Tiba-tiba Andin merasa perutnya kembali mual. Andin kembali berlari ke kamar mandi untuk memuntahkan cairan yang berada di mulutnya.
Tak lama kemudian Andin merasa kepalanya pusing dan berat. Hingga akhirnya pandangan Andin gelap dan wanita itu ambruk di kamar mandi.
Beruntung saat itu Sri masih berada di kamar Andin, Sri menyusul Andin yang tak kunjung keluar dari kamar mandi.
"Ya Allah, Andin!" jerit Sri setelah melihat anaknya tak sadarkan diri.
"Pah, papah!" Sri memanggil suaminya.
"Kenapa mah? Astagfirullah, Andin kenapa mah?" tanya Andre panik.
"Tadi pagi mama liat Andin lemes banget, terus dia muntah di kamar mandi. Tapi setelah mama tunggu Andin gak keluar-keluar, sampe akhirnya mama susul dia dan Andin sudah pingsan," jawab Sri seraya memangku dan memeluk Andin.
"Kalo begitu, ayo kita bawa Andin ke rumah sakit. Papah gak mau sampai ada sesuatu terjadi pada anak kita." Andre dengan cepat mengeluarkan mobilnya yang semula masih berada di dalam garasi.
Tak lama kemudian Andre kembali ke kamar Andin untuk menggendong anaknya di susul oleh Sri dari belakang.
***
Mereka sampai di rumah sakit dan Andin segera di tangani oleh pihak rumah sakit. Sementara Andre dan Sri menunggu di luar ruangan dengan cemas, khawatir terjadi sesuatu pada anak mereka.
"Mah, coba ingat-ingat. Semalam kamu masak apa sampe Andin muntah dan pingsan seperti ini?" tanya Andre di sela-sela keheningan.
"Mama masak seperti biasa pah. Bahkan Mama masak makana kesukaan Andin, dan setelah makan pun Andin gak kenapa-kenapa," jawab Sri.
Andre kembali di buat bingung sampai akhirnya salah satu dokter keluar dari ruangan.
"Bagaimana keadaan anak saya dok?" tanya Andre cemas.
Dokter berjenis kelamin perempuan itu menatap Andre dan Sri bergantian.
"Bapak dan Ibu bisa ikut ke ruangan saya? Biar saya bisa menjelaskan di sana saja," jawab dokter itu.
"Baiklah, ayo mah." Andre mengajak istrinya menuju ruangan dokter.
"Apa suami pasien ada?" Pertanyaan dokter ini membuat kedua orang di depannya saling menatap bingung. Pasalnya Andin belum menikah.
"Sudah dok, tapi suaminya masih kerja," jawab Sri berbohong.
Sebelumnya Sri sudah menduga hal apa yang akan terjadi pada Andin, tapi Sri menepis dugaan itu berharap semua itu tidak terjadi.
"Begini, saat ini pasien sedang hamil. Dan di perkirakan kandungannya memasuki Minggu ke delapan, untuk menghindari rasa mual dan pusing saya akan resepkan obat untuk pasien," tutur dokter membuat kedua orang tua Andin tercengang.
Deg!
Apa? Andin hamil? Bahkan Andin belum menikah!
Diam-diam Andre mengepalkan tangannya marah, kenapa anaknya bisa hamil di luar nikah, siapa yang melakukan ini pada Andin?
"Baik dok, kalau begitu kami permisi." Sri memutuskan untuk keluar dari ruangan dokter untuk menghindari kecurigaan dokter itu.
Sampai di luar mereka masih shock, anak yang selama ini mereka jaga dengan baik bisa hamil di luar nikah!
Sebelumnya mereka pernah melarang Andin untuk berpacaran, dan selama ini Andin pun tak pernah menunjukan kalau dirinya sedang dekat dengan laki-laki.
Namun takdir Tuhan tetap tidak ada yang tahu. Sri dan Andre sungguh sedih mendengarnya, mau marahpun percuma. Janin itu sudah tumbuh di dalam rahim anaknya.
"Ayo mah, kita temui Andin," ajak Andre pada istrinya.
"Tunggu pah!" cegah Sri.
"Mama minta tolong jaga emosi papa, Mama tau papa marah tapi jangan sampai buat Andin semakin stres," pinta Sri pada Andre.
"Anak itu sudah bikin kita malu dan kamu minta sama aku untuk tidak marah? Siapa yang tidak marah mendengar anaknya hamil bahkan belum menikah mah!" bentak Andre.
Sri tahu dan dirinya pun sebenarnya marah pada Andin. Tapi siapa yang mau di salahkan jika hal ini sudah terjadi.
Andre meninggalkan Sri yang tengah terisak menangis. Dengan segera Sri menyusul langkah suaminya untuk menjaga-jaga jika suaminya marah.
Klek
"Mah, pah," panggil Andin merasa senang dengan kedatangan orang tuanya.
Namun Andin heran kenapa orang tuanya diam saja. Bahkan mereka seperti marah, sebenarnya apa yang terjadi?
"Anak siapa?" tanya Andre to the point seraya menahan emosi.
Deg!
Anak siapa? Apa maksudnya? Andin tidak mengerti. Bangun dari pingsan Andin langsung di todong dengan pertanyaan itu.
"Papa tanya sekali lagi anak siapa?" tanya Andre penuh penekanan.
"Ma-maksud papa apa? A-anak apa pah? Andin gak ngerti," jawab Andin.
"Papa kecewa sama kamu. Kamu hamil anak siapa Andin?" Andre membentak Andin sampai membuat Andin terkejut.
A-apa katanya tadi? Hamil?
"A-aku tidak hamil pah!" jawab Andin mengelak.
Prak!
Andre melempar surat yang tadi di berikan dokter padanya. Dengan tangan bergetar Andin menggenggam kertas itu dan mulai membacanya. Rentetan kata Andin baca sampai akhirnya jantungnya berdegup kencang saat membaca tulisan POSITIF.
Deg!
'A-apa? Ja-jadi aku hamil?' batin Andin
Air mata mulai menggenak di pelupuk matanya hingga akhirnya tangis itu tumpah membasahi pipinya.
"Hiks.. hiks gak mungkin Andin hamil gak mungkin!" Andin menangis dan berteriak tak terima dengan takdir ini.
Sri mendekat, dia merasa tak tega melihat anak yang dia sayangi sepenuh hari sedih seperti ini.
Andre pun turut menangis. Andre menyalahkan dirinya sendiri merasa gagal menjadi orang tua.
"Papa tanya, kamu hamil dengan siapa Din?" tanya Andre dengan suara melemah.
Namun bukan menjawab, Andin menggelengkan kepalanya masih di iringi dengan Isak tangisnya. Andin shock dengan kabar ini, dia kira tadi pagi Andin mual dan pusing karena masuk angin biasa.
Tapi ternyata kenyataan ini menghantamnya dan membuat Andin sakit hati. Teringat malam itu, Andin kira kejadian itu tidak akan membuahkan janin yang sekarang sudah bersemayam di rahimnya.
Tapi ternyata Andin salah, terlebih Andin juga masih sangat minim ilmu tentang hubungan suami istri.
Sri sebenarnya ingin marah. Namun melihat Andin yang sangat rapuh Sri menjadi kasihan, kesedihan anak juga menjadi kesedihan baginya.
"Hiks, hiks, maafin Andin ma, pah Andin gak tahu hal ini akan terjadi," bukan jawaban yang Andin berikan, namun Andin malah meminta maaf pada kedua orang tuanya.
"Ini sudah terjadi! Tidak ada yang bisa mengubah takdir ini. Dan sekali lagi papa tanya kamu hamil anak siapa?" Andre kembali mengulang pertanyaan yang ke sekian kalinya.
Andin kembali menggeleng membuat Sri dan Andre heran.
"Andin gak tahu pah, Andin gak ingat siapa yang sudah menodai Andin."