/0/13050/coverbig.jpg?v=1e1d6f55922126812fe20ff9eed86984)
Setelah mengetahui bahwa kakak yang dia sayangi meninggal karena disebabkan oleh pria bernama Gerald yang merupakan konglomerat sombong dan tampan, Isabelle bersumpah untuk membalas dendam. Dengan kelicikan, kecantikan, dan kemahirannya dalam menggoda pria, Isabelle berusaha mendekati Gerald demi balas dendam.
New York, pukul 09.00 pagi.
Sebuah mobil Lamborghini Veneno berwarna merah mendadak berhenti di depan sebuah gerbang yang dijaga oleh tiga orang penjaga.
Tiga penjaga tersebut mulai melirik-lirik mobil mewah yang berhenti di depan gerbang, setelahnya dua penjaga itu segera mendekat untuk memeriksa siapa yang ada di dalam mobil tersebut.
"Nona Isabelle? Maafkan kami karena membuatmu menunggu, kami akan membukakan gerbang segera. Sekali lagi maaf karena tak mengenali mobil Anda."
"Tidak masalah ...." Suara lembut meluncur dari bibir wanita cantik itu.
Setelah itu para penjaga langsung berlari ke arah gerbang dan dengan cepat membuka pagar agar mobil wanita itu bisa masuk.
"Nona Isabelle, selamat datang ...." Seorang penjaga tampan dengan senyum di wajahnya berucap ketika membukakan pintu mobil untuk Isabelle.
"Hai Mark, kau nampak sangat tampan hari ini." Wanita itu berkata dengan mengedipkan sebelah matanya sebelum masuk ke pintu utama dan meninggalkan Mark yang saat ini sedang salah tingkah di tempatnya.
Isabelle Elizabeth Adam. Wanita cantik dan seksi yang menjadi idola kaum pria. Tak hanya itu, dia merupakan cucu dari Samuel Adam, konglomerat yang bahkan dengan keksuasaannya dia mampu membuat suatu negara mengalami krisis ekonomi hanya dalam waktu semalam saja.
"Alice, beraninya kau memintaku datang hari ini, kau ini seperti tidak tahu saja kalau hari ini jadwalku pergi ke salon!"
Tanpa melihat ke arah orang yang baru datang, Alice tentu saja tahu siapa wanita yang baru saja duduk di depannya itu. Dialah Isabelle, sepupunya yang menyebalkan.
Alice mendengus menatap wanita cantik di depannya itu. "Kau ini kenapa selalu marah-marah kalau bertemu aku? Sedangkan kau akan tersenyum manis ketika sedang bertemu para pria."
"Setidaknya bertemu dengan mereka menyenangkan, jadi ada apa ini? Setelah kembali dari Paris kau langsung mengajakku bertemu?" ucap Isabelle setelah menatap sekilas koper yang ada di dekat Alice. Dan dia dapat menebak kalau Alice langsung ke Crysel Land setelah dari bandara.
Mereka saat ini ada di Crysel Land, tempat yang menyediakan berbagai fasilitas elit. tempat ini berupa tempat seluas 300 hektar yang di dalamnya terdapat restoran, komplek apartemen, bar, lapangan golf dan tempat-tempat olahraga serta area hiburan yang semuanya dikhususkan untuk kalangan kelas atas. Dan tentu saja tempat ini adalah milik kakeknya Isabelle yang kaya raya, Samuel Adam.
"Isabelle, aku mau minta bantuanmu kali ini, aku mohon padamu ...."
Isabelle bersedekap dada saat menatap wanita di depannya.
"Apa itu? Tumben sekali kau meminta bantuan padaku seperti ini apalagi dengan kalimat memohon seperti tadi."
"Aku baru saja menikah." Alice tiba-tiba berkata.
"Apa!"
Isabelle menatap wanita di depannya tidak percaya dan merasa ragu apakah pendengarannya kini bermasalah. Alice menikah? Tidak mungkin!
"Isabelle, biar kukatakan lagi, aku telah menikah dengan Jason dua hari lalu di Paris."
Isabelle merasa tidak percaya. "Alice, kau bercanda?"
Alice menggeleng tegas. "Tidak."
"Lalu apa kau gila! Kalau kakek tahu kau dan Jason bisa berada dalam masalah!"
Alice dan Jason, dua orang yang saling mencintai namun kehadiran Jason ditolak oleh kakek mereka lantaran ayahnya Jason yang berkhianat pada kakek mereka. Dan kebetulan Alice sepupunya yang bodoh ini saling mencintai dengan Jason dan terciptalah drama rumit di antara mereka karena kakek tak merestui hubungan mereka ....
"Maka dari itu kali ini aku butuh kau Isabelle." Alice berkata memohon. Meskipun Isabelle sering bersikap angkuh tapi dia tahu Isabelle begitu menyayangi keluarganya.
Isabelle menghela nafasnya. Bagaimana bisa dia mempunyai sepupu yang begitu merepotkan seperti Alice?
"Apa yang bisa kubantu?" Meskipun dia dan Alice sering adu mulut hingga berkahir bertengkar. Namun tetap saja, dia menganggap Alice seperti kakaknya sendiri karena mereka telah tumbuh bersama.
"Ibuku mengatur kencan buta dengan seorang pria, tolong gantikan aku ya ...."
"Hanya itu?" tanya Isabelle dibalas anggukan oleh Alice.
Hanya urusan kencan dengan pria? Itu mudah bagi Isabelle.
"Dan kau harus–"
"Tunggu sebentar, aku harus menghangat teleponku." Isabelle menghentikan ucapan Alice ketika Logan yang merupakan sahabatnya menghubunginya.
"Logan, ada apa?"
(Isabelle tolong dengarkan aku ... Vania kakakmu ... dia tewas dalam kecelakaan) Suara serak Logan terdengar.
Isabelle diam sebentar mencerna perkataan Logan barusan. "Kau bohong bukan? Apa kau mencoba menipuku Logan?"
(Isabelle, tolong dengarkan aku, kau harus tenang) Suara Logan bergetar saat mengatakan itu.
(Isabelle, apa kau mendengarku?)Logan mencoba memanggil Isabelle ketika merasa tak ada jawaban.
(Isabelle, aku serius kali ini, ayo kita ke rumah sakit, aku akan menjemputmu segera.) Suara lemah logan kembali terdengar dari telepon.
Waktu sepertinya berhenti bagi Isabelle saat mendengar suara serius Logan, dia tiba-tiba merasakan aliran emosi, ketidakpercayaan dan kebingungan.
"Tidak! Itu tidak mungkin benar!"
seru Isabelle. Suaranya tersendat karena emosi. Vania ... dia tidak mungkin meninggal secepat ini, mereka baru bersama pagi tadi.
(Isabelle, aku tahu ini sulit di terima, kecelakaan yang menimpanya juga benar benar membuatku terkejut) Suara lemah Logan kembali terdengar.
"Ini tidak benar ... tidak mungkin!"
Brakk!
Ponsel yang ada di tangan Isabelle seketika terjatuh ke lantai. Isabelle merasakan nafasnya seketika menjadi sesak dan badannya mulai terasa lemas, dan hal terakhir yang dia rasakan adalah pelukan serta teriakan panik dari Alice.
***
Pemakaman Vania di langsungkan dengan cepat sore tadi, saat ini di sebuah kamar yang remang-remang, awan kesedihan menyelimuti Isabelle, mencekik setiap pikirannya. Air mata terus mengalir membasahi pipinya, kematian kakaknya telah menghancurkan dunianya.
"Bagaimana bisa kau meninggalkanku Vania?" Isabelle berbisik, suaranya nyaris tak terdengar. Vania adalah bagian dari hidupnya. Saat ini semuanya terasa hancur. Dunia tampak tidak berwarna, tanpa kegembiraan dan makna. Isabelle yang selalu bersemangat telah digantikan oleh kehampaan yang kosong, rasa sakit yang yang dia rasakan kini sepertinya tidak mungkin disembuhkan.
Daniel sepupu Isabelle dari tadi berada di sisi Isabelle, pria itu mencoba menghibur Isabelle yang nampak yang meringkuk di sudut kamarnya. Dia terus menyebut-nyebut nama Vania tanpa henti.
Saat ini pukul 12 malam, Daniel tak berniat sedikitpun pergi dari sisi Isabelle karena takutnya Isabelle mencoba mengiris jari tangannya lagi seperti yang dia lakukan beberapa jam lalu. Dan untung saja aksi itu berhasil Daniel gagalkan.
"Daniel, aku tak bisa tanpa Vania ... tolong panggilan dia ke sini. Aku ingin melihatnya." Suara parau Isabelle kembali terdengar.
"Isabelle sadarlah, dia sudah pergi, aku mohon relakan dia agar dia bisa tenang." Daniel berkata lemah.
Dahi Isabelle berkerut karena marah, matanya merah dan sembab karena menangis. "Vania adalah segalanya bagiku. Dia adalah duniaku, dan sekarang dia pergi, bagaimana bisa aku rela dengan kepergiannya! Pergi kau! Jangan pernah halangi aku untuk bertemu dengan Vania!" Isabelle bersiap untuk melangkah keluar. Dia ingin mencari Vania.
"Isabelle, kumohon jangan begini." Daniel segera memeluk Isabelle dari belakang dan menghentikan Isabelle yang baru selangkah berjalan.
"Lepas!"
"Tidak Isabelle! Aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal-hal gila seperti tadi!"
"Akkh! Dasar berengsek! Menjauh dariku!" Isabelle meraung dan dengan kuat mencakar wajah Daniel sehingga pria itu meringis menahan perih.
"Aku ingin pergi menyusul Vania! Aku ingin menemaninya!" Dia kembali berteriak dan meronta minta dilepaskan, dan Daniel lagi-lagi menahan Isabelle saat dia berniat pergi.
"Isabelle, apa yang kau lakukan, Sayang? Sadarlah ...." Rosaline dengan buru-buru masuk ke kamar sang putri setelah mendengar teriakkan putrinya itu.
"Isabelle, kumohon jangan seperti ini, kau harus mengikhlaskan dia." Daniel sungguh tak menyukai Isabelle yang seperti ini. Dia jauh lebih menyukai Isabelle yang angkuh seperti biasa.
Isabelle menatap Daniel yang nampak putus asa dengan bekas cakaran di pipinya yang kini mulai mengeluarkan darah. Dia kemudian beralih menatap sang ibu yang nampak pucat dan rapuh.
"Issa, Ibu mohon kau harus bangkit, kau masih punya kami semua di sisimu, kau tidak sendirian Sayang." Rosaline berucap sedih menanatap putrinya yang nampak kacau.
Air mata Isabelle kembali mengalir. Dia menyesali kebodohannya yang ingin pergi menyusul Vania sedangkan di sisinya banyak orang yang sayang padanya. Mereka pasti sangat sedih kalau dia pergi menyusul Vania dan meninggalkan mereka, banyak orang-orang yang menyayanginya, keluarganya, teman-temannya dan para sepupunya ....
21+ !!! Harap bijak memilih bacaan HANYA UNTUK DEWASA. Untuk menguji kesetiaan pasangan masing-masing akhirnya Arga dan rekan-rekan sekantornya menyetujui tantangan gila Dako yang mengusulkan untuk membolehkan saling merayu dan menggoda pasangan rekan yang lain selama liburan di pulau nanti. Tanpa amarah dan tanpa cemburu. Semua sah di lakukan selama masih berada di pulau dan tantangan akan berakhir ketika mereka meninggalkan pulau. Dan itu lah awal dari semua permainan gila yang menantang ini di mulai...
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Kulihat ada sebuah kamera dengan tripod yang lumayan tinggi di samping meja tulis Mamih. Ada satu set sofa putih di sebelah kananku. Ada pula pintu lain yang tertutup, entah ruangan apa di belakang pintu itu. "Umurmu berapa ?" tanya Mamih "Sembilanbelas, " sahutku. "Sudah punya pengalaman dalam sex ?" tanyanya dengan tatapan menyelidik. "Punya tapi belum banyak Bu, eh Mam ... " "Dengan perempuan nakal ?" "Bukan. Saya belum pernah menyentuh pelacur Mam. " "Lalu pengalamanmu yang belum banyak itu dengan siapa ?" "Dengan ... dengan saudara sepupu, " sahutku jujur. Mamih mengangguk - angguk sambil tersenyum. "Kamu benar - benar berniat untuk menjadi pemuas ?" "Iya, saya berminat. " "Apa yang mendorongmu ingin menjadi pemuas ?" "Pertama karena saya butuh uang. " "Kedua ?" "Kedua, karena ingin mencari pengalaman sebanyak mungkin dalam soal sex. " "Sebenarnya kamu lebih tampan daripada Danke. Kurasa kamu bakal banyak penggemar nanti. Tapi kamu harus terlatih untuk memuaskan birahi perempuan yang rata - rata di atas tigapuluh tahun sampai limapuluh tahunan. " "Saya siap Mam. " "Coba kamu berdiri dan perlihatkan punyamu seperti apa. " Sesuai dengan petunjuk Danke, aku tak boleh menolak pada apa pun yang Mamih perintahkan. Kuturunkan ritsleting celana jeansku. Lalu kuturunkan celana jeans dan celana dalamku sampai paha.
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?