Unduh Aplikasi panas
Beranda / Romantis / Kisah tak Terduga: Back to You
Kisah tak Terduga: Back to You

Kisah tak Terduga: Back to You

5.0
30 Bab
10.6K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Samuel harus berusaha untuk melupakan Nindy yang tidak akan pernah kembali. Hadirnya seseorang dalam hidupnya memang sedikit membuat Samuel lupa, tentang perempuan yang sudah meninggalkan dirinya sejak tujuh tahun yang lalu. Namun, di balik keluguan dan kepolosan Elvira Maharani, tersimpan banyak misteri dan rahasia yang bahkan orang tersebut tidak tahu. Ikuti kisahnya dan semoga suka. Selamat membaca.

Bab 1 Aku tidak Berbohong

“Kenapa hanya segini?” teriak Farah kepada Vira yang baru saja pulang dari tempat kerjanya.

“Ma—maaf, Bu. Tapi, ini gaji terakhir aku karena aku dipecat. Aku difitnah oleh teman kerjaku yang padahal dia sendiri yang sudah melakukan itu,” ucap Vira dengan suara lirihnya dengan kepala menunduk karena takut.

“Apa?! Jadi, sekarang kamu menganggur? Cari kerja lagi, Vira! Kamu pikir hidup tidak butuh uang, huh? Awas, kalau masih menganggur! Aku tidak akan segan-segan kirim kamu ke ayah kamu di sana.”

Vira menggelengkan kepalanya dengan cepat memohon agar jangan dikirim ke ayahnya yang merupakan mucikari, menjual anak di bawah umur dan juga menjual wanita yang ingin mencari kerja dengan cara yang tidak halal tentunya.

“Aku akan mencari pekerjaan lagi, Bu. Aku sudah dapat info kalau di Mega Hospital ada lowongan kerja. Besok pagi aku segera ke sana. Ini sudah sore, sudah tutup pendaftarannya.”

Farah merampas uang itu dengan kasar kemudian masuk ke dalam kamarnya. Vira hanya bisa menghela napasnya lalu mengusap air matanya karena ketakutan.

Perut keroncongan membuat tangis itu semakin lirih. Ia kemudian pergi ke dapur. Melihat ada satu mie instan di dalam lemari langsung ia eksekusi dengan segera.

Esok harinya. Pukul 09.00 WIB.

Vira langsung pergi ke rumah sakit untuk melamar pekerjaan di sana. Mengenakan pakaian seadanya yang ia miliki, juga uang yang hanya cukup untuk ongkos ojek saja.

Vira memberanikan diri untuk datang ke rumah sakit itu berharap lowongannya masih ada.

Sesampainya di sana. Vira melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang interview, menaruh banyak harapan di dalamnya.

“Mohon maaf. Slot lamaran kerja untuk tahun ini sudah penuh.”

Pupus sudah harapan Vira kala mendengarnya. “Bu. Nggak bisa ya, selipkan saya? Satu orang saja kok, Mbak. Saya mohon, saya sangat butuh kerjaan ini, Mbak.”

Vira memohon agar bisa masuk. Sebab ia tak ingin jadi wanita bayaran jika tidak memiliki pekerjaan lagi oleh ibunya itu.

“Tidak bisa. Sudah penuh, Mbak. Memangnya Mbak mau, kerja tapi tidak digaji?”

Vira menghela napas lelah. Ia kemudian keluar dari ruangan itu dengan harapan yang sudah hilang.

“Ke mana aku harus cari pekerjaan lain?” keluhnya lalu menghela napas lelah. Ia menoleh ke samping lalu tersenyum tipis kala melihat anak kecil yang tengah berbincang dengan seorang lelaki di sana.

Ia pun duduk dan memandang anak kecil itu. “Anaknya ganteng banget, Pak.”

Lelaki itu menoleh kemudian menyunggingkan senyum kecil. “Terima kasih. Tapi, ini bukan anak saya, melainkan keponakan saya.”

“Oh, maaf, maaf, Pak. Saya nggak tahu, hehe.” Vira meringis pelan lalu mengusapi belakang lehernya.

“Mbak lagi ngapain di sini?” tanya Samuel ingin tahu.

“Saya sedang melamar pekerjaan tapi ternyata slotnya sudah penuh.”

Samuel manggut-manggut. “Boleh, saya lihat resume kamu? Kebetulan saya lagi butuh karyawan untuk menggantikan sekretaris saya yang akan resign nggak lama ini.”

“Bo—boleh, Pak. Saya lulusan S1 Ekonomi kok, Pak. Dan saya bisa mengerjakan apa pun. Meski itu sulit, akan saya pelajari sampai bisa.”

Dengan semangatnya Vira memberikan CV miliknya kepada Samuel. Lelaki itu kemudian melihat resume tersebut. Tanpa basa-basi, Samuel menerima Vira sebagai karyawan barunya di sana sebagai sekretaris pengganti Tata yang akan mengundurkan diri.

“Sekali lagi terima kasih banyak ya, Pak. Saya akan datang ke kantor Bapak sesuai yang Bapak minta. Kalau begitu saya permisi.”

Samuel mengangguk sambil mengulas senyum pada perempuan itu. “Lucu. Kelihatannya ulet juga.”

Samuel menggaruk alisnya kemudian menoleh pada Elvan yang tengah menatapnya balik. “Kenapa?”

Elvan menggelengkan kepalanya. “Nggak.”

Samuel mengacak rambut keponakannya itu lalu menghela napasnya dengan panjang.

Keesokan harinya. Ia terbangun kemudian melihat jam yang baru saja menunjuk angka enam pagi.

“Buset! Masih pagi banget gue bangunnya. Nggak biasanya juga bangun jam segini.” Samuel menggaruk rambutnya kemudian beranjak dari tempat tidur.

Pergi ke kamar mandi dan membersihkan diri terlebih dahulu sebelum pergi ke kantor.

Pukul 06.30 WIB.

Samuel mengatup dagunya di meja makan sembari mengembungkan pipinya. “Ini gue lagi kena azab apa gimana sih. Gue minta jangan datang jam tujuh dan sekarang gue nggak tahu harus ngapain gara-gara bangun kepagian. Sialan emang.”

Samuel mengacak rambutnya kemudian beranjak dari duduknya. Yang pada akhirnya ia pun pergi ke kantor dan tak peduli meski baru jam tujuh sampai di kantor nanti.

Pukul 07.30 WIB.

Tata terkejut bukan main saat melihat Samuel tengah mengaduk kopi di dapur kantor seorang diri sembari menatap kosong ke arah jendela.

“Pak! Bapak lag ingapain di sini?” tanya Tata dengan wajah masih terkejutnya.

Samuel menghela napasnya. “Kopi saya habis di rumah. Kepala saya mumet lihat kerjaan akhirnya datang lebih awal buat ngopi bentar.”

Tata menaikan alisnya sebelah, tak percaya dengan ucapan bosnya itu. “Yakin, karena kopi di rumah Bapak habis? Bukan karena mau datang karyawan baru?” tebaknya kemudian.

“Hah? Ngapain saya nungguin karyawan baru? Biar aja dia datang dan langsung masuk ke ruangan saya. Aneh!”

Tata menyunggingkan bibirnya. “Bapak tuh, yang aneh. Bisa-bisanya datang pagi bener nggak biasanya. Saya nggak yakin, sama ucapan Bapak tadi. Pasti karena karyawan baru itu, kan?” Tata menunjuk wajah Samuel seraya menggoda lelaki itu.

“Ck! Sekretaris nggak jelas! Bisanya ganggu bosnya doang!” sengalnya kemudian melangkah pergi dari dapur itu.

Masuk lagi ke dalam ruangannya sembari membawa kopi yang dia buat tadi.

Sementara di rumah Vira. Perempuan itu bergegas keluar dari kamarnya sembari menguncir rambutnya.

“Vira!” panggil Farah kepada anaknya itu. “Kerja di mana kamu sekarang? Atau hanya pura-pura, agar aku tidak mengirim kamu ke ayah kamu? Iyaa?”

Vira menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Nggak kok, Bu. Aku beneran dapat panggilan dan hari ini interview. Aku akan bekerja di sana dan semoga ditempatkan di jabatan yang gajinya lumayan, Bu. Jangan hubungi Ayah, aku mohon. Aku akan bekerja lebih giat lagi dan tidak akan melakukan kesalahan.”

Farah menatap wajah anaknya itu dengan tatapan sengitnya. “Awas kalau berani berbohong! Aku tidak akan segan-segan membuat kamu kehilangan harga diri kamu!”

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY