eperti lelucon kejam dibandingkan dengan neraka yang berkobar di dalam diriku. Inilah solusi akhir Brama. Dia tidak hanya akan menghukum masa kiniku; di
pesan terakhir nenekku menjadi mantra di tengah
gga merenggut napasku. Aku menggigit bibirku untuk menahan jeritan, merasakan rasa
a. Batuk hebat mengguncang tubuhku, dan aku
u-kegelisahan, mungkin-melintas di wajahnya yang sempurna. Itu ada
a pada seorang pelayan di
ata itu keluar di tengah rasa sakit. "Tid
ingin. Dia berbalik dan berjalan keluar ruangan, meninggal
an dunia memudar dan muncul kembali dalam gelombang penderitaan dan ketidaksadaran. Aku terbangun buk
t. Aku merasa kosong, cangkang r
ali berdiri di sana, wajahnya menyeringai jijik. Dia melemparkan sebuah bungkusan
ngat pendek dan tipis yang terlihat seperti pakaian
itu, suaranya penuh ejekan. "K
Aku mendorong gaun itu menjauh se
an." Dia merobek selimut dariku dan, dengan bantuan pelayan lain, memaksa tubuhku yang memberontak m
yang mengilap, aku melihat sekilas diriku sendiri. Aku adalah orang-orangan sawah yang mengenaengan gelas kristal dan peralatan perak yang berkilauan. Brama duduk di kepala
g seperti ini. Dia akan menjual sisa ha
uluhan duduk di seberang Brama. Matanya menjela
ku, Brama," kata pria itu dengan suara keras,
ak Hartono, Anjani ada di sini untuk memasti
pada babi ini.
uyung mundur, mencoba melarikan diri, t
r mata mengalir di wajahku. "To
lan terhuyung-huyung ke arahku. "Jangan khawatir, sayang. Suamimu hanya ing
cengkeram lenganku. Dunia berputar, dan pikiran sadarku yang