/0/10287/coverbig.jpg?v=5b470ed475f88d85cf4b7b135d9d22db)
Sebagai anak pertama, Nav harus merelakan masa mudanya untuk mencari penghasilan. Mengenyam pendidikan hanya sampai menengah pertama, membuat dia tidak leluasa memilih pekerjaan dengan gaji tinggi. Orang tua yang tidak memiliki kekayaan tentu membuatnya mau melakukan hal itu. Akan tetapi, semua tidan seperti yang Nav inginkan sebagai hasil. Kedua adik laki-lakinya sama sekali tidak tahu cara menghargai dirinya yang sudah berkorban banyak hal untuk mereka. Dengan seenaknya, sang adik malah ingin meminta hal yang lebih besar demi popularitas mereka di sekolah masing-masing. Dengan puncaknya, orang tua dari Nav memintanya memakai segala cara untuk mengabulkan permintaan adik-adiknya. Nav tentu menolak jika yang harus dia korbankan adalah harga dirinya. Namun, seperti sama sekali tak memiliki belas kasih, kedua orang tua itu justru menjebaknya. Nav tidak memiliki pilihan selain pergi. Tak peduli denga napa hidupnya setelah itu, dia merasa jika dirinya haruslah membebaskan diri. Bagaimana nasib Nav setelah pergi dari rumah yang sudah membuatnya hidup seperti di neraka itu?
"Nav, adikmu sudah waktunya membayar uang bulanannya. Nanti kau berikan padaku, ya?"
"Apa yang kemarin belum dibayarkan? Bukannya aku sudah memberikan uang bulanan sekolah mereka kemarin, Bu?" Tangan lentik itu berhenti kala mendengar suara ibunya. Tak disangka, uang yang baru diberikannya seolah hilang tanpa sebab dan meminta kembali, tentu dengan alasan yang sama.
"Bukankah kau tahu sendiri, Nav. Adikmu itu tidak hanya membayar uang bulanan sekolah, tapi juga kas. Uang yang kemarin kau berikan itu tentu untuk membayar kas saja."
Navier-wanita berusia dua puluh tahun yang harus menjadi alat pencari uang itu, menghela napas berat. Selalu seperti itu. Bagi Navier yang hanya lulusan menengah pertama, membiayai sekolah adik-adiknya tentu bukan perkara yang mudah. Tidak hanya satu, melainkan dua. Dan mereka bersekolah di salah satu sekolah swasta elit yang tentu biayanya tidak main-main.
Ayah dan ibunya masih lengkap, dengan kesehatan yang cukup untuk menghasilkan lebih banyak uang. Hanya saja, ibunya memilih untuk menjadi ibu rumah tangga, dan sang ayah yang hanya seorang karyawan biasa tentu tidak bisa memenuhi semua hal dengan cukup.
Seperti saat ini, di mana Navier diminta untuk membayar uang bulanan adiknya. Padahal, beberapa hari yang lalu dia sudah memberikan sejumlah uang untuk membayar tagihan bulanan.
"Bu, aku sudah memberi mereka uang bulanan sekolah sekaligus iuran kas. Mana mungkin mereka menagih lagi?" tanya Navier. Jumlah untuk membayar uang kas dan bulanan tentu bukan jumlah yang sedikit. Bahkan, gajinya saja sudah hampir habis dan waktu ke penerimaan gaji berikutnya masih lama.
"Jadi kau meragukan adik-adikmu?"
"Bukan begitu ...."
"Kalau kau tidak meragukannya, ya sudah! Beri saja apa yang mereka minta. Mungkin saja kau memberi mereka uang yang kurang untuk membayarnya, jadi mereka meminta lagi untuk menutupi kekurangannya."
Navier menghela napas dalam untuk meredakan emosinya. Selalu saja seperti ini, di mana sang ibu membela adik-adiknya, bukan malah mendengar penjelasan dari dua belah pihak. Navier pikir, sang ibu sudah tidak memiliki rasa keadilan untuknya.
"Tapi, Bu, uangku sudah ...."
"Ibu tak mau tahu, kau sudah harus memberikannya malam nanti!"
Sang ibu berlalu meninggalkannya tanpa mendengar alasan lebih jauh, dan tanpa memberinya kesempatan untuk menjawab, pula.
Navier berpikir, selalu saja seperti itu saat mereka meminta uang. Dengan alasan ayahnya yang tidak pernah memiliki gaji yang cukup, mereka seolah memeras keringatnya. Navier bukan tak tahu jika ayahnya sering pulang lebih pagi, sedangkan dirinya harus bekerja hingga menjelang dini hari. Namun, bukannya mereka merasa iba dan membantu Navier dengan mencari pekerjaan lain, mereka seperti semakin menyamankan diri.
Ibunya beralasan jika bekerja, anak-anaknya tidak akan memiliki cukup kasih sayang. Sedangkan ayahnya, mencari pekerjaan lain akan membuatnya cepat lelah. Alasan yang cukup masuk akal, tetapi tidak cukup kuat untuk masuk di logika gadis itu.
Sedangkan Navier, dia mengambil tiga jenis pekerjaan sekaligus di hari yang sama. Pagi hari dia harus mengantarkan susu dan koran, setelah itu, bekerja paruh waktu di salah satu toko swalayan dan ketika berganti waktu kerja, dia akan memulai kembali di sebuah cafe hingga larut malam. Bagitu seterusnya setiap hari, dan hanya memiliki satu hari waktu libur dalam sebulan. Namun, semua penghasilannya selalu berakhir di tangan adik-adiknya.
"Doakan aku sehat selalu ya, Bu," ucap Navier. Meski ibunya sudah tidak ada di depannya lagi, dia tetap mengatakan hal itu. Dipandanginya pintu rumah yang sudah bercat pudar itu dengan sendu. Merasa bahwa seolah dunia ini tak terlalu adil baginya hanya karena dia seorang wanita.
Kata ibunya, seorang wanita tidak perlu memiliki pendidikan yang tinggi. Cukup memiliki kemampuan membaca dan menghitung tingkat dasar saja sudah cukup. Itulah yang mendasari mengapa dia mengenyam pendidikan hanya sampai tingkat menengah. Sedangkan adik-adiknya, memiliki semua kesempatan dan dukungan penuh untuk bersekolah di sekolah swasta elit dengan biaya besar.
"Anak laki-laki perlu memiliki wawasan yang luas, pendidikan yang tinggi, dan lingkungan yang mumpuni untuk memiliki masa depan yang cerah."
Begitulah kata-kata ibunya saat Navier mengatakan keingin untuk melanjutkan pendidikannya. Bukan otak Navier tak mampu. Dia cukup memiliki kemampuan dan kecerdasan jika hanya untuk mencari beasiswa penuh di jenjang berikutnya. Hanya saja, lagi-lagi sang ibu menghalangi langkahnya untuk menjadi lebih baik.
"Kau sudah mau berangkat?"
Lamunan Navier membuyar, saat mendengar suara berat ayahnya. Pria yang memiliki bentuk bibir sama dengannya itu tersenyum manis. Hal yang Navier rasa cukup untuk membuatnya bertahan di tempat mengerikan yang dia sebut keluarga.
"Iya, Ayah. Tumben jam segini ayah sudah berangkat?" tanyanya. Biasanya, ayahnya hanya akan berangkat jika sudah mepet waktu masuk, dan jamnya tentu setelah keberangkatan Navier. Jadi, mereka berpasapan seperti ini adalah hal langka yang wajib Navier syukuri.
"Yah ... pimpinan yang baru lebih disiplin, jadi ayah harus berangkat lebih awal agar tidak terlambat dan kena sanksi. Sayang sekali yah, kita berangkat di arah yang berlawanan. Kalau saja bearah, Ayah tentu tidak akan keberatan jika kita berangkat bersama," ucap ayahnya.
Navier tersenyum, lalu dia membalas, "Tentu aku ingin kita berangkat bersama, Yah. Mungkin kalau ada lowongan yang letaknya searah kantor Ayah, aku akan mengambilnya."
"Ah, ya sudah. Ayo kita berangkat sebelum terlambat," ajak sang ayah. Navier mengangguk. Dia mungkin tidak terlalu memikirkan hal buruk seperti terlambat, karena jarak yang tidak terlalu jauh, ditambah dengan waktu yang tidak mendesak. Tidak seperti ayahnya.
Akan tetapi, ucapan sang ayah berikutnya berhasil membuatnya perasaannya kacau.
"Kau usahakan memberi apa yang ibumu pinta tadi, ya. Kasihan adik-adikmu jika mereka harus dikucilkan karena terlambat membayar."
Navier kembali terdiam. Ingin sekali dia berteriak kalau hal itu adalah tanggung jawab ayahnya. Namun, semua hanya bisa dia telan kembali dan memberi anggukan sebagai jawabannya. Terkadang, Navier berpikir. Mengapa bukan ayahnya yang berusaha lebih keras untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya yang lain? Kenapa harus dirinya yang bekerja lebih keras untuk memberikan jalan yang bagus untuk adik-adiknya?
Atau, kenapa ibunya tidak membantu mencari kerja sampingan juga seperti orang lain?
Navier bukannya merendahkan pilihan sang ibu untuk menjadi ibu rumah tangga saja. Akan tetapi, tidakkah ibunya terlalu santai? Bahkan untuk membersihkan piring kotor, mencuci baju, dan mengepel lantai, harus Navier yang melakukannya. Dengan semua pekerjaan itu, Navier harus rela bangun lebih pagi dari siapa pun, dan tidur lebih lambat dari yang lain.
Navier ingin berkata jika dirinya tidak sanggup. Namun, dia mengurungkan niat itu karena bagaimanapun juga, dia masih hidup dengan baik dan mendapat makanan yang layak dari mereka.
2. Blurb: Terjebak di antara dua kakak-beradik kembar, membuat Farrin pusing. Dia menjalani hubungan dengan Avan, tetapi malah menikahi Vian—sang adik. Bukannya menyerah, Avan sebagai seorang kakak malah lebih gencar mendekati Farrin. Pria itu juga berencana untuk merebut istri dari adiknya itu, apa pun caranya. Kekeraskepalaan Farrin dan perlindungan dari Vain membuat Avan geram. Ternyata semua tidak sesuai dengan apa yang sudah Avan rencanakan. Namun, Avan tak kehilangan akal. Pria itu malah merencanakan hal licik untuk memisahkan hubungan adik dan mantan kekasihnya. Mampukah Avan merebut Kembali cintanya? Dan … siapa yang Farrin pilih untuk melabuhkan hatinya?
Binar Mentari menikah dengan Barra Atmadja,pria yang sangat berkuasa, namun hidupnya tidak bahagia karena suaminya selalu memandang rendah dirinya. Tiga tahun bersama membuat Binar meninggalkan suaminya dan bercerai darinya karena keberadaannya tak pernah dianggap dan dihina dihadapan semua orang. Binar memilih diam dan pergi. Enam tahun kemudian, Binar kembali ke tanah air dengan dua anak kembar yang cerdas dan menggemaskan, sekarang dia telah menjadi dokter yang berbakat dan terkenal dan banyak pria hebat yang jatuh cinta padanya! Mantan suaminya, Barra, sekarang menyesal dan ingin kembali pada pelukannya. Akankah Binar memaafkan sang mantan? "Mami, Papi memintamu kembali? Apakah Mami masih mencintainya?"
"Ada apa?" tanya Thalib. "Sepertinya suamiku tahu kita selingkuh," jawab Jannah yang saat itu sudah berada di guyuran shower. "Ya bagus dong." "Bagus bagaimana? Dia tahu kita selingkuh!" "Artinya dia sudah tidak mempedulikanmu. Kalau dia tahu kita selingkuh, kenapa dia tidak memperjuangkanmu? Kenapa dia diam saja seolah-olah membiarkan istri yang dicintainya ini dimiliki oleh orang lain?" Jannah memijat kepalanya. Thalib pun mendekati perempuan itu, lalu menaikkan dagunya. Mereka berciuman di bawah guyuran shower. "Mas, kita harus mikirin masalah ini," ucap Jannah. "Tak usah khawatir. Apa yang kau inginkan selama ini akan aku beri. Apapun. Kau tak perlu memikirkan suamimu yang tidak berguna itu," kata Thalib sambil kembali memagut Jannah. Tangan kasarnya kembali meremas payudara Jannah dengan lembut. Jannah pun akhirnya terbuai birahi saat bibir Thalib mulai mengecupi leher. "Ohhh... jangan Mas ustadz...ahh...!" desah Jannah lirih. Terlambat, kaki Jannah telah dinaikkan, lalu batang besar berurat mulai menyeruak masuk lagi ke dalam liang surgawinya. Jannah tersentak lalu memeluk leher ustadz tersebut. Mereka pun berciuman sambil bergoyang di bawah guyuran shower. Sekali lagi desirah nafsu terlarang pun direngkuh dua insan ini lagi. Jannah sudah hilang pikiran, dia tak tahu lagi harus bagaimana dengan keadaan ini. Memang ada benarnya apa yang dikatakan ustadz Thalib. Kalau memang Arief mencintainya setidaknya akan memperjuangkan dirinya, bukan malah membiarkan. Arief sudah tidak mencintainya lagi. Kedua insan lain jenis ini kembali merengkuh letupan-letupan birahi, berpacu untuk bisa merengkuh tetesan-tetesan kenikmatan. Thalib memeluk erat istri orang ini dengan pinggulnya yang terus menusuk dengan kecepatan tinggi. Sungguh tidak ada yang bisa lebih memabukkan selain tubuh Jannah. Tubuh perempuan yang sudah dia idam-idamkan semenjak kuliah dulu.
21+ !!! Harap bijak memilih bacaan HANYA UNTUK DEWASA. Untuk menguji kesetiaan pasangan masing-masing akhirnya Arga dan rekan-rekan sekantornya menyetujui tantangan gila Dako yang mengusulkan untuk membolehkan saling merayu dan menggoda pasangan rekan yang lain selama liburan di pulau nanti. Tanpa amarah dan tanpa cemburu. Semua sah di lakukan selama masih berada di pulau dan tantangan akan berakhir ketika mereka meninggalkan pulau. Dan itu lah awal dari semua permainan gila yang menantang ini di mulai...
[ Mature Content ⛔ ] [ 21 + ] Penulis : penariang Genre : Romance - Adult Sub - Genre : Sick Love with Angst *** Zhou Zui Yu mengalami kegagalan pernikahan sebanyak dua kali. Tepat sebelum hari pernikahannya dilangsungkan, semua tunangannya akan mundur dengan alasan dia terlalu membosankan. Masyarakat kelas atas menyebutnya sebagai "Burung Gagak" karena kesannya yang penyendiri dan pendiam. Namun, suatu hari, seorang tuan muda bernama Ming Yu dari negara tetangga tiba-tiba saja datang untuk mengajukan lamaran pada Zhou Zui Yu setelah semua rumor yang tersebar. Hingga membuat semua orang tercengang. "Berhentilah, aku tidak berniat menikah dengan siapapun." "Lalu bagaimana jika aku berusaha lebih keras? Maukah kamu memberiku kesempatan?" Secuil kisah, tentang seberapa keras tuan muda Ming Yu berusaha merebut hati keras Zhou Zui Yu. Sampai-sampai melupakan status mulianya sebagai tuan muda terhormat.
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Firhan Ardana, pemuda 24 tahun yang sedang berjuang meniti karier, kembali ke kota masa kecilnya untuk memulai babak baru sebagai anak magang. Tapi langkahnya tertahan ketika sebuah undangan reuni SMP memaksa dia bertemu kembali dengan masa lalu yang pernah membuatnya merasa kecil. Di tengah acara reuni yang tampak biasa, Firhan tak menyangka akan terjebak dalam pusaran hasrat yang membara. Ada Puspita, cinta monyet yang kini terlihat lebih memesona dengan aura misteriusnya. Lalu Meilani, sahabat Puspita yang selalu bicara blak-blakan, tapi diam-diam menyimpan daya tarik yang tak bisa diabaikan. Dan Azaliya, primadona sekolah yang kini hadir dengan pesona luar biasa, membawa aroma bahaya dan godaan tak terbantahkan. Semakin jauh Firhan melangkah, semakin sulit baginya membedakan antara cinta sejati dan nafsu yang liar. Gairah meluap dalam setiap pertemuan. Batas-batas moral perlahan kabur, membuat Firhan bertanya-tanya: apakah ia mengendalikan situasi ini, atau justru dikendalikan oleh api di dalam dirinya? "Hasrat Liar Darah Muda" bukan sekadar cerita cinta biasa. Ini adalah kisah tentang keinginan, kesalahan, dan keputusan yang membakar, di mana setiap sentuhan dan tatapan menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Apa jadinya ketika darah muda tak lagi mengenal batas?