in yang tak henti-hentinya. Aku terbaring di cekungan dangkal di salju, sebuah lubang yang digali denga
inggi yang mengganggu telingaku. "Dia merobek jaketnya s
a kasar di bahuku. "Lina! Lina, b
Paru-paruku terbakar dengan setiap napas pendek yang terengah-engah. Dingin kini menjadi kehadiran yan
man Bram, mengintip ke dalam lubang saljuku. "Dia hanya kesal
inan, tetapi dengan penghinaan total. "Sudah kuduga. Dia
nada panik yang tulus kini mewarnai si
tku lebih jauh ke dalam lubang salju, sepatu botku bergesekan tak berdaya di atas es. Dia menumpuk salju di seki
lju dari sarung tangannya ya
mencengkeram kain celana saljunya deng
anku, ekspresinya penuh dengan
but Karin. "Jangan terlalu keras padanya, B
dalam suaranya adalah pukulan fisik. "Ayo pergi. Di
eka memudar, dit
send
lkan untuk mati oleh pria yang
enti menggigil sekarang, sebuah tonggak yang menakutkan. Aku tahu apa artin
timeter, memperlihatkan lapisan dalam pada elemen-elemen alam. Angin langsung masuk ke celah itu, serangan brutal yang k
diriku. Telepon satelitku hilang. Tapi ada satu kesempatan terakhi
irancang untuk berinteraksi dengan selimut pintar. Dan tersembunyi di dalam manset lengan kiri, dijahit ke dalam jahi
us menc
menekuk ke arah wajahku, tetapi nyaris tidak berkedut. Lengan kananku sedikit lebih responsif. Dengan san
ti rasa dan tidak berguna, tidak bisa m
nilah akhirnya. Dikhianati, ditinggalkan, dan mem
akan kekuatan terakhir. Aku tidak akan mati sepe
. Gigiku menjepit bahan tebal itu, mengabaikan rasa sakit yang menyentak di rahangku.
ecil yang hampir ta
lubang itu. Sekali. Dua kali. Tidak ada hasil. Senso
oleh angin, aku membenturkan perge
g nyaris tak terlihat berked
ti
kitkan. Segera diikuti oleh gelombang kelelahan yang lua
asa sangat berat. Dunia memudar menjadi putih yang damai dan me
merenggutku, sebuah bayan
cahaya biru selimutku menerangi wajahnya. Air mata palsu itu hilang.
nyaris berbisik melawan angin. "Ka
pikir kamu hanya sedang mengamuk. Dia bilang padaku dia sudah membencimu selama bertahun-tahun. Benci hidup di bawah bayang-baya
ahan es, menusuk bagian te
bisiknya, senyumnya melebar
sebuah isyarat penghinaan terakhir. "Jangan kh
am badai salju, meninggalkanku dengan kebenaran ya
-
GOOGLE PLAY