/0/22383/coverbig.jpg?v=79aeb86db39fa6821d538a98ba331368)
DIGILIR BESAN DAN MENANTU - Rahasia Birahi Kampung
Khusus Dewasa
Khusus Dewasa
"Aku bener-bener sudah menyerah, Pak!" pekik tertahan dari seorang wanita berusia 45 tahun.
Lelaki berusia 55 tahun berbaring kaku di atas tempat tidur, tubuhnya terasa lemas tak berdaya. Tatapannya kosong, menembus langit-langit kamar yang tampak biasa saja, seolah tak ada lagi yang bisa dia perbuat. Wajahnya menyiratkan penyesalan dan keputusasaan yang mendalam.
Di sampingnya, seorang wanita berbaring membelakanginya. Keheningan di antara mereka terasa menekan. Lelaki itu terjebak dalam pikirannya sendiri, meratapi kegagalannya. Ia merasa telah berusaha, tetapi kembali gagal memberi kepuasan pada istrinya. Perasaan tak mampu, tak berdaya, dan tidak cukup menghantui setiap sudut hatinya, mengikis kepercayaan dirinya.
Keheningan yang semula mendominasi kamar tiba-tiba terpecah oleh helaan napas berat dari sang istri yang masih cantik dan bugar, menahan kekecewaan yang kian memuncak. Perlahan, dia membalikkan tubuhnya menghadap suaminya yang masih terpaku menatap langit-langit, lalu berkata dengan nada dingin, namun tajam.
"Berapa lama lagi kamu mau seperti ini, Pak? Aku capek..."
Lelaki itu tersentak, meski tetap tak segera menoleh. Dia tahu ini akan datang, tapi tak pernah siap menghadapinya.
Suaranya serak saat menjawab, "Aku... Aku sudah berusaha, Bu. Kamu tahu itu..."
Sang istri duduk, menyilangkan tangan di dadanya. Matanya berkilat dengan kemarahan yang selama ini terpendam.
"Berusaha? Itu yang kamu sebut berusaha? Sudah berbulan-bulan kita seperti ini, dan aku-aku tidak tahan lagi! Kita punya empat anak yang sudah dewasa dan berumah tangga, Pak. Di balik pintu ini, aku merasa... kosong. Merasa sendiri. Kamu tahu itu? Kosong!"
Mendengar kata-kata tajam itu, lelaki itu merasakan pukulan lain pada harga dirinya yang sudah rapuh.
"Aku tahu... Aku tahu, Bu... Aku cuma... aku cuma..." katanya terbata-bata, merasa tak punya kata yang tepat untuk menjelaskan perasaannya. Keberhasilannya sebagai petani sukses, penghasilannya yang melimpah, semua terasa tak berarti lagi ketika dia gagal dalam urusan rumah tangga yang paling pribadi.
"Jangan beri aku alasan lagi!" potong istrinya dengan cepat. "Apa gunanya semua uang dan ladang yang kamu punya kalau kita... seperti ini? Kamu sibuk di luar, sukses, dihormati, tapi di sini... kamu bukan siapa-siapa. Aku merasa seperti perempuan tak punya suami!"
Lelaki itu menoleh perlahan, tatapannya penuh rasa sakit dan ketidakberdayaan. "Aku minta maaf, Bu... Aku benar-benar sudah berusaha. Ini bukan soal keinginan, ini soal... aku..."
"Aku tidak butuh kata-kata maaf!" balas istrinya dengan suara yang mulai bergetar. "Aku butuh kamu. Aku butuh suami yang masih bisa aku andalkan! Lelaki jantan walau sudah tua. Aku nggak bisa terus hidup dalam kekosongan ini. Aku masih perempuan normal, Pak! Aku juga butuh... butuh nafkah lahir batin yang seimbang!"
Tangisan tipis terdengar dari tenggorokan sang istri yang tercekat, sementara suaminya hanya bisa diam. Kata-kata itu menggantung di antara mereka seperti dinding yang tak kasat mata-kekosongan yang begitu nyata, namun tak pernah terucap. Pertengkaran kecil itu terasa lebih menyakitkan daripada ledakan emosi besar.
Setelah pertengkaran itu, lelaki itu terpuruk dalam kebisuan. Kegagalan dan rasa bersalah terus membebani. Dia semakin tertutup, jarang berbicara dengan istrinya. Hari-harinya hanya diisi oleh pekerjaan di sawah dan ladang, diiringi keheningan yang menghancurkan hatinya. Bahkan enggan bertemu atau bahkan bermain dengan cucu-cucunya.
Suatu sore, saat pulang lebih awal, suara dari kamar mengusik langkahnya. Firasat buruk muncul. Dengan hati-hati, dia mendekat, mengintip melalui celah pintu yang sedikit terbuka. Pandangannya tertuju pada istrinya-dan anak buahnya, terbaring bersama di ranjangnya.
Dunia lelaki itu runtuh seketika. Napas tersengal, tubuhnya kaku. Pengkhianatan dari istri dan anak buahnya sendiri menusuk lebih dalam dari sekadar kecurangan. Tanpa kata, dia mundur, menjauhi kamar dengan hati hancur.
Saat itu juga, dia menulis surat cerai. Tak ada keributan, tak ada luapan emosi. Saat istrinya dan anak buahnya keluar dari kamar dengan wajah ceria penuh kepuasan, dia hanya berkata, "Kita selesaikan di sini saja. Aku sudah nggak punya apa-apa lagi untukmu. Dan kalian harus menikah nantinya."
Istri dan anak buahnya tertegun. Namun akhirnya istrinya menandatangani surat itu tanpa perlawanan. Semua berakhir tanpa drama. Mereka berpisah dengan perasaan campur aduk-kehilangan, kesedihan, tapi juga lega.
Lelaki itu menatap langit, menarik napas panjang. Hidupnya tak seperti yang dia bayangkan, tapi kini dia melangkah lebih ringan, tanpa beban dan kebohongan.
^*^
Waktu terus berjalan, dan mantan istrinya kini hidup bahagia bersama mantan anak buahnya yang lebih muda, menikmati kemakmuran dari harta gono-gini hasil perpisahan mereka, serta sibuk mengemong anak dan cucu-cucunya.
Sementara itu, sang lelaki, yang kini dikenal sebagai duda abadi, merasa cukup puas dengan kehidupan tenangnya. Ia telah menerima kesendirian, memilih fokus pada dirinya sendiri dan pertanian yang semakin berkembang pesat.
Namun, ketenangan itu tak bertahan lama. Gosip tentang dirinya yang dituduh impoten dan loyo mulai menyebar bak api di musim kemarau, menjadi bahan obrolan hangat di sudut-sudut kampung.
Cemoohan itu, meski tak pernah diucapkan langsung di hadapannya, tetap terasa tajam dan menghujam hatinya, merusak ketenangan yang susah payah ia bangun.
Karena tak tahan dengan hinaan dan cemoohan, sang duda mendatangi seseorang. Dia mencari penyembuhan bukan hanya untuk hatinya yang terluka, tetapi juga untuk kehormatan yang direnggut. Bukan ingin balas dendam, melainkan kebanggaan diri yang dulu pernah dimilikinya, namun kini terkubur dalam rasa malu.
Dia ingin merasa kembali perkasa, dihormati, dan menjadi pusat perhatian para wanita-sesuatu yang tidak pernah ia alami dengan penuh kepastian.
Lelaki itu akhirnya tiba di hadapan Mbak Terong, yang konon katanya berusia lebih dari seratus tahun. Sosoknya tampak ringkih, tetapi matanya menyiratkan kekuatan dan kebijaksanaan yang tidak biasa. Di sebuah gubuk tua yang terletak di puncak bukit, di antara aroma dupa yang tebal, lelaki itu mengutarakan keinginannya.
"Keinginan saya sederhana, Mbah. Saya ingin kembali menjadi lelaki sejati. Bukan untuk membalas dendam, tapi agar bisa kembali berdiri tegak sebagai pria yang dihormati."
Mbah Terong memandangi lelaki itu. Ada senyuman tipis di wajahnya, seolah-olah dia sudah sering mendengar permintaan serupa. Dengan gerakan perlahan, dia mengambil sebuah cincin hitam yang tampak berkilauan di bawah cahaya temaram lentera di ruangan itu.
"Keinginanmu bukan sesuatu yang mustahil," kata Mbah Terong dengan suara berat dan berwibawa. "Tapi seperti semua kekuatan besar, ada harga yang harus dibayar."
Lelaki itu menelan ludah, tetapi tetap tenang. Dia tahu bahwa segala sesuatu memiliki harga, dan dia siap membayarnya.
"Cincin ini," lanjut Mbah Terong sambil mengulurkan cincin tersebut ke tangan lelaki tersebut, "akan memberimu kekuatan yang kamu cari. Kamu akan kembali perkasa, bahkan lebih dari sebelumnya. Tapi ada syarat-syarat yang harus kamu penuhi."
Lelaki itu menunduk, mendengarkan dengan saksama.
"Pertama, kamu harus membayar harga yang sangat mahal untuk cincin ini. Tapi itu belum semua. Kamu juga harus menanam terong ungu di sekitar rumahmu-dan ingat, kamu tidak boleh menjual satu pun. Kamu harus memberikannya secara cuma-cuma kepada ibu-ibu di sekitar desa."
Pak Wira mengerutkan kening, merasa aneh dengan permintaan itu. Namun dia tetap diam dan mendengarkan.
"Dan ada satu syarat lagi," lanjut Mbah Terong, matanya menyala sejenak.
"Syarat terakhir ini akan datang melalui mimpimu nanti malam. Hanya kamu yang akan tahu apa syarat itu, dan kamu harus mematuhinya. Jika kamu melanggar, kekuatan yang ada dalam cincin ini akan berbalik melawanmu."
Lelaki itu terdiam sejenak. Ada kegelisahan dalam hatinya, tetapi dia tahu bahwa tidak ada jalan lain. Dia ingin kehidupannya kembali, ingin membungkam mulut-mulut yang mencemooh dirinya.
"Saya siap, Mbah!" jawab Lelaki itu dengan keyakinan yang bulat.
Mbah Terong tersenyum tipis, lalu menyerahkan cincin tersebut kepada lelaki itu. Malam itu, sang duda merasa seperti telah melangkah ke dunia baru, dunia yang penuh dengan peluang dan kekuatan yang tak terbatas.
Dan seperti yang dijanjikan Mbah Terong, malam harinya lelaki itu menerima syarat tambahan melalui mimpinya. Dalam mimpi itu, sosok yang misterius memberi tahu syarat terakhir yang harus ia patuhi.
Anehnya, syarat itu ternyata begitu mudah untuk dilakukan, jauh dari yang ia bayangkan. Dia tersenyum puas dalam tidurnya, merasa yakin bahwa kehidupannya akan segera berubah drastis.
^*^
"Hasrat Ayah Tiri Perkasa" Di balik wajah teduhnya, Om Farhat menyimpan bara hasrat yang tak pernah ia ungkap. Sebagai suami baru ibunya, kehadirannya di rumah seharusnya menjadi pelindung bagi Naya, gadis remaja yang masih mencari jati diri. Namun, batas-batas kesopanan mulai kabur ketika perhatian kecil berubah menjadi tatapan berbeda, sentuhan ringan menjadi godaan terlarang. Naya terjebak dalam pusaran perasaan yang membingungkan-antara benci, penasaran, dan ketertarikan yang tak bisa ia sangkal. Sementara Pak Bram, dengan wibawa dan kekuatan yang dimilikinya, terus bermain di ambang dosa dan kehormatan. Mampukah mereka mengendalikan hasrat yang semakin membara? Ataukah mereka akan terjerumus dalam hubungan yang mengancam kehancuran keluarga?
"Aku kehilangan istri, anak, dan harga diriku. Tapi malam itu... aku menemukan kembali siapa diriku sebenarnya." Ketika sebuah surat menghancurkan hidupnya, Jovan terseret ke dalam pusaran kenangan, dendam, dan nafsu. Dalam pelariannya mencari jawaban, ia justru menemukan kekuatan untuk bangkit-dan jejak bayang istri yang telah menghancurkan segalanya. Pemburu Nafsu – Jejak Bayang Istri yang Kabur Sebuah kisah lelaki yang terjerat masa lalu, dan perjuangannya untuk menemukan kebenaran... walau harus menantang batas dirinya sendiri.
Godaan Liar Sang Ustazah ini memuat unsur kedewasaan yang cukup eksplisit dan ditujukan khusus untuk pembaca berusia 21 tahun ke atas. Bukan untuk mengajak pada dosa, bukan pula untuk menghakimi siapa pun. Cerita ini hadir sebagai bentuk refleksi dan hiburan, menyentuh realita-realita yang mungkin jarang dibicarakan, namun nyata dalam kehidupan. Karena tak semua kisah hidup berjalan lurus dan suci seperti yang kita bayangkan. Di balik senyum, ada luka. Di balik keputusan, ada dilema. Dan di balik romansa, ada rindu yang tak selalu sederhana. Romantika hidup ini terlalu berharga untuk sekadar diabaikan. Kadang, justru dari cerita-cerita yang kita anggap "gelap" itulah, kita bisa menemukan cahaya: tentang siapa kita sebenarnya, dan apa yang sedang kita cari di dunia ini. Selamat membaca. Semoga ada yang bisa dipahami... dan barangkali juga ada banyak manfaatnya dari hanya sekedar hiburan semata. Mohon maaf jika banyak hal yang masih kurang nyaman untuk dibaca. Terima kasih.
“Good, kamu juga bisa mengelaborasi tugas itu, yang penting misi utama tidak terabaikan. Ingat kita hanya waktu maksimal tujuh bulan!” “Siap komandan!” “Kamu mesti tahu bahwa Madam Elva tidak sembarangan ngambil anak buah. Dia bukan germo kelas bawah yang menipu anak gadis di kampung buat dijual di kota. Ya, mungkin dia pernah atau masih juga begitu sih, dengar-dengar jaringannya menyediakan buat semua pangsa pasar.” Nikita masih terdiam menyimak. “Itu nanti kamu cari tahu saja. Yang jelas banyak anak buahnya itu high class, dan punya profesi utama bukan hanya sebagai pelacur: Ada yang masih mahasiswi, wartawan, sekretaris, perawat, atau malah istri orang yang diabaikan suaminya. Kamu bisa paham kan tipe seperti apa orang-orang yang bekerja sama dengan kamu nantinya.” Kompol Rudy menambahkan,
"Tolong hisap ASI saya pak, saya tidak kuat lagi!" Pinta Jenara Atmisly kala seragamnya basah karena air susunya keluar. •••• Jenara Atmisly, siswi dengan prestasi tinggi yang memiliki sedikit gangguan karena kelebihan hormon galaktorea. Ia bisa mengeluarkan ASI meski belum menikah apalagi memiliki seorang bayi. Namun dengan ketidaksengajaan yang terjadi di ruang guru, menimbulkan cinta rumit antara dirinya dengan gurunya.
Suasana malam itu membuat Aris terhanyut dalam kenikmatan.. ia mulai menjamah bagian tubuh perempuan lain yang saat ini menjadi selingkuhannya. Suara desah mengiringi deras hujan yang turun malam itu.. Kepergian Wilona menjadi kesempatan besar untuk Flo merebut lelaki yang selama ini ia idamkan..sudah sangat lama ia menginginkan Aris menjadi miliknya seutuhnya. Namun, semua keinginan itu adalah hasrat terlarangnya, karena pria yang menjadi idamannya saat ini bukan lain adalah iparnya sendiri..
Dua tahun lalu, Regan mendapati dirinya dipaksa menikahi Ella untuk melindungi wanita yang dia sayangi. Dari sudut pandang Regan, Ella tercela, menggunakan rencana licik untuk memastikan pernikahan mereka. Dia mempertahankan sikap jauh dan dingin terhadap wanita itu, menyimpan kehangatannya untuk yang lain. Namun, Ella tetap berdedikasi sepenuh hati untuk Regan selama lebih dari sepuluh tahun. Saat dia menjadi lelah dan mempertimbangkan untuk melepaskan usahanya, Regan tiba-tiba merasa ketakutan. Hanya ketika nyawa Ella berada di tepi kematian, hamil anak Regan, dia menyadari, cinta dalam hidupnya selalu Ella.
Diperuntukkan bagi dewasa berumur 18+. Harap bijak dalam memilih bacaan.***Seperti biasa mas bram pun selalu punya cara untuk memberikan alasan pada ibundanya setiap bulan ketika harus bertemu dengan aku. Dan hal itu bukan masalah yang besar untuk mas bram mengingat dirinya seorang atasan pada perusahaannya dimana dirinya diharuskan untuk mengontrol beberapa cabang diluar kota.Seperti pagi ini disaat aku sedang mamasak, mas bram diam-diam memelukku dari belakang dan mendaratkan ciuman nya di tengkuk leherku. Kami seperti pengantin baru saja, padahal kami sudah menikah selama sepuluh tahun lamanya. Dan dia adalah seorang lelaki yang romantis dan penuh pengertian dan sangat paham apa yang membuat aku bertekuk lutut dihadapan. Atau paling tidak disangat mengerti apa yang kuingini ketika kami dimabuk asmara seperti ini.Aku hanya mendesah, “ Mas, geli aah..Dia tambah bersemangat dengan memelukku tambah erat. Hingga akupun merasakan kelelakiannya ketika menyentuhku dari belakang.
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
© 2018-now Bakisah
TOP