/0/12944/coverbig.jpg?v=e33a582174883fca8b5440a38a96f419)
Kakiku lemah, tubuhku gemetar, dan hatiku berdebar-debar saat aku melihatnya. Dia adalah dewa kegelapan yang mempesona. Mata hitamnya yang dalam memancarkan daya tarik yang tak terbantahkan. Senyumnya yang misterius membuatku terpesona dan tergoda. Tubuhnya yang perkasa dan berotot memancarkan kekuatan yang tak terbendung. Setiap kali dia berada di dekatku, aku merasakan hasrat yang membara dalam diriku. Aku ingin menyentuhnya, merasakan kehangatan tubuhnya, dan mencium bibirnya yang menggoda. Hasrat ini begitu kuat sehingga sulit bagiku untuk mengendalikannya. Aku tergila-gila padanya, dan tidak peduli dengan konsekuensi yang mungkin datang. Dia adalah kegelapan yang menghipnotis dan memikatku. Aku rela terjerat dalam hasrat ini, meskipun aku tahu bahwa itu bisa menjadi bahaya. *** Dia adalah Griffin, dewa kejam berbentuk siluman rubah menguasai api neraka dan pembuat bencana di semua dinding dimensi. Pasukan khayangan yang melihat Griffin sebagai ancaman bersatu menyegelnya dalam penjara abadi, dengan mengorbankan darah dewi psyce sebagai tumbal. Hingga suatu hari, Mikaila, pelayan para dewa yang berpangkat rendah, tersesat di hutan terlarang tempat Griffin di dipenjara. Menyebabkan Mikaila tak sengaja membebaskan dewa kejam itu. Dengan dendam membara di dada, Griffin bertekad membalaskan semua perlakuan penduduk khayangan dan meratakan tiga dunia di bawah kuasanya seperti dahulu.
Genderang tabuh berkumandang. Derap kaki menghentak bumi, diiringi riuh teriakan ratusan ribu bala tentara siluman. Masing-masing mereka memegang senjata kegelapan yang dapat menembus jantung musuh dalam satu tebasan.
Di seberang sana, ratusan meter jaraknya. Paskan khayangan dewa dunia atas, menelan ludah gugup.
"Apa kita bisa bertahan?"
"Aku tidak tahu."
Gigil merambat sampai ke tulang, mengantarkan teror dan kecemasan yang pekat. Tak ada satu pun dari mereka yang mau mati, tetapi malaikat pencabut nyawa seolah menyeringai di depan mata. Siap mencabut jiwa-jiwa yang kehilangan asa.
Di atas mereka, Griffin, menyungging senyum cemooh. Duduk di singgasana berupa awan gelap buatannya. Menyilang kaki, menikmati indah pertunjukkan. "Ah, manis sekali. Aku suka hawa takut mati ini," katanya terkekeh pelan. "Bahkan aromanya bisa dikecap lidahku."
Griffin merentangkan tangan sambil memejam, seolah sangat menikmati situasi yang ada.
Satu tangan di angkat ke atas, mengarahkannya ke pasukan musuh. Dewa kegelapan itu menarik napas dalam, sebelum memuntahkan satu perintah yang sudah sangat dinanti-nanti oleh pasukannya. "Serang mereka."
"Baik yang mulia," jawab mereka.
Seluruh siluman mengikis jarak, menyerbu mendekati musuh, sampai tidak ada lagi ruang yang tersisa.
Perang tak terelak. Bunyi besi menyahut berdenting merdu, bersamaan dengan jerit kesakitan dari berbagai arah. Gema ketakutan pesta pora, lebih didominasi oleh meriahnya tawa pasukan siluman. Cekikan mengayun senjata pada dada musuh.
"Ini hanya akan menjadi kekalahan. Kita akan berakhir menyedihkan," kata salah satu petinggi dunia atas. Dia menatap khawatir ke depan. Merasa sangat sedih sekaligus marah atas apa yang terjadi.
Sementara sang dewi perang, Psyce, mencoba tenang memahami keadaan.
Dunia ghaib dalam keadaan bahaya jika kekacauan terus berlangsung. Imbasnya akan ikut mengacaukan sistem semesta dan merambat menuju dunia manusia.
Griffin. Laki-laki itu adalah anak dari raja klan bulan merah. Pimpinan yang sejak dahulu menjadi ancaman bagi dunia atas. Selama ini, dewa khayangan bisa menundukkan sang Raja. Sampai akhirnya saat masa pimpinan Griffin, semua berubah.
Perjanjian iblis dan sihir terlarang menyelubungi. Griffin menaikkan level sihirnya sampai ke tahap memegang kendali penuh pada api neraka pemusnah, amaterasu. Api hitam yang kekal abadi dan memiliki daya hancur luar biasa.
Dengan kemampuan yang dimilikinya. Tak ada satu pun yang bisa mengalah Griffin.
"Kau, jaga aku. Kita akan menuju ke tempat dimana Griffin berada."
"Apa kau yakin melakukan ini?"
Psyce melirik tajam. Giginya mengetat dan menarik kerah baju sosok di samping. "Aku tidak akan mengorbankan setengah penduduk Kayangan, kalau aku sendiri ragu melakukannya," kata Psyce.
Dia menaikkan wajah memusatkan fokus pada target yang menjadi biang kerusuhan.
Perang terus berlangsung, jumlah korban yang berjatuhan semakin bertambah. Mereka tidak bisa mengulur waktu.
Di atas, Griffin membaca gelagat. Dia duduk bersender sambil mengusap dagu. Menikmati wajah cantik yang menatap bengis padanya.
"Ah, cantiknya. Sayang sekali Psyce tempramen, tapi tak apa. Aku suka."
Psyce sendiri memejamkan mata, sibuk menyerap fokus untuk menenangkan diri dari gemuruh suara teriakan yang memekak telinga, mengubahnya menjadi denging tajam yang menusuk, sebelum berganti sunyi.
Sebuah sunyi yang ganjil.
"Hmm, apa ya, yang akan si cantik pemarah itu lakukan?" Griffin bertanya-tanya. Dia gemas, juga antusias.
Sepersekian detik dari momen Griffin berucap. Psyce membuka mata, meraungkan nada peringatan lewat mata kuning keemasan yang bersinar.
Dia mengeluarkan pedang suci, sebuah senjata yang ditempa oleh mata air surga. "Aku akan menghentikanmu, Griffin."
Langkahnya melesat dengan kecepatan luar biasa. Menuju ke tengah-tengah peperangan, tanpa ampun menebas semua yang menghalang.
Di sisi kiri dan kanannya. Dua orang dewa ikut membantu. Menjaga agar sang Dewi bisa mendekati target utama.
"Oh, kau mau menyerangku? Baiklah, sangat tidak sopan kalau aku mengayun-ayun kaki di atas sini. Ada baiknya kalau kita turun agar pertandingan menjadi seru."
Griffin menjetikkan jari. Singgasananya lenyap seiring dengan tubuhnya melayang turun ke bumi.
"Hai," sapanya lucu. Namun yang disapa sama sekali tidak menunjukkan wajah ramah, masih dengan ekspresi penuh amarah. "Jadi apa yang akan kita lakukan?"
"Tutup mulutmu, Brengsek."
Griffin tersenyum mengejek. "Santai, Cantik. Aku tahu kau kesulitan menahan getaran di tubuhmu karena tekanan intimidasiku, kan? Tapi tak apa, aku akan melakukannya dengan lembut. Kematianmu akan terasa sejuk dan menyenangkan."
Psyce muak berbasa-basi. Dewi perang itu melesat maju menebas sang target dengan pedangnya.
Griffin dengan mudah mengelak, tanpa perlu repot-repot menangkis serangan buta yang diarahkan kepadanya. Dia menunduk kemudian berputar membalas serangan Psyce dengan sentuhan di dadanya.
Sentuhan itu pelan, tetapi disertai api neraka yang langsung menghempaskan tubuh psyce mundur ke belakang.
Psyce bangkit, kembali menyerang.
Melihat itu, Griffin terhibur. Dia tertawa pelan sembari menghindar semua serangan yang dilancarkan Psyce. Sampai sang dewi itu akhirnya kelelahan dan Griffin melihat celah kesempatan.
Dia dengan cepat menusuk perut sebelah kiri psyce.
Menyebabkan rasa nyeri yang menjalar ke seluruh tubuh. Namun Psyce tidak peduli, dia segera bangkit untuk kembali menyerang.
Jika dewa bengis itu tak dapat dia bunuh karena perbandingan kekuatan yang terlampau jauh, setidaknya dia harus berhasil melukai Salah satu bagian anggota tubuh Griffin. Psyce harus membuat Griffin merasakan sakit yang sama seperti yang semua pasukan dunia atas alami.
Pergulatan kembali terjadi. Raungan suara yang membuat telinga nyeri terdengar, menghiasi pertarungan kedua makhluk itu.
Hasilnya sudah terlihat jelas, Psyce beberapa kali memuntahkan darah akibat Serangan telak bertubi-tubi yang diberikan Griffin tanpa ampun.
Dewi perang itu merasa penglihatannya kabur, sebelum serangan terakhir sekaligus serangan telak yang melumpuhkannya, membuat Psyce tak bisa berkutik.
Di momen menyedihkannya. Psyce menelan rasa kecewa yang pekat. Semua prajurit dunia atas yang menyaksikan kejadian, sudah seratus persen putus asa.
Mereka kalah, mereka semua akan mati.
Apakah ini akhirnya? Masih adakah cara lain yang bisa diharapkan?
Psyce berkabung mengharap belas kasih dari penguasa jagat raya. Matanya menatap ke arah langit. Bulan sedang sempurna, terang bergantung di tengah-tengah kegelapan malam.
Psyce memejamkan mata, merapalkan sesuatu dalam bahasa kuno. Kemudian mendadak bertiup angin kencang disusul suara kilatan petir yang menyambar. Dewi perang itu membalikkan tubuh dari posisi tengkurap dengan susah payah.
Ini belum boleh berakhir.
Dengan sedikit Tertatih, Psyce bangkit dari tanah dan menatap tajam ke arah Griffin. Mata dewi yang sekarat itu berubah menjadi putih. Bersinar terang menyilaukan.
Dia tahu dia akan kalah. Pertarungan ini tidak akan bisa dia menangkan. Maka Psyce sudah menyiapkan diri. Sebuah pembalasan setara atas kekejaman yang telah dilakukan Griffin terhadap klan-klan kecil yang dibantai tanpa ampun.
Griffin harus merasakan penderitaan, dia harus dihukum.
Psyce mengangkat tangannya ke udara. Kemudian sebuah pola rumit berwarna emas terbentuk. Semakin membesar dan meliputi seluruh penjuru wilayah peperangan.
Lalu dengan sisa tenaganya. Psyce mendesis pelan, "Griffin. Aku mengutuk kau dan seluruh pasukan yang mengikutimu, atas semua kejahatan yang kau lakukan. Terkurung lah kau." Cahaya keemasan berpendar. Memperjelas pola yang dibuat oleh Psyce di udara. Lambang dari segel terkuat penduduk khayangan.
Dewi perang itu mengangkat tinggi pedang di tangan, lalu menusuk ke jantungnya sendiri hingga tewas.
Seiring dengan itu pula, segel berpola rumit selesai dibuat. Menyebar dan menyapu habis seluruh siluman yang ada. Mengubah mereka menjadi batu.
Griffin yang melihat itu terkejut bukan main. Matanya tajam mengutuk. Dia mengeluarkan api neraka, mencoba kabur dari tempat. Namun, semuanya sudah terlambat.
Rantai-rantai panjang dan besar muncul dari dalam tanah. Bergerak seperti tanaman rambat dan langsung melilit sekujur tubuh Griffin, mencegahnya untuk melarikan diri.
Dewa kejam memberontak, tetapi rasa sakit menyengat yang menyerap semua tenaga menciptakan ketidakberdayaan.
Seluruh pasukan khayangan yang tersisa menyambut kebebasan.
Di momen akhir sebelum tubuh Griffin lenyap. Dewa kegelapan itu bersumpah, "Aku akan bangkit dan membalas kalian semua!!"
Bagaimana rasanya menikah dengan laki-laki yang belum menyelesaikan masa lalunya? Sakit dan teriris. Itulah yang dirasakan Nayra saat melihat sang suami lebih memilih mengasuh anak dari sahabat kecilnya yang menjanda daripada dirinya yang mandul. "Papa pulang!" Seorang anak umur empat tahun menyerbu keluar pintu. Didapatinya perempuan dengan selendang tipis dan bibir merah merona. Menatap dengan tatapan tajam di balik kacamata hitam. "Tante siapa? Papa mana?" "Papa?" Perempuan itu mengelus puncak kepala sang bocah. "Laki-laki yang kamu panggil Papa itu adalah suami sah saya." "Mika, Papa udah datang? Suruh masuk, kita makan malam bareng." Sebuah suara menyusul dari dalam menampakkan perempuan cantik bertubuh mungil. Langkahnya seketika berhenti saat menangkap pemandangan perempuan yang sedang mengelus kepala anaknya. "K-kamu?!" "Hai, Ca. Ini saya, Nayra. Istri sah temen kecil kamu." "Mau apa kamu ke sini?" "Mau minta suami saya, kembalikan dia karena dia adalah milik saya." *** Ambil sisi baiknya dari cerita ini, jangan memberatkan saya di akhirat. Dosa masing-masing.
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Haris dan Lidya sedang berada di ranjang tempat mereka akan menghabiskan sisa malam ini. Tubuh mereka sudah telanjang, tak berbalut apapun. Lidya berbaring pasrah dengan kedua kaki terbuka lebar. Kepala Haris berada disana, sedang dengan rakusnya menciumi dan menjilati selangkangan Lidya, yang bibir vaginanya kini sudah sangat becek. Lidah Haris terus menyapu bibir itu, dan sesekali menyentil biji kecil yang membuat Lidya menggelinjang tak karuan. “Sayaaang, aku keluar laghiiii…” Tubuh Lidya mengejang hebat, orgasme kedua yang dia dapatkan dari mulut Haris malam ini. Tubuhnya langsung melemas, tapi bibirnya tersenyum, tanda senang dan puas dengan apa yang dilakukan Haris. Harispun tersenyum, berhasil memuaskan teman tapi mesumnya itu. “Lanjut yank?”
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Kehidupan rumah tangga Vee dan Damar harus berakhir ketika dirinya mengetahui perselingkuhan suaminya dengan asisten rumah tangga mereka. Bercerai dengan Damar bukan berarti permasalahan telah selesai. Vee mendapatkan teror dari istri baru suaminya dan mengakibatkan dia harus kehilangan orang yang paling disayang. Vee tidak tinggal diam. Dibantu sahabatnya, dia mengungkap kejahatan istri baru mantan suaminya hingga membuat Damar yang tadinya tidak mempercayai ucapan Vee menjadi berbalik percaya. Bagaimana cara Vee mengungkap semua kejahatan mantan asisten rumah tangga yang kini telah menjadi istri Damar? Lantas, apa yang akan dilakukan oleh Damar saat mengetahui kebenarannya?
Warning !! Cerita Dewasa 21+.. Akan banyak hal tak terduga yang membuatmu hanyut dalam suasana di dalam cerita cerita ini. Bersiaplah untuk mendapatkan fantasi yang luar biasa..