Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Pernikahan Di Atas Dendam
Pernikahan Di Atas Dendam

Pernikahan Di Atas Dendam

5.0
47 Bab
3K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Alesya kehilangan ayahnya, tetapi saat beranjak dewasa dirinya bersiap membalas perbuatan si pembunuh yang diduga adalah Barra. Namun, gadis ini tidak memiliki cukup bukti. Maka mungkin menikahi Edward-putra pria itu dapat mempermudah niatnya. Bagaimana pernikahan di atas dendam ini. Apakah akan berujung pada kata cinta ataukah hidup Alesya akan berakhir di tangan Barra?

Bab 1 Tersangka Pembunuh!

Di atas kapal pesiar, seorang gadis terdampar. Bukan tanpa alasan, itu karena dirinya mengikuti seorang pria yang diduga pembunuh ayahnya, tetapi karena pria itu tidak bodoh, alih-alih ditangkap justru gadis bernama lengkap Alesya Amanda seolah menjadi bulan-bulanan di atas kapal hingga dirinya tidak mendapatkan fasilitas apapun, dirinya hanya gelandangan di atas benda ini. "Menyebalkan!" rutuknya di bawah angin besar yang menerpa rambutnya, "kenapa tiba-tiba nasibku seperti ini, padahal tadi itu tinggal sejengkal saja aku akan mendapatkan pria itu. Ck!”

Pakaian yang dimiliki Alesya hanya tinggal dua helai saja, hanya yang dia gunakan, semua benda bawaannya sudah dibuang ke laut oleh beberapa pegawai kapal karena menganggapnya sebagai penyusup padahal sebelumnya gadis berusia dua puluh tiga tahun ini adalah tamu terhormat sama dengan yang lainnnya.

Sementara di dalam sana, pria yang diikuti Alesya justru hidup sangat tenang nan damai. Pria bernama Barra sedang bersulang menggunakan gelas berkaki berisi red wine. Dirinya seorang pengusaha yang bergerak di bidang pertambangan dan beberapa bisnis di bidang berbeda-beda.

Edward baru saja meninggalkan tempat duduknya. "Maaf, saya perlu ke toilet." Sikap santun dipasang di hadapan ayah serta beberapa tamu sang ayah. Pria berperawakan propesional ini mencoba mencari-cari keberadaan Alesya, gadis yang beberapa menit lalu diketahui namanya dari seorang bawahan. "Di mana dia? Apa mungkin dia ikut ditenggelamkan." Tawa hambarnya.

Seorang bawahan kembali berbisik, maka Edward dapat menemukan gadis itu dengan mudah, sedang duduk memeluk lutut di bawah sinar matahari. Langkah lebarnya menapaki kapal sangat santai, tetapi cukup cepat menggapai tempat Alesya. Jas berwarna hitam yang digunakan sebagai lambang keagungannya, segera menutupi kepala si gadis. "Kamu bisa sakit kalau terkena angin dan sinar matahari terlalu lama." Suara bariton itu terdengar indah.

Alesya segera menengadahkan wajahnya, tetapi karena pantulan sinar matahari terlalu brutal, maka segera dirinya mengurungkan niat mencari tahu seorang pria yang mengajaknya bicara. Perlahan, kedua kakinya menopang tubuh semampainya hingga hampir sejajar dengan si pria berkat bantuan heels setinggi lima senti meter di kakinya. "Siapa kamu?”

Tangan kanan Erdward segera mengulur ke arah Alesya. "Edward." Senyuman menjadi penambah pesonanya.

"Ck!" Alesya tidak menyambut uluran tangan si pria. Padahal tangannya saja sangat indah, apalagi wajahnya, tetapi bukan saatnya bagi gadis ini mengagumi salah satu ciptaan Tuhan. "Kamu bisa bantu aku keluar dari sini dengan aman?”

"Maksudnya?" Sebelah alis Edward terangkat seolah tidak tahu apapun.

"Aku dianggap penyusup di sini. Beberapa pekerja bilang aku akan diawasi dan tidak akan dibiarkan lepas, termasuk saat turun dari kapal, aku akan diamankan." Decak kesalnya.

Alih-alih iba mendengar sederet cerita kemalangan si gadis, justru Edward terkekeh kegelian karena nasib sial yang diciptakan sang ayah pada gadis cantik bergaun putih gading ini. "Apa kamu kabur dari acara pernikahan?”

"Ish, aku sedang serius. Kamu bisa bantu aku atau tidak!" Jas milik si pria segera dikembalikan dengan kasar, didesak pada dadanya yang bidang.

"Sudah terlalu lama kamu berada di bawah sinar matahari, berteduh dulu sebelum kepala kamu terbakar,” ejek Edward bersama tawa singkat.

"Ish, menyebalkan sekali orang ini!" Namun, bagaimanapun pria di hadapannya, Alesya tetap menguntit karena sejak tadi tidak ada seorang pun yang menganggap ada, kecuali pria asing ini. Tidak sampai lima menit, kini akhirnya Alesya sudah mendapatkan kursi dan tempat berteduh, dirinya duduk canggung di hadapan Edward.

Pria yang menggunakan pakaian formal lengkap dengan dasinya segera memesan dua buah minuman dingin. "Aku tahu tenggorokan kamu tidak berbeda dengan gurun pasir.”

Alesya segera memalingkan wajahnya tanpa ingin memberikan jawaban ataupun berterimakasih, kemudian dirinya kembali menatap Edward. "Kamu bisa bantu aku, kan? Buktinya kamu mengajakku kesini.”

"Hm ..., tergantung." Sejenak, Edward ingin memainkan gadis di hadapannya terlebih dahulu.

"Tuhan ..., aku salah apa sih!" raungan Alesya hingga membuat Edward tertawa kegelian. Pelayan datang membawakan pesanan. Segera, pria ini membaginya dengan Alesya.

"Aku tidak tahu makanan dan minuman favorite kamu, jadi pesanan kita disamakan." Ramah si pria.

Alesya berhenti meraung. "Harusnya kamu tanya aku dulu, kan!" Namun, walaupun kesal gadis ini tetap menerima kebaikan hati pria asing di hadapannya. Setelah melumuri kerongkongannya, kini Alesya mulai bernegosiasi. "Kalau kamu bisa mengeluarkan aku dengan mulus, kamu akan mendapatkan imbalan. Tenang saja, kakek dan nenekku kaya raya!”

Edward tersenyum konyol. "Apa yang akan kamu berikan sebagai imbalannya?" Pria ini tidak bersungguh-sungguh, dirinya hanya ingin tahu seberapa kaya raya keluarga gadis di hadapannya.

"Aku akan meminta sekotak perhiasan nenek. Iya, itu imbalannya!" Alesya tersenyum penuh keyakinan karena berpikir tawarannya ini cukup menggiurkan walau dirinya tidak tahu orang seperti apa pria di hadapannya.

"Aku tidak tertarik." Sebelah alis Edward terangkat menantang.

"Dasar matre!" rutuk Alesya. Dirinya memang dibesarkan di kalangan keluarga terpandang, tetapi kali ini tidak memiliki apapun setelah semua benda yang dibekalnya lenyap ditelan lautan. Bahkan untuk tidur malam ini saja si gadis harus memutar otak. Kakek dan neneknya mengirimnya ke pulau ini untuk sebuah urusan, Alesya harus mengurus sebuah perkebunan selama satu minggu, tetapi alamat, handphone dan semuanya lenyap begitu saja termasuk keuangannya.

"Bisa dikatakan kamu buronan di atas kapal ini. Kamu memintaku menolong, tetapi hanya imbalan itu yang akan aku dapatkan. Sama sekali tidak menarik!" Edward masih ingin bermain-main dengan Alesya.

"Aku akan menambahnya setelah masalahku selesai!" tegas Alesya walau tidak yakin karena kakeknya termasuk orang yang pelit.

"Di mana kamu tinggal?" Tatapan menyelidik Edward karena akhirnya pria ini ingin mengetahui alasan di balik status Alesya yang dibuat menjadi buronan oleh sang ayah.

"Di pulau seberang. Aku ada urusan di sini, tapi semuanya tidak berjalan lancar bahkan hancur akibat pria brengsek itu!”

Segera, tatapan Edward memicing. "Siapa yang kamu sebut brengsek?”

"Aku tidak tahu namanya. Tapi aku yakin pernah melihatnya, dia adalah orang yang selama ini aku cari." Kini, tatapan Alesya yang memicing tajam, mengingat si pembunuh lima tahun lalu. Saat itu si gadis baru saja lulus SMA, seragam putih sudah mendapatkan coretan dari kawan-kawannya, tetapi hendak mengabarkan berita gembira ini, ayahnya telah tiada, mendapatkan satu tembakan tepat di bagian kepala. Seorang pria muncul dari sebrang gedung, bersiap membidik Alesya, tetapi gadis ini segera bersembunyi di balik dinding, mengacungkan kamera handphonenya untuk membidik wajah si penembak. Cameranya luar biasa baik, bisa menangkap wajah pria itu, hanya saja baru sekilas melihatnya, benda itu segera berubah menjadi kepingan setalah disapa peluru.

"Kenapa kamu mencari pria itu?" Penyelidikan Edward semakin menjadi.

"Kamu yakin mau tahu?" Sinar mata Alesya dipenuhi dengan kebencian.

Bersambung ....

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY