Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 2

Jumlah Kata:1435    |    Dirilis Pada: 29/10/2025

* Kata-kata nenekku adalah sebuah perintah, sebuah surat izin yang tak pernah kusadari kubutuhkan. Tapi bagaimana? Pernikahan tin

perti suasana pemakaman. Gaun putih di cermin adalah kain kafan yang indah. Aku butuh bukti. Aku butuh alasan yang tak te

udian a

tor

a bangun dari tidurnya di kamar tamu. Dalam kesibukan persiapan pernikahan, aku benar-benar lupa tentang itu. Aku telah melemparkan unit induknya ke dalam tas semalamku, tet

t. Itu adalah id

g rusukku. Jari-jariku menggenggam plastik dingin penerima. Aku menyalakannya, suara statis m

h. Sebuah suara merembes masuk, t

o? Aku tidak mau dia pingsan, hanya... b

paruku dengan desakan y

n meredakan histerianya. Kita akan memasukkannya ke dalam sampanye sebelum upacara. Dia akan mengira itu hanya efek sampa

tu klinis, dingin, benar-benar mengerikan. Mereka membica

udah konfirmasi dengan katering? Spanduk 'Selamat Ulang Tahun Leo

erlalu emosional' dan sudah istirahat, para staf akan mengganti semuanya. Resepsi pernikahannya yang memb

is

ola dengan efisiensi kejam. Mereka tidak hanya melewatiku; mereka secara aktif bersekongkol untuk menghapusku dari perayaanku sendiri. Keke

dalah perasaan asing, kuat dan sangat bersih. Selama bertahun-tahun, emosiku adalah

isi bunga lili di meja samping. Tanpa berpikir

l pecah di lantai marmer. Air dan bunga menyebar ke karpet mahal. I

sebelah, suara kursi yang ditarik mundur. P

nya merobek sanggul yang rumit. Aku meraih kotak nenekku, kayu halus itu menjadi ke

sol sederhana yang kukenakan ke hotel pagi itu, tergeletak di kursi. Di atasnya, aku mengen

isi koneksi dan kewajiban. Aku meninggalkannya. Aku memutuskan segalanya.

lihat pintu sempit yang belum pernah kuperhatikan sebelumn

remang yang berbau debu dan pembersih industri. Betonnya dingin dan kasar

gkar berlapis emas di lantai penthouse. Perjalanan itu terasa seperti selamanya. Setiap lantai

cakan dengan jubah sutra dan legging, rambut berantakan, kaki telanjang, memeluk sebuah kotak kayu kecil di dadan

u lintas, sirene, obrolan seratus percakapan-menghantamku sekaligus. Hujan mulai turun, gerimis halus yang me

a menatapku di kaca spion, ekspresinya cam

ugenggam di tanganku. Huruf-huruf perak itu

suaraku serak tapi ma

ntas. Aku membayar sopir dengan uang seratus ribu rupiah darurat y

hitam ramping yang menembus langit kelabu Jakarta, menggores awan. Gedung itu memancar

man santai Marco, mendorongku maju. Aku ti

epsionis berpenampilan tegas dengan rambut bob hitam tajam mendongak s

tu?" tanyanya, suaranya

mu Julian Suryo," kataku,

Anda pun

aku. "Tapi i

dwal," katanya dengan nada final. Dia sudah me

ku melihat deretan lift di belakangnya, sala

ke sana!" teriaknya, suaranya m

memindai tombol-tombolnya, mataku mendarat pada yang tertinggi, ditandai

Ketika pintu terbuka, pintu itu terbuka ke area resepsionis yang luas dan minimalis. Seorang pria muda, mungkin asisten

leh masuk ke sana!" pek

endorong pintu berat itu

n. Beberapa pria berjas gelap mahal duduk di sekitar meja konferensi mahon

rna yang seolah melekat di tubuhnya. Rambut gelapnya dipotong pendek, sangat rapi. Wajahnya penuh sudut tajam dan garis tegas,

iap mata di ruangan itu tertuj

ang mewah. Tanganku mantap saat aku membanting kartu nama nenekku ke permukaan mahon

dari kartu itu dan bertemu dengan mataku. Matanya cer

berdering dengan kejelasan yang mengejutkanku. "Aku ingin

-olah dia sedang mengupas setiap lapisan keputusasaan dan kemarahanku untuk melihat mesin di baliknya

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY