/0/13864/coverbig.jpg?v=65cd4992d93acf0e7fb3ae0dc0f9d9fa)
Ketika satu kebahagiaan tiba-tiba direnggut oleh sebuah penghianatan, bagaimana kau akan menyikapinya? Mempertahankan dengan memberi kesempatan kedua, atau pergi melepaskan cinta? Mengenal seseorang sejak lama rupanya tak menjamin bisa memiliki rumah tangga yang harmonis. Bahkan, tahu baik buruknya pasangan pun, seakan menjadi umpan untuk merasakan luka yang ditakuti. Lantas, pria seperti apa lagi yang bisa dipercaya, jika dia yang melindungi dan selalu ada sejak kecil pun nyatanya menjadi pemberi rasa sakit paling besar dalam hidup ini?
"Aresh ke mana, ya? Susah banget dihubungin?"
Tepat pukul delapan malam, di sebuah gedung perkantoran bertingkat lima, seorang wanita bertubuh kecil, mengenakan dress selutut berwarna magenta, dengan rambut hitam–panjang tergerai begitu indah, terlihat begitu kebingungan usai menghubungi seseorang yang tak kunjung ada jawaban. Berjalan melewati lobby yang sudah sepi tak berpenghuni, wanita cantik itu berusaha mengulas senyumnya kembali sambil menenteng sebuah kotak bekal di tangan kanan, dan tas kecil berwarna kuning yang menyampir pada bahu kiri.
Sesekali, wanita cantik dengan langkah kaki pendek itu menoleh ke sisi kiri dan kanan, berhenti sejenak di depan sebuah bingkai LED besar berisi poster games terlaris di layanan distribusi digital sembari mengulas senyum lebar, sebelum akhirnya melanjutkan perjalanannya menuju salah satu ruangan di lantai lima gedung perkantoran tersebut.
Masuk ke dalam sebuah lift yang sudah terbuka, wanita cantik itu pun menekan tombol angka lima pada floor button, hingga pintu elevator perlahan mulai menutup dengan rapat. Bersenandung, seraya menengadahkan kepala ke atas untuk melihat floor designator yang perlahan berganti angka setiap kali car lift melewati lantai demi lantai gedung tersebut.
Sampai pada akhirnya, suara dentingan pun terdengar–menandakan jika lift sudah berada di lantai yang dituju, dan pintu yang semula tertutup begitu rapat, mulai terbuka lebar. Memperlihatkan sebuah koridor luas, dengan penerangan yang masih terbilang cukup terang di sepanjang jalan.
Dengan sesegera mungkin, wanita itu melangkahkan kaki keluar dari car lift, lalu berjalan menuju salah satu ruangan yang berada di sudut koridor tersebut, dengan perasaan tidak sabaran, sebab akan bertemu sang suami yang sudah dua hari tidak pulang ke rumah karena pekerjaannya.
Namun tiba-tiba, langkah wanita itu perlahan mulai melambat, kala mendengar suara samar seorang wanita sedang mengobrol sembari menyebutkan nama sang suami. Perasaan yang semula begitu senang, seketika tak karuan. Berharap, semua yang dia pikirkan, adalah tidak benar.
"Kok, jam segini Bapak masih di kantor? Memangnya hari ini Pak Aresh gak akan pulang lagi?"
"Pulang, sih, kayanya. Cuma agak maleman. Saya mau beresin kerjaan dulu."
"Ah, kalau gitu, saya temani, ya, Pak. Kebetulan, saya juga gak ada kegiatan apa-apa di rumah."
"Boleh, kalau kamu tidak keberatan."
"Temani Bapak makan malam juga saya tidak keberatan, kok. Bapak tidak usah merasa tidak enak."
Lambat laun, suara perbincangan samar itu mulai terdengar sangat jelas, kala langkah kaki sang wanita berhenti tepat di depan salah satu ruangan dengan pintu masuk yang sedikit terbuka. Ia kepalkan kedua tangan untuk menguatkan diri, kemudian mendorong daun pintu tersebut dengan cepat, lalu masuk, hingga wanita bersetelan blazer putih dan rok mini hitam itu seketika terperanjat–diikuti oleh pria di sampingnya–menoleh ke arah asal suara, sembari melepaskan tangannya dari lengan sang pimpinan. Membuat wanita cantik bertubuh kecil itu menjatuhkan kotak bekal dari genggaman.
"A-Aresh ...." Gumamnya pelan, dengan suara bergetar dan mata yang membulat sempurna.
***
Kecewa.
Ya, hanya satu kata itu saja yang bisa menggambarkan perasaan saat ini, ketika segalanya kembali diluluhlantakkan oleh kenyataan pahit.
Untuk yang kesekian kali. Lagi, dan lagi, ditikam begitu dalam oleh sebuah pengkhianatan, hingga menyayat jauh di atas kepercayaan. Menodai ikrar janji suci pernikahan, tanpa adanya rasa bersalah sedikitpun.
Sakit yang sama dengan luka yang sama, dan luka yang sama dengan orang yang sama pula. Seakan, semuanya tak pernah berhenti hanya karena kata cinta. Bertahan pun rasanya sudah tidak mampu, sedangkan menjadi sendirian bukanlah perkara yang mudah.
Benar kata banyak orang, jika mengendalikan kesetiaan seseorang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Tidak peduli seberapa baik perlakuan kita kepada dia–yang dicintai, bukan berarti kita bisa mendapat perlakuan yang sama. Tidak peduli seberapa besar arti kehadiran dia dalam hidup kita, bukan berarti dia akan menghargai, apa yang sudah kita korbankan selama ini. Karena terkadang, orang yang paling kita cintai, berubah menjadi orang yang paling tidak bisa kita percayai. Karena terkadang, orang yang paling kita percayai, adalah orang yang memberi luka paling besar dalam hidup ini.
"Sa! Sasa! Kamu di mana?"
Walau samar, terdengar cukup jelas suara bariton pria itu memanggil-manggil nama wanita yang sedang bersembunyi di balik bilik toilet. Langkah kakinya pun terdengar begitu cepat, menghilang beberapa saat, kemudian kembali terdengar mendekat dengan napas memburu. Seakan, kekhawatiran sedang menyelimuti dirinya.
"Sa! Kamu di mana? Please, dengerin penjelasan aku!"
"Sa!"
"Sasa!"
"Nerissa!"
"Yank!"
"Astagfirullah ... Allahu ...."
Panggilan demi panggilan ikut menyertai. Begitupun getar lambat dari ponsel di dalam tas. Menandakan bahwa kini rasa takut semakin mendominasi dalam diri pria itu. Alih-alih keluar dari tempat persembunyian, wanita cantik itu malah meringkuk di atas closet duduk yang tertutup sembari menundukkan kepala. Menyembunyikan derai air mata yang semakin tak terbendung lagi, kala suara dari pria yang sangat dia cintai kembali terdengar menyerukan namanya.
Sakit.
Kecewa.
Menyesal.
Perasaan itu bercampur menjadi satu dengan beban hati yang mesti harus dipikul setelah semuanya terjadi ... Lagi. Ya, lagi! Karena kejadian ini bukanlah kali pertama dialami oleh wanita bernama Nerissa itu. Bahkan, entah sudah kali keberapa ia memberi kesempatan yang lain kepada sang suami, dan memaafkan pengkhianatan yang sudah dilakukan terhadapnya.
Akan tetapi, untuk kali ini Nerissa benar-benar sudah menyerah atas luka yang kembali ditorehkan oleh sang suami, hingga memiliki pemikiran untuk mengakhiri segalanya.
Ya ... Segalanya. Dimulai dari hubungan menyakitkan yang dia bangun, rumah tangga yang sudah hampir dua tahun dia pertahankan, hingga perasaannya terhadap pria itu.
Dengan perasaan yang begitu lelah, diambilnya ponsel dari dalam tas kecil yang dia taruh di atas tangki closet duduk, membuka salah satu aplikasi berkirim pesan, lalu memasuki ruang obrolan, tanpa membuka pesan demi pesan yang masuk, termasuk dari kakak iparnya.
[My Captain]
(25 Panggilan Tak Terjawab)
My Captain : Sa, kamu di mana? Please, angkat telepon aku.
My Captain : Nerissa Adena Darres!
My Captain : Tolong, dengerin aku dulu!
My Captain : Ini gak seperti, apa yang kamu pikirin. :(
(2 Panggilan Tak Terjawab)
My Captain : Yank! Jangan gini, dong! Ah elah! Bikin gak tenang aja. _-
My Captain : Semua masalah bisa diselesain bener-bener asal dengan kepala dingin. Ayolah, Yank. Angkat dulu telepon aku!
(1 Panggilan Tak Terjawab)
My Captain : Please ....
My Captain : Jangan bikin aku bingung kaya gini :(
My Captain : Cukup Baginda Raja Oliver aja yang bikin aku sakit kepala hari ini. Tolong, kamu jangan nambahin dengan bikin aku khawatir kaya gini, Sa.
My Captain : Allahu Akbar. :(
My Captain : Sayang, please ....
Lagi-lagi, air mata wanita itu kembali berderai tanpa jeda, usai membaca sederet pesan yang dikirim oleh sang suami. Apalagi, saat membaca pesan terakhir, yang mana panggilan sayang masih begitu fasih dia serukan tanpa beban dan tanpa rasa bersalah. Padahal kenyataannya, pria yang sering bermain-main dengan banyak wanita itu adalah pemberi luka paling banyak dalam hidup Nerissa. Terlebih ... pengkhianatan.
Dengan kedua ibu jari yang bergetar hebat, wanita berwajah kusut itu akhirnya mulai mengetik beberapa kata pamungkas, yang mana hatinya dipaksa untuk ikhlas, walau berat untuk dihadapi. Hingga tombol pengiriman pun disentuh begitu lembut, dan pesan terkirim kepada sang empunya nomor tersebut.
[My Captain]
Anda : Maaf Resh, aku bener-bener udah nyerah. Sabar aku udah habis. Semuanya udah di luar batas kemampuan aku. Lebih baik kita bercerai.
***
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, "Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai."
Lenny adalah orang terkaya di ibu kota. Ia memiliki seorang istri, tetapi pernikahan mereka tanpa cinta. Suatu malam, ia secara tidak sengaja melakukan cinta satu malam dengan seorang wanita asing, jadi ia memutuskan untuk menceraikan istrinya dan mencari wanita yang ditidurinya. Dia bersumpah untuk menikahinya. Berbulan-bulan setelah perceraian, dia menemukan bahwa mantan istrinya sedang hamil tujuh bulan. Apakah mantan istrinya pernah berselingkuh sebelumnya?
Evelyn, yang dulunya seorang pewaris yang dimanja, tiba-tiba kehilangan segalanya ketika putri asli menjebaknya, tunangannya mengejeknya, dan orang tua angkatnya mengusirnya. Mereka semua ingin melihatnya jatuh. Namun, Evelyn mengungkap jati dirinya yang sebenarnya: pewaris kekayaan yang sangat besar, peretas terkenal, desainer perhiasan papan atas, penulis rahasia, dan dokter berbakat. Ngeri dengan kebangkitannya yang gemilang, orang tua angkatnya menuntut setengah dari kekayaan barunya. Elena mengungkap kekejaman mereka dan menolak. Mantannya memohon kesempatan kedua, tetapi dia mengejek, "Apakah menurutmu kamu pantas mendapatkannya?" Kemudian seorang tokoh besar yang berkuasa melamar dengan lembut, "Menikahlah denganku?"
Sayup-sayup terdengar suara bu ustadzah, aku terkaget bu ustazah langsung membuka gamisnya terlihat beha dan cd hitam yang ia kenakan.. Aku benar-benar terpana seorang ustazah membuka gamisnya dihadapanku, aku tak bisa berkata-kata, kemudian beliau membuka kaitan behanya lepas lah gundukan gunung kemabr yang kira-kira ku taksir berukuran 36B nan indah.. Meski sudah menyusui anak tetap saja kencang dan tidak kendur gunung kemabar ustazah. Ketika ustadzah ingin membuka celana dalam yg ia gunakan….. Hari smakin hari aku semakin mengagumi sosok ustadzah ika.. Entah apa yang merasuki jiwaku, ustadzah ika semakin terlihat cantik dan menarik. Sering aku berhayal membayangkan tubuh molek dibalik gamis panjang hijab syar'i nan lebar ustadzah ika. Terkadang itu slalu mengganggu tidur malamku. Disaat aku tertidur…..
Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?