andang
tiku yang hancur. Patung itu bukan hanya kaca; itu adalah pengabdianku selama bertahun-tahun, doa-doaku k
nada yang sempurna. Dia berlutut, berpura-pura mengumpulkan pecahan
mengeluarkan jeritan kecil yang teatrikal. Sete
iran yang panik. Dia dengan lembut mengambil tangan Lila, memeriksa luka
ut. Dia bahkan tidak melirikku, atau puing-puing kehormatanku yang berserakan di lantai. Ra
ar kesedihanku. Aku melihatnya apa a
nnya," kataku, suarak
i air mata buaya. "Apa? Ti
uaraku semakin kuat. "Lobi ini punya kristal
h. Dia bangkit berdiri, kekuatan Alpha-nya yang murni mene
penuh, tapi hampir, sebuah peringatan yang membuat serigala dalam dirik
ntuk apa pun," balasku, keber
arang rongsokan tak berharga?" Dia menunjuk dengan acuh pada kristal yang
a. "Jangan menangis, sayangku. Aku tidak akan membiarkannya membuatmu kesal." Lalu dia menatapku lagi, wajahny
etapi niatnya menggantung di udara di antara kerbahaya. "Keluar dari gedungku. Keluar dari wilayahku
ng kupikir kami miliki, yang telah kupupuk selama bertahun-tahun, putus. Rasa
a laluku yang hancur. Aku mendorong pintu kaca yang berat dan melangkah ke dalam h
ebih tua menggodaku, memecahkan patung latihan kayu kecil yang kuukir. Kaelan, yang sudah memancarkan wibawa, menemukanku menangis. Di
ng rusak saat itu. Sekarang,
p dan menggigil tak terkendali. Rasa sakit karena penolakan, hujan dingin, kelelahan emosional yang l
n kesengsaraan. Mungkin dua hari kemudian ketika pintuku dit
uk di tempat tidu
intu. Hujan menetes dari rambutnya, matanya liar dengan amarah yang menak
leherku, dan mengangkatku dari bantal. Cengke
ang menakutkan yang merupakan Perintah Alpha murni, m
, napas panasnya menerpa wajahku.
-
 
 
 GOOGLE PLAY
 GOOGLE PLAY