n berdering dua kali sebelum dia mengangkat, suaranya yang c
atal ikut spa besok. Akhirnya Brama
erbicara, tetapi hanya is
ik-baik saja?" Suara Jiha
araku pecah. "Aku perl
arena Brama? Apa bajingan po
esar, terlalu mengerikan. Rasanya jika aku mengatakannya dengan
luar. "Yang kau ceritakan padaku di Paris. Te
reau? Elara, itu komitmen dua tahun. Kau bilang tid
t perutku mulas. "Pendapa
ng sebenarn
tah dan napas yang tersengal-sengal. Taman itu. Kania. Anak laki-laki yang me
itu. Benar-benar sampah. Setelah semua yang kau lakukan untuknya, untuk pernikahan itu. Perawat
rgagap. "Dan kau masih ham
erutku yang rata. Gerakan protektif dan naluriah. Bayi itu.
seperti medan perang, kekecewaan yang menghancurkan dari bulan ke bulan. Aku melak
anehnya tenang. "Aku harus pergi. Sekarang. Aku akan mengur
but, pertanyaan itu menggan
enjawab. Ak
ke rumah yang tidak lagi terasa seperti milikku. Sudah larut ketika ak
a kopi penuh dengan puntung rokok. Dia tidak pernah merokok. Hanya ketika dia sangat stres. Pema
jah mereka dipenuhi ketakutan. Dia memiliki
ya digantikan oleh gelombang kelegaan yang begitu kuat hingga nyaris terasa.
Kau tidak menjawab teleponmu." Dia membenamkan wajahn
pelanggaran. Aku mendoron
tapku, sebersit kebingungan d
bohongku, suaraku d
uncul. "Sudah kubilang untuk selalu mengis
ang kontrol. Setiap penyimpangan dari rutinitasku, setiap panggilan tak terjawab, akan men
nya melembut. "Maaf, aku tidak marah. Hanya khawatir." Dia merogo
da. Dia membukanya untuk memperlihatkan kalung berlian, desain yan
ma di Eropa. Kau suka?" tanyanya, matanya penu
u. Kemunafikannya sungguh luar biasa. Dia mencoba membeli penga
a apa-apa, wajah
suka? Tidak apa-apa, aku bisa membelikanmu yang lain. Apa pun yang kau
ing Golden Retriever kecil yang berbulu lebat. Anak anjing itu merintih pelan
lenganku. "Ingat Sunny? Kau sangat sedih saat dia mati. Aku tahu
mengalir di pipiku. Sunny adalah anjing masa kecilku. Brama membencinya, selalu bersin dan mengeluh, tetapi dia mentolerir anjing itu un
al-hal kecil yang berarti bagiku. Dan dia menggunakan pengetah
ar dari bibirku. Pria ini, monster ini, dia mengenalku denga
angan. Dia pikir dia telah menang. Dia pikir makhluk kecil berb
apanku, dan mengajukan pertanyaan yang te
a kau masih
ergeletak di meja kopi, bergetar. Layarnya m
ni
tenggorokanku. Dunia b
nya. "Hanya pekerjaan, sayang. Masalah di kantor cabang." Dia me
r seolah dia sangat menderita. "Aku har
alik unt
hanya melihatnya berjalan pergi, kebohong
agang pintu, aku berbicara
ngg
bersit ketidaksa
gambil sebuah map dari laci, dan berjala
ndatangani ini
n, sebuah tindakan pencegahan yang Jihan desakkan setelah pertama kali aku c
huruf tebal. Brama Wijaya. Dan di