Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Pria Kedua (Ayah Untuk Anakku)
Pria Kedua (Ayah Untuk Anakku)

Pria Kedua (Ayah Untuk Anakku)

5.0
53 Bab
481 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Risa didiagnosis menderita kanker payudara. Alih-alih operasi, dia memilih untuk menghabiskan waktunya di tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi. Saat di Kanada, dia dipertemukan dengan Jaya dan menghabiskan waktu selama dua minggu di sana. Begitu pulang ke Prancis dan memeriksakan kondisinya, dokter rupanya salah mendiagnosis penyakitnya. Namun, dokter tersebut memberi kepastian yang mengejutkan bahwa ada janin di dalam rahim Risa saat ini. Dengan kepercayaan diri yang tinggi, perempuan itu pulang ke Indonesia untuk menemui Jaya, tetapi pria yang ditemui Risa justru mengaku bukanlah seseorang yang sama dengan yang ditemuinya di Kanada. Lantas apa yang akan dilakukan Risa dan mengapa pria itu mengaku bukan Jaya, melainkan Danu Atmawijaya?

Bab 1 Ep. 1 - One Night Stand

“Ini sel kanker. Meski ukurannya masih kecil, kami menyarankan untuk melakukan operasi pengangkatan benjolan di payudara Anda.”

Risa pada awalnya datang ke rumah sakit untuk pemeriksaan rutin sebagai kewajiban yang harus dilakukan setiap karyawan perusahaan. Namun, bukannya mendapat hasil baik, tiba-tiba saja dia divonis menderita kanker payudara.

“Di bagian kanan ada benjolan sebesar biji kelengkeng,” kata dokter bernama Margareth itu. Dia menunjukkan foto rontgen pada Risa dan melingkari benjolan yang dimaksud. “Seharusnya Anda bisa merasakan tiap kali menekannya. Atau setidaknya pasangan anda harusnya sadar ada yang tidak beres.”

Risa masih terdiam di posisinya. Dia menatap foto rontgen yang kali ini membawa kabar buruk. “Kalau saya operasi, apa dijamin saya bisa hidup dan penyakit itu tidak akan muncul lagi?”

“Untuk kanker stadium awal, kemungkinannya sangat besar untuk bisa bertahan hidup. Namun, sel kanker bisa saja kembali jika Anda tidak menjalani hidup sehat.” Dokter Margareth menjelaskan dengan baik agar pasiennya itu bisa menerima dan berpikir sungguh-sungguh. “Setelah operasi juga Anda diharuskan menjalani perawatan rutin.”

“Kira-kira berapa biayanya, Dok?” tanya Risa putus asa.

Margareth memberitahu banyak rincian, mulai dari biaya operasi, lalu perawatan pasca operasi, juga biaya rawat jalan yang harus dilakukan setiap satu bulan sekali sampai dipastikan sel kanker itu tidak kembali.

Tidak sedikit yang harus Risa keluarkan, bahkan bisa saja semua tabungannya selama lima tahun ini ludes untuk biaya kesehatannya. Dia bukannya perhitungan, tetapi menghabiskan banyak uang untuk sesuatu yang bahkan tidak seratus persen menjamin kesembuhannya, Risa agak merasa sayang.

Dia masih ingin bepergian ke beberapa tempat, salah satunya ke sebuah desa yang terletak di Kanada Utara. Jika boleh memilih, dia akan menghabiskan uang dan sisa waktunya untuk mengunjungi banyak tempat, lalu mati dengan damai. Namun, dia juga masih ingin hidup lama dan melakukan banyak hal seperti orang-orang.

“Apa kamu bisa meminjamkan aku uang?” tanya Risa tiba-tiba. Margaret menggeleng seraya melipat kedua tangan. “Atau setidaknya apa aku bisa mencicil selama beberapa tahun? Kau tahu, aku belum ingin mati, tapi aku tidak bisa menghabiskan semua uangku untuk operasi!”

“Memangnya aku bank-mu?” Margareth mencemooh. Risa beranjak dan memohon padanya dengan mata berkaca-kaca. “Ris, aku turut bersedih dengan kondisimu, tapi aku juga masih jadi Dokter Residen. Kamu tahu maksudku, bukan?”

Risa lantas melepaskan tangannya dari Margareth, lalu menghela napas panjang dengan bahu lemas. Dia juga tahu posisi Margareth saat ini yang bahkan jauh lebih sulit dibandingkan dengan dirinya.

Mereka berdua adalah teman satu kelas saat di sekolah menengah atas, tetapi kemudian berpisah haluan ketika Risa memilih kelas ekonomi, sementara Margareth memutuskan untuk sekolah kedokteran. Meski demikian, mereka tidak pernah putus kontak.

“Jadi aku harus bagaimana?” Risa menatap temannya dengan wajah memelas, seolah-olah tidak ada harapan yang tersisa.

“Atur ulang masa depanmu dan segera operasi! Kamu bisa pergi saat kondisimu kembali seperti semula. Aku tidak mau kamu mati lebih dulu.”

Margareth pikir temannya itu bakal menuruti perkataannya, tetapi setelah beberapa hari kemudian, Risa mengunggah foto sebuah bandara di Kanda.

“Dasar gila! Kalau cuma ingin melihat aurora, di Norwegia juga ada!”

Begitu teriak Margareth ketika Risa telah berada di Kota Yellowknife, tempatnya aurora berada. Selama berjam-jam ini gadis itu tidak pernah berhenti, sejak tiba di Bandara Saskatoon, dia kembali terbang ke Kota Yellowknife, lalu menaiki mobil untuk sampai di sebuah desa yang mempunyai banyak teepee, tenda yang secara tradisional terbuat dari kulit binatang yang dipasang pada tiang-tiang kayu.

Pada masa kini, hanya ada dua puluh satu teepee yang masih asli, sementara teepee lain yang digunakan untuk menginap para pelancong terbuat dari jenis-jenis yang berbeda, alias lebih modern.

Tepat pukul sepuluh malam, Risa duduk di depan tendanya. Ditemani api unggun kecil dan minuman hangat, gadis itu menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal. Musim dingin di Kanada memang mempunyai suhu rendah sekali sehingga selimut dan api hanya sedikit membantu.

Risa pikir bepergian kali ini akan sepi dan tenang, hanya ada dirinya di desa terpencil ini. Namun, ada banyak orang yang juga datang berpasangan, memadu kasih dan bercinta di dalam tenda dengan cahaya aurora yang terlihat samar menggantung di udara.

“Ya bodoh saja jika aku mengira hanya ada aku di sini. Aku datang ke desa ini juga karena informasi dari internet,” gumam Risa dengan nada tidak semangat. Dia lalu menyeruput minuman hangatnya yang manis.

“Aku juga datang ke sini setelah melihat foto-foto di internet,” kata seseorang yang baru saja menghentikan kaki di depan tenda Risa.

Gadis itu mendongak, menatap pria berambut pirang dengan mata biru seperti samudera. Sebagian wajahnya tertutup oleh syal yang hangat.

“Apa kamu punya gelas alkohol?” tanya pria itu seraya menunjukkan alkohol yang dibawanya. Dia menarik syalnya ke bawah, menampilkan hidung mancung dan bibir tipis yang agak kemerahan.

Tampan sekali, pikir Risa. Dia tidak berpikir menolak pria itu sebab kedatangannya ke sini adalah untuk bersenang-senang, termasuk bermalam dengan seorang pria.

“Duduklah. Aku punya dua gelas kosong dan aku masih punya tempat kosong di sebelah.”

Tersenyum, pria itu lantas mengambil duduk di sebelah Risa dan meletakkan alkohol yang membuat suhu tubuhnya semakin hangat. “Alkohol memang lebih bagus daripada minuman hangat seperti itu,” ujarnya sambil melirik minuman milik Risa.

Keduanya melanjutkan obrolan, bertanya nama dan asal masing-masing yang lantas membuat mereka terkejut karena berasal dari negara yang sama.

“Aku juga dari Indonesia!” seru Risa girang, “bukankah ini takdir?”

Pria yang mengaku bernama Jaya itu tersenyum dengan tatapan fokus kepada mata Risa. Perempuan itu cantik dan mudah diajak berbicara, bukan tipe perempuan yang jual mahal dan membatasi diri dengan orang lain.

“Jadi, kamu jauh-jauh ke sini hanya untuk melihat aurora?” tanya pria itu.

Risa mengangguk. “Tiga tahun ini aku tinggal di Prancis karena pekerjaan, tapi sesuatu terjadi begitu saja dan akhirnya membawaku ke tempat ini.”

Jaya mengangguk-angguk mengerti meski tidak tahu apa yang terjadi hingga membuat perempuan itu datang ke tempat jauh ini. Akan tetapi, pertemuannya ini tentu bukan hanya sekadar kebetulan, melainkan pertemuan yang sudah tertulis dalam garis takdirnya yang sebentar.

“Mau bersenang-senang denganku?” tawar pria itu dengan tatapan yang terkesan menggoda.

"Bersenang-senang seperti apa contohnya?" Risa bertanya balik tanpa melepas pandangan. Dia juga ingin menggoda pria yang baru saja ditemuinya itu.

"Kamu mau yang seperti apa?" Jaya bertanya lagi. Kini pandangannya tertuju pada bibir Risa yang terbuka seolah-olah ingin dikecup. "Aku bisa memberi apa yang kamu mau jika kita masuk ke tenda sekarang juga."

Tanpa balasan berupa kata-kata, Risa menarik tubuhnya mundur perlahan-lahan dan memasuki tenda yang besarnya tidak seberapa. Jaya yang mengerti pun lantas menyusul gadis itu tanpa sedetik pun melepas pandangan darinya.

"Kamu sungguh bisa memberi apa yang aku mau?"

Jaya mengangguk dan setelah itu dia memperhatikan Risa yang berusaha melepas jaket bulu miliknya, menanggalkan satu persatu pakaian hingga tersisa bra hitam yang menutupi payudara sintal itu.

"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, jadi ... kuserahkan semuanya padamu."

Tanpa banyak bicara, Jaya mendekat ke arah Risa, menyentuh sisi wajahnya dan bergerak ke leher lalu meremas bagian belakang kepala gadis itu sebelum akhirnya dia mendaratkan ciuman yang menggebu-gebu di bibir gadis itu.

Ini memang bukan ciuman pertama bagi mereka, tapi ini adalah kali pertama bagi keduanya melakukan sesuatu yang lebih dari sekadar ciuman. Risa bahkan dibuat tidak bisa apa-apa ketika tangan kiri Jaya meremas-remas payudaranya yang masih tertutupi oleh bra, sementara ciuman pria itu berangsur turun ke area leher dan membuat Risa mendesah tanpa bisa ditahan.

"Kamu serius ini pengalaman pertamamu?" tanya Jaya memastikan. Dia berhenci mengecup leher Risa dan tangan kirinya pun berhenti meremas payudara perempuan itu meski masih berada di sana.

"Aku tidak tahu bagaimana membuktikan ucapanku."

Jaya menyeringai, kembali mengecup dan meninggalkan jejak kemerahan di leher Risa sebelum melepas bra wanita itu dan melemparnya ke sembarang arah. Lalu tanpa melepas pandangan dari payudara sintal itu, dia kembali menyentuhnya dengan pelan, memberi remasan-remasan sensual yang membuat Risa melenguh panjang. Belum lagi ketika dirinya menggunakan lidah serta mulutnya untuk memberikan kenikmatan lebih.

Risa hilang kendali dan dia kehabisan kekuatan untuk tetap duduk. Dia perlahan-lahan berbaring menikmati sapuan lidah Jaya di ujung payudaranya yang terasa tegang, juga merasa gugup ketika pria itu melepas pakaiannya dengan cepat dan memperlihatkan kejantanan miliknya yang telah berdiri tegak.

"Maaf jika terlalu tiba-tiba, tapi aku tidak bisa menahannya," ujar Jaya tanpa berusaha menyembunyikan perasaannya.

"Ya. Aku sedikit terkejut, tapi tidak masalah," balas Risa tanpa mengalihkan pandangan dari milik Jaya yang terlihat kuat. "Setelah ini apa?"

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY