Buku masroziqmmmglobal
/0/24159/coverbig.jpg?v=e276a949e4d442a7b939f9ad28ce21ac)
Petualangan Mamat: Ilmu, Nafsu, dan Takdir Wanita
"Perempuan adalah ujian, tapi juga penebusan. Dan aku... bukan lagi lelaki biasa." ________________________________________ Malam menggigil pelan di balik kaca jendela kamar mewah itu. Lampu-lampu kota menyala seperti kilatan bintang-bintang kecil yang lupa jalan pulang ke langit. Di pojok ruangan, seorang lelaki duduk bersila, punggungnya tegak, wajahnya tenang, tapi sorot matanya menyimpan badai yang sudah terlalu lama ditahan. Namanya Mamat. Orang-orang kota mengenalnya sebagai "Ki Prabu Lelana", pemilik jaringan klinik penyembuhan batin yang tersebar di lima negara. Tapi hanya sedikit yang tahu, bahwa tubuh laki-laki itu pernah diselimuti bau keringat dan tanah liat, tinggal di rumah reyot beralaskan tikar goni, dan berjalan tanpa alas kaki dari satu musholla ke musholla lainnya-bukan karena ibadah, tapi karena ingin menghindari rumah. Rumah yang penuh tangis, lapar, dan kesepian. Seorang perempuan cantik berbalut gaun satin melangkah pelan dari balik tirai kamar mandi. Rambutnya masih basah, matanya setengah mabuk oleh kenikmatan yang baru saja ia telan. Ia tersenyum sambil memeluk Mamat dari belakang, mengusap dadanya yang hangat. "Aku belum pernah merasakan seperti ini, Kang... bukan sekadar tubuhku... tapi jiwaku seolah ditelanjangi," bisiknya. Mamat tak menjawab. Ia hanya mengusap jemarinya yang dingin ke tangan sang wanita. Hangat. Lembut. Tapi tak mampu menyentuh hatinya yang kini keras bagai batu kali. Karena di dalam dadanya, sebuah kenangan masih mendesak ingin hidup. Kenangan akan gadis kecil berkerudung merah muda yang dulu menghindari duduk sebangku dengannya, hanya karena... Mamat dianggap bau. Kenangan akan malam-malam di mana ia mengunci diri di kamar mandi karena tubuhnya bergolak tapi tak punya siapa-siapa yang bisa mengerti. Malam-malam di mana ia menangis tanpa suara, hanya ditemani gemericik air di ember yang tak penuh. Dan kenangan itu kembali malam ini, hanya karena ia mencium wangi sabun yang sama. Sabun murahan, yang dulu dipakai ibunya. "Aku tak butuh cinta," bisik Mamat lirih. Wanita itu mengernyit. "Apa, Kang?" Mamat menggeleng. Ia meraih kitab kecil dari balik kopernya. Kitab lusuh, tulis tangan, dengan halaman yang sudah hampir lapuk dimakan waktu dan doa-doa rahasia. "Ilmu Penunduk Jiwa dan Raga" Ia menatap halaman pertama yang ditulis dengan darah dan air mata. Di sana tertulis: "Untuk lelaki yang dicampakkan dunia. Untuk tubuh yang dianggap hina. Untuk jiwa yang ingin menguasai bukan karena cinta- tetapi karena pernah ditolak oleh cinta itu sendiri." Mamat menutup matanya. Dan malam mulai bicara, seperti biasanya. ________________________________________ *Karena inilah awal dari segalanya. Awal dari lelaki bernama Mamat. Awal dari legenda yang tak pernah benar-benar mati.*