img Segitiga Penguasa - Sudut Pertama  /  Bab 2 Sebuah Pelarian (Bagian 2) | 10.00%
Unduh aplikasi
Riwayat Membaca

Bab 2 Sebuah Pelarian (Bagian 2)

Jumlah Kata:1168    |    Dirilis Pada: 20/05/2022

aian perang lengkap. Riak air dalam cangkir itu terlihat bergerak ce

cecunguk itu kabur?” t

ng sudah kepayahan dengan sederet luka di sekujur tubuhnya berkata dengan suar

Kedua matanya membe

jurit itu semakin ketakutan. Buliran keringat

guh memalukan!” cangkir perak itu akhirnya diremas kuat-kuat. Isinya berhamb

sih berlutut ketakutan. Mulut prajurit itu menganga dengan sendirinya. Dan dengan kecepatan yang luar biasa, kedua u

an semburan darah yang mulai terhenti. Tubuh prajurit itu melunglai bagai

n itu tertawa terbahak-bahak. Menikmati

han dasar bambu. Kedua bola matanya langsung membelalak ketika ia dapati tubuh temannya telah

aki berpakaian perang

emalingkan wajahnya, menghadap ke arah Tuannya. “Agn

na denga

menjawab. Ada jeda panjang

aw

etapi kami masih terus berusaha untuk mencari. Seluruh prajur

ampai matahari terbit dan masih tak kudengar kabar kemat

h kuyup terguyur peluh. Rasa takut yang teramat besar kini

gi, Bodoh!" ha

saya, Tuan.

s dari jendela rumahnya. Tak ada bulan, bintang, atau penghias langit lainnya.

suaminya terkesiap dengan sesuatu yang mengusik penglihata

ah? Kenapa?” pertanyaan perempuan itu menggantung di udara. Kedua bola matanya membundar leba

rtanyaan. Mulutnya terasa kelu untuk mengucap kata. Ia terlalu enggan untuk bersuara. Nanar, lelaki itu hanya

aminya adalah seorang bayi yang masih berwarna merah muda. Tanpa tersadar, kedua kakinya pun

enghujaninya, lelaki itu segera beringsut perg

a sang istri kembali, sembari

stinya. Kami telah dikhianati. Ka

h si

busuk, dan sel

epaket hangat topik pembicaraan menyenangkan. Ia akan bertutur tiada henti, membicarakan perkembangan buah hati yang amat mereka cintai. Mimpi itu begitu indah, sa

arus be

ma

ras. “Kembali ke tempat asalk

a, dua puluh

erapa hari dilahirkannya. Ia usap lembut rambut anaknya. Ia cium kening dan

ari tadi ia berada dalam posisi yang sama, hanya mengamati. Tak lama ia pun memberanikan diri mendekati

erubah. Amarah membuncah, dan kekesalan membeludak. Dari sekian banyaknya manusia di muka bumi, ke

elaki itu menghela napas. “Maafkan aku,”

ekspresi yang sama. Terd

telah berbuat salah kepadamu,” katanya. “Sudah hampir sembilan bulan lebih kau menaruh rasa benci terhadapku.

n itu. Rasa benci memang masih tertanam kuat di hatinya. En

h sayang yang luar biasa, namun ia tak pernah meminta. Jika bukan karena lelak

anya tertunduk lesu. “Aku tahu kau tak pernah mencintaiku. Bahkan, kau mungkin sangat membenciku.

ekik histeris. Semburan darah dari mu

gegas mencari sumber suara. Sontak, ia ikut membelalakkan mata. Di ujun

tu terkulai ke arah depan. Terlihat se

ng serasa tak asing di ingatannya. “Ini … anak panah ini ….” tangan pria itu terjulur, meraih secarik kertas yang menempel di anak panah yang telah

Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY