alisnya na
ajak ngobrol. Tapi kamu tau sendiri, dia tipe yang... kalau liat sesuatu menari
na terdengar terlalu pas dengan rasa cur
uga tau istrimu memang luar biasa. Nah apakah kamu gak curiga sama si Andri. Istri secantik Vina, jangan terlalu
an di pangkuannya, ta
an-bukan," lanjut Dayat, masih dengan senyum yang terlalu santai. "Ka
u barusan ngomong kayak orang mab
ng yang nyata. Dan aku cuma pengin kamu waspada aja
kata Ryan pende
h. "Aku gak bermaksud jahat, Yan. Cuma kadang suami mem
n ketakutan mulai saling berebut tempat. Ia tahu, kampung kecil ini penuh bisik-bisik, dan istriny
nja, dan malam pu
empat disampaikan. Ryan melangkah keluar rumah, niatnya sederhana-sekadar membeli roko
r suara dua lelaki yang sangat ia kenal
engar geli. "Tapi jujur ya, aku yakin istrinya itu kurang kepuasan. Lihat aja cara
i dalam sekam. Gerak-geriknya... lirikan matanya, cara dia bawa diri-kaya
tergelak, nyaris tersedak kopiny
asa melon campur cabe rawit. Sekali nyoba, me
r sedang menyalakan api di dada seseor
ahnya terasa lumpuh. Bukan karena takut-tapi karena malu. Sebab sebagian dari kat
udah pengen banget punya anak. Tapi ya... lihat sendiri suaminya. Istrinya penuh gair
Kalau aja dia minta bantuan buat buntingin
as Andri. "Jangankan satu anak, Sepulu
an terasa makin kecil. Ucapan mereka seperti belati: tidak langsun
tapi karena di dalam hatinya sendiri, ia juga mulai bertan
lebih mendesak adalah menjawab pertanyaan yang tiba-tiba menggelegar
ngiang seperti gema buruk yang tak bisa dipadamkan. Dalam hati, ia mencatat: Dayat memang ular kepala dua
kamar. Di sana, Vina duduk santai di atas ranjang, ponsel di tangan, senyum-seny
m. Ingin bertanya, "Sedang chat sama siapa?" Tapi lidahnya kelu.
pelan, tapi sang istri tak menoleh. Jemarinya tetap si
an serak, "Boleh
nci ponsel. "Apa, M
alu mengusap
ayat, mereka sering gan
namanya juga lelaki. Kadang celetuk, goda
api kamu... nggak
i. "Asal jangan diladenin, tapi juga jangan
ligus menusuk. Ryan memaksak
napa nanyanya ane
k apa-apa. Aku cuma.
*

GOOGLE PLAY