/0/13588/coverbig.jpg?v=662fba6299a9f0722620077d53159f2c)
Silvi kecewa cintanya bertepuk sebelah tangan, suami yang selama ini dia cintai dengan sepenuh hati ternyata mengkhianati dirinya. Bukan karena dia tidak ingin dimadu, tetapi dia tidak ingin pelanggaran yang tak bermoral terus berlanjut di depan matanya. meski berat Silvi harus terima bahwa suaminya mencintai laki-laki lain. Bagaimanakah rahasia itu terkuak? Haruskah Silvi merelakan cintanya untuk pergi?
Part 1
Byuuur....
Suara percikan air terdengar nyaring di kamar mandi, Silvi yang sedang memasak di dapur mengendap-ngendap menuju ke kamar tidur, menatap singgasana cinta Silvi dengan sang suami, Yogi. Tempat tidur terpampang indah dipandang mata, rapi dan tidak ada debu sedikitpun. Selimut terlipat indah, bantal menggembung berdampingan layaknya sejoli yang selalu setia bersama, dilengkapi dengan guling panjang terselonjor di atas kasur menambah lengkap suasana ranjang keluarga bahagia.
Silvi melirik ke sana ke mari mencari sebuah benda yang hampir setiap waktu menjadi pusat perhatian suaminya, Yogi. Ya, benda itu adalah gawai yang lebih sering dipandangi dibanding dirinya, entahlah semenjak 3 tahun lebih menikah Silvi berusaha menjadi istri yang sempurna untuk Yogi, namun entah apa kekurangan Silvi sehingga Yogi lebih sering mengacuhkannya. Sesaat gawai milik Yogi bergetar hingga Silvi menemukannya, tangan lentiknya meraih gawai milik Yogi.
Terlihat ada satu pesan masuk, ingin sekali Silvi membuka pesan itu, mumpung suaminya sedang asyik mandi di kamar mandi. Selama ini Silvi tidak berani ikut campur masalah pribadi apalagi melihat-lihat handphone Yogi, ternyata betul gawai milik suaminya dikunci menggunakan pola.
"Sudah kuduga," ujar Silvi.
"Untung aku ingat polanya," Tukasnya. Ujung mata Silvi sempat melirik saat suaminya membuka pola ponselnya tadi malam.
Silvi berhasil membuka pola gawai milik suaminya, dengan segera dia membaca satu pesan yang baru saja masuk. Seketika matanya membelalak, Silvi menutup mulutnya dengan mendadak. Tak lama kemudian gerimis melapisi bola mata indahnya. Alangkah kagetnya saat Silvi membaca satu pesan itu, tangannya gemetaran memegang gawai milik Yogi, gawai itu terus saja bergetar menerima pesan berulang-ulang dari satu nomor yang sama, membuat dia curiga.
[Sayang lagi apa?]
[Sama siapa?]
[Kok lama sih?]
[Yang... Bales dong, kok di baca doang?]
Pesan itu membuat hati Silvi tersayat.
Lututnya lemas, seketika Silvi membantingkan tubuh rampingnya di atas kasur empuk itu. Terduduk dan menangis.
"My sweety," Bisik Silvi Seraya meneteskan air mata.
"Siapa wanita ini?" Tanya Silvi dalam hati.
"Mengapa kata-katanya begitu mesra? Aku saja tak pernah di panggil mesra seperti itu," Silvi berusaha menguatkan dirinya yang saat ini hatinya berkecamuk.
Silvi bangkit dari duduknya mencari satu pena untuk mencatat nomor 'my sweety' yang terpampang di gawai suaminya ini.
Suara air di kamar mandi tak terdengar lagi, pertanda Yogi sudah selesai mandi. Silvi mempercepat tangannya yang gemetaran menuliskan satu nomor ponsel yang terpampang di gawai suaminya itu.
Saat Silvi akan menyimpan kembali gawai Yogi ke tempat semula tiba-tiba Yogi masuk kamar sambil mengucek rambut basah di kepalanya dengan handuk kecil berwarna putih.
"Hei?" Suara Yogi membuat Silvi kaget, Silvi membalikkan badannya, memandangi tubuh Yogi yang masih basah dengan handuk di pinggang.
"Apa yang kamu lakukan?" Yogi merebut gawainya yang sejak tadi dipegang oleh Silvi. Matanya memerah, ada wajah kaku yang hadir kini menghiasi ketampanan Yogi.
Tangis Silvi tak terbendung, secarik kertas bertuliskan nomor ponsel 'my sweety' itu di remasnya dengan kesal.
Yogi kaget, namun dia menata dirinya agar tak terlihat panik di hadapan istri sahnya itu. ia tidak menyangka Silvi berani membuka ponsel miliknya. Selama ini Silvi adalah istri yang kolot dan kuper di mata Yogi. Yogi membuka kunci lemari dengan kasar, mengambil celana yang tertata rapi serta pakaian dalamnya. Kemeja biru muda yang tergantung di ruang lemari lainnya ia seret dengan kasar, seuntai dasipun ia cabut dari tempatnya dan di bantingnya ke atas tempat tidur. Ponsel nya pun ia bantingkan pula ke atas kasur.
Yogi membanting pintu lemari dengan keras kemudian mengenakan pakaian dengan segera.
"Makanya, jangan ikut campur urusan orang!" Gerutu Yogi.
Silvi hanya menangis tersedu-sedu, terpaku duduk di atas kasur. Kedua tangannya mengepal menahan sakit yang kini menggelayut hati.
"Kamu bilang orang lain, Mas? Lalu aku ini siapa bagi kamu, Mas?" Ratap Silvi mengelus dada. Tatapannya sinis, memandang sang suami yang sibuk berpakaian.
"Kamu suamiku, Mas, aku istrimu, kamu bilang orang lain?" Air mata membanjiri pipi mulusnya. Suara pelannya membuat Yogi terdiam.
"Sudahlah, jangan suudzon! itu hanya temanku, dia memang suka bercanda kayak gitu," Papar Yogi dengan wajah datarnya berusaha mendinginkan suasana. Silvi terpaku, air mata terus saja menghujan di pipi. Entah kenapa kali ini ia tak percaya perkataan suaminya itu.
"Mas berangkat." Ucap Yogi datar.
Silvi bangkit dari duduknya, sesaat ia menepis airmatanya. Segera menuju meja makan dan menata makanan yang sudah disiapkan untuk sarapan suami tercintanya.
"Masak apa sih?" Tatap Yogi sinis.
Dia tidak duduk di kursi meja makan, Yogi langsung mengambil sepatu pantofel dan memakainya.
"Sarapan dulu, Mas! ini kan masih pagi, aku udah selesai masak sayur kesukaanmu." Rayu Silvi masih tetisak.
"Nggak usah, aku nggak berselera," Jawab Yogi kesal.
"Astagfirulloooh, kuatkan aku ya Allah," Lirih Silvi. Suasana ini terjadi lagi, sering kali usaha Silvi tak di hargai oleh Yogi. Meski begitu Silvi tetap berusaha belajar memasak, ia berharap suatu hari suaminya bisa lahap memakan makanan yang di masaknya.
Meski ia tak ingin berburuk sangka namun hati kecilnya kini goyah, kepercayaan yang selama ini ia jaga mulai hilang, kata-kata mesra di pesan masuk itu membuat kepercayaan Silvi hancur. Yogi berdiri merapikan tas laptop miliknya, Silvi menyodorkan tangan kanan dan mencium punggung tangan kanan suaminya itu dengan lembut.
"Hati-hati di jalan, Mas," Ucap Silvi pelan.
Yogi menghidupkan motornya, dengan segera motor itu meninggalkan Silvi yang berdiri mengantar kepergian suaminya. Tak ada kata untuk Silvi, tak ada satu tengokkan mesra, atau lambaian tangan dari Yogi. Rumah kontrakan sederhana itu kini menjadi suram ketika Silvi mengetahui kenyataan pahit yang baru saja terungkap.
"Mama," Panggil Viyo, putra kecilnya yang berumur 3 tahun.
Silvi menengok dan segera masuk rumah.
"Anak mama udah bangun, sini sayang!" rangkul Silvi. Kedua tangannya memeluk Viyo.
"Papa Mana?" tanya Viyo. Suara kecilnya yang menggemaskan sedikit mengobati sakit hati Silvi.
"Papa sudah berangkat, sayang. Kita pipis dulu yuk! Habis itu kita sarapan deh," bujuk Silvi.
Usai menyuapi sang buah hati Silvi hendak mandi dan bersiap menuju ke sekolah. Silvi adalah lulusan Universitas keguruan yang baru saja diterima menjadi guru di sebuah sekolah Taman Kanak-kanak (TK) dekat rumahnya. Ini adalah hari ke 2 nya bekerja sebagai guru TK.
Kring...,
Terdengar nada dering dari ponsel suaminya berbunyi.
"Mas Yogi ketinggalan hp-nya?" Pikir Silvi mengernyitkan dahi.
Dengan bergegas Silvi menuju ke kamarnya dan melihat ponsel suaminya itu tergeletak di atas kasur dan berbunyi.
Silvi meraih ponsel itu dan melihat layar. Ada satu panggilan masuk.
"Pak Tono?" Lirih Silvi.
Karena takut ini adalah panggilan penting maka Silvi pun menjawab panggilan itu.
"Halo, Asslamu'alaikum," Sapa Silvi.
"Halo, Waalaikumsalam Pak Yogi nya ada?" suara seorang laki-laki di ujung ponsel sana.
"Pak Yoginya...," Belum lah Silvi meneruskan pembicaraan, laki-laki itu sudah menyelah.
"Ini sama istrinya ya? Maaf hanya mau mengingatkan Bu, hari ini ada rapat penting di gedung Hotel Rodante, Bapak Yogi Diharapkan hadir ya, Bu." Selah laki-laki bernama Tono.
"Oh baik Bapak nanti saya sampaikan," jawab Silvi. Di dalam benaknya Yogi pasti balik ke rumah begitu sadar ponselnya ketinggalan.
"Kalau boleh tahu jam berapa mulainya, Pak?" Silvi balik bertanya.
"Jam 10.00 bu, mohon disampaikan ya terima kasih," jawab laki-laki itu.
"Baik, Pak," Jawab Silvi.
"Jam 10?" Silvi merasa aneh.
"Ini baru jam 7," lirih Silvi.
"Tapi Mas Yogi udah berangkat?" dahinya kembali mengernyit.
"Apa mungkin Mas Yogi berbohong?" Silvi terus bertanya-tanya.
Evelyn, yang dulunya seorang pewaris yang dimanja, tiba-tiba kehilangan segalanya ketika putri asli menjebaknya, tunangannya mengejeknya, dan orang tua angkatnya mengusirnya. Mereka semua ingin melihatnya jatuh. Namun, Evelyn mengungkap jati dirinya yang sebenarnya: pewaris kekayaan yang sangat besar, peretas terkenal, desainer perhiasan papan atas, penulis rahasia, dan dokter berbakat. Ngeri dengan kebangkitannya yang gemilang, orang tua angkatnya menuntut setengah dari kekayaan barunya. Elena mengungkap kekejaman mereka dan menolak. Mantannya memohon kesempatan kedua, tetapi dia mengejek, "Apakah menurutmu kamu pantas mendapatkannya?" Kemudian seorang tokoh besar yang berkuasa melamar dengan lembut, "Menikahlah denganku?"
Novel Cinta dan Gairah 21+ ini berisi kumpulan cerpen romantis terdiri dari berbagai pengalaman romantis dari berbagai latar belakang profesi yang ada seperti ibu rumah tangga, mahasiswa, CEO, kuli bangunan, manager, para suami dan lain-lain .Semua cerpen romantis yang ada pada novel ini sangat menarik untuk disimak dan diikuti jalan ceritanya sehingga bisa sangat memuaskan fantasi para pembacanya. Selamat membaca dan selamat menikmati!
Setelah dua tahun menikah, Sophia akhirnya hamil. Dipenuhi harapan dan kegembiraan, dia terkejut ketika Nathan meminta cerai. Selama upaya pembunuhan yang gagal, Sophia mendapati dirinya terbaring di genangan darah, dengan putus asa menelepon Nathan untuk meminta suaminya itu menyelamatkannya dan bayinya. Namun, panggilannya tidak dijawab. Hancur oleh pengkhianatan Nathan, dia pergi ke luar negeri. Waktu berlalu, dan Sophia akan menikah untuk kedua kalinya. Nathan muncul dengan panik dan berlutut. "Beraninya kamu menikah dengan orang lain setelah melahirkan anakku?"
Warning!!!!! 21++ Aku datang ke rumah mereka dengan niat yang tersembunyi. Dengan identitas yang kupalsukan, aku menjadi seorang pembantu, hanyalah bayang-bayang di antara kemewahan keluarga Hartanta. Mereka tidak pernah tahu siapa aku sebenarnya, dan itulah kekuatanku. Aku tak peduli dengan hinaan, tak peduli dengan tatapan merendahkan. Yang aku inginkan hanya satu: merebut kembali tahta yang seharusnya menjadi milikku. Devan, suami Talitha, melihatku dengan mata penuh hasrat, tak menyadari bahwa aku adalah ancaman bagi dunianya. Talitha, istri yang begitu anggun, justru menyimpan ketertarikan yang tak pernah kubayangkan. Dan Gavin, adik Devan yang kembali dari luar negeri, menyeretku lebih jauh ke dalam pusaran ini dengan cinta dan gairah yang akhirnya membuatku mengandung anaknya. Tapi semua ini bukan karena cinta, bukan karena nafsu. Ini tentang kekuasaan. Tentang balas dendam. Aku relakan tubuhku untuk mendapatkan kembali apa yang telah diambil dariku. Mereka mengira aku lemah, mengira aku hanya bagian dari permainan mereka, tapi mereka salah. Akulah yang mengendalikan permainan ini. Namun, semakin aku terjebak dalam tipu daya ini, satu pertanyaan terus menghantui: Setelah semua ini-setelah aku mencapai tahta-apakah aku masih memiliki diriku sendiri? Atau semuanya akan hancur bersama rahasia yang kubawa?
Lenny adalah orang terkaya di ibu kota. Ia memiliki seorang istri, tetapi pernikahan mereka tanpa cinta. Suatu malam, ia secara tidak sengaja melakukan cinta satu malam dengan seorang wanita asing, jadi ia memutuskan untuk menceraikan istrinya dan mencari wanita yang ditidurinya. Dia bersumpah untuk menikahinya. Berbulan-bulan setelah perceraian, dia menemukan bahwa mantan istrinya sedang hamil tujuh bulan. Apakah mantan istrinya pernah berselingkuh sebelumnya?