/0/14667/coverbig.jpg?v=fccb654b9c8177faf9297c0b8ec11b95)
Nara tidak menyangka, jika hasil penantiannya selama ini akan berujung pada sebuah surat perceraian. Nara dikhianati dan dibohongi oleh suaminya sendiri, hingga kehidupannya hancur. Nara sempat tak mempunyai harapan untuk hidup, hingga hadir seorang pria yang menjadi dewa penolongnya. Dia adalah Dimas, yang menawarkan sebuah bentuk kerja sama balas dendam padanya. Akankah rencana Nara dengan pria itu berhasil? Atau Nara malah akan terjebak dengan segala rencanya sendiri dan membuat hidupnya semakin hancur?
"Surat apa ini?"
Napas Nara tercekat, di saat ia melihat tulisan pengadilan agama di dalam sebuah amplop yang masih tertutup rapat. Dengan tangan yang bergetar, ia mulai membuka isi surat itu dan membacanya secara menyeluruh hingga air matanya luruh begitu saja.
"Surat cerai? Ini tidak mungkin! Bagaimana caranya Mas Evan bisa menceraikanku tanpa sepengetahuanku? Apa salahku?" gumamnya tak percaya sambil membaca isi surat tersebut untuk yang kedua kalinya.
Tetes air mata Nara semakin menderas, di saat ia menyadari kenyataan ini bukanlah sebuah mimpi buruk. Entah nasib sial apa lagi yang tengah menimpanya, hingga detik ini tangannya bisa menggenggam sebuah surat perceraian yang dilayangkan oleh seorang pria yang belum genap menikahi dirinya selama dua bulan.
"Tidak! Aku tidak boleh percaya begitu saja! Aku harus meminta konfirmasi langsung dari Mas Evan!" batin Nara yang langsung menyeka jejak air matanya.
Perempuan itu beranjak dari tempat duduknya, dan beralih mencari ponsel di kamar. Nara masih berusaha berpikir positif, sampai langkah kakinya terhenti di saat terdengar suara ketukan pintu dari luar.
"Mas Evan? Ya, itu pasti Mas Evan pulang!" ujar Nara bersemangat, sambil berlari menuju pintu rumahnya.
Nara berusaha menampilkan senyuman terbaik untuk menyambut kepulangan sang suami, dengan harapan agar ia bisa berbicara baik-baik dengan Evan. Namun sayangnya, pria yang telah mengetuk pintu rumahnya itu ternyata bukanlah pria yang diharapkan. Kedua matanya sampai membulat, di saat ia mendapati tatapan tajam dari para tamu yang tak pernah diundangnya.
"Maaf, ini ada apa ya?" Nara sampai mundur selangkah ke belakang. Nyalinya seketika menciut, di saat beberapa pria berbadan besar dengan banyak tato di badannya menghampiri dirinya.
"Apa benar ini rumah kediamannya Evan dan Nara?"
"Ya, benar. Nara itu saya sendiri, dan Evan itu suami saya. Ada urusan apa ya?"
"Rumah ini akan kami sita! Suami Anda telah meminjam sejumlah uang pada pihak bank, dan tidak bisa melunasinya. Sehingga mulai besok Anda dan suami Anda tidak bisa lagi tinggal di tempat ini!"
Jdarrr!
Bagai tersambar petir di siang bolong, seketika kekuatan yang ada di dalam tubuh Nara pun hancur. Baru saja beberapa saat yang lalu batinnya terguncang berkat hadirnya surat perceraian yang amat tiba-tiba, dan kini ia sudah dihadapkan lagi dengan situasi yang tak kalah sulit.
"Ini adalah sisa pembayaran yang harus ibu segera lunasi," ucap pria berkepala botak tersebut, sambil menyerahkan selembar kertas pada wanita yang ada di hadapannya.
Nara membaca sejumlah angka yang tertera di kertas itu, hingga mulutnya kembali terbuka dengan napas yang kembali tercekat. "Seratus juta?" tanyanya tak percaya.
"Iya, benar. Itu adalah nominal gabungan sisa hutang suami Anda, berikut dengan bunganya!"
Seketika kedua sudut air mata Nara kembali basah. Dirinya merasa pening sekaligus sesak, dengan berbagai cobaan yang datang secara bersamaan di hari ini. Kini tak hanya tangannya saja yang bergetar, tetapi mulutnya juga. Nara mengigit kuat bibirnya, mencoba menahan ledakan tangis yang hampir pecah. Namun sayangnya, ia gagal.
"Tolong jangan usir saya dari tempat ini, Pak!" lirih Nara memohon, dengan air mata yang semakin luruh. "Sudah lebih dari sebulan ini Mas Evan belum pulang, karena dia tengah bekerja di ibu kota sana," lanjutnya dengan sorot mata meminta iba.
"Maaf, kami hanya menjalankan tugas. Sertifikat rumah ini telah ada di tangan kami, dan mungkin untuk lebih jelasnya lagi Anda bisa tanyakan langsung pada suami Anda sendiri," ucap pria itu tak mau berdebat, dan langsung mengajak para teman-temannya pergi meninggalkan tempat tersebut.
Tangis Nara pecah. Perempuan itu terduduk di balik pintu, dengan kedua tangan yang menutup wajah. Nara tak tahu apa yang tengah terjadi pada Evan, pikirannya sudah terlanjur kacau. Hingga keesokan harinya, ia terbangun dan berusaha mencoba mencari tahu semuanya.
"Ya, sepertinya aku harus mencari tahu alamat tempat tinggal Mas Evan di Jakarta! Aku harus segera menemuinya, sebelum para rentenir itu kembali ke rumah ini!"
Dengan susah payah, Nara mengobrak-abrik isi lemari suaminya. Meski sebagian tubuhnya masih terasa lemas, ia tetap mencari semua data diri Evan. Tak ada satu pun yang dilewatinya, hingga kedua netranya tak sengaja melihat sebuah buku kecil dengan coretan pena di depannya.
"Jalan Melati, Nomor 30A. Tidak salah lagi, pasti Mas Evan ada di tempat ini sekarang!" ucap Nara yang seketika langsung merobek kertas tersebut dan menyimpannya di dalam dompet.
Pukul tujuh pagi keesokan harinya, Nara segera bergegas menumpangi sebuah bus yang berjalan menuju Jakarta. Dalam duduknya, Nara tak pernah berhenti meremas ujung baju yang tengah dikenakannya. Ia terlalu takut, karena ini adalah momen pertama kali dirinya meninggalkan kampung halaman sendirian. Selama ini Nara memang sama sekali tak pernah bepergian jauh, karena terlalu fokus mengurus ayahnya yang telah sakit berbulan-bulan.
"Jakarta! Jakarta!"
Nara terperanjat, dan langsung melihat sekelilingnya. Setelah menempuh perjalanan panjang, akhirnya ia bisa sampai di tempat tujuannya. Sehingga dengan menarik napas terlebih dahulu, Nara pun turun dari bus tersebut dan mulai menanyakan alamat tujuannya pada beberapa orang yang ada di sana.
"Waduh! Kalau alamat ini masih jauh, Neng! Neng harus naik beberapa angkutan umum dulu, supaya bisa ke sana," ucap orang itu, yang langsung membuat Nara memeriksa isi dompetnya.
Sisa uangnya hanya tinggal hanya tinggal 4 lembar uang lima puluh ribuan saja, mengingat selama ini Evan belum pernah mengiriminya uang. Itu pun adalah sisa uang simpanannya, yang sebagian besar telah habis untuk perawatan rumah sakit dan biaya pemakaman ayahnya.
"Saya catat di sini saja nama-nama angkutan umum sekaligus nomornya ya, Neng. Semoga cepat ketemu suaminya," ucap orang tersebut sambil mengembalikan kembali secarik kertas yang sempat diperlihatkan kepadanya dan pergi melanjutkan perjalanannya.
Nara mengikuti beberapa instruksi yang telah orang tadi tuliskan di kertasnya. Ia mulai menaiki sebuah angkutan umum berwarna merah dari stasiun bus tersebut, sampai akhirnya ia menyambung menumpang angkutan umum lainnya. Nara tak gentar mencari Evan, meski kini ia tengah berada di tempat yang sangat asing baginya.
"Jalan Melati," ejanya pelan sambil melihat sebuah papan nama jalan yang ada di hadapannya.
Untuk sesaat, Nara sedikit mengerenyitkan dahinya. Ia nampak terlihat bingung, di saat melihat beberapa mobil dan motor yang tengah terparkir hampir memenuhi pinggir jalanan. Hingga akhirnya, dengan ragu-ragu Nara pun kembali menyusuri beberapa rumah yang ada di sana. Ia mencari keberadaan rumah Evan. Sampai tiba-tiba napasnya terasa sesak, di saat dirinya melihat sebuah tenda dan tulisan yang amat menghentakkan hati.
"Tidak! Ini tidak mungkin!"
Kara tak menyangka, kesucian yang selama ini sangat dijaganya lenyap dalam satu malam. Hidupnya seketika berubah drastis. Dirinya diasingkan, dikucilkan, dan bahkan tak diperlakukan selayaknya manusia lagi. Kara sangat terpuruk, akan tetapi tetap mencoba bertahan demi sang anak. Hingga akhirnya setelah sekian tahun berlalu, dirinya kembali dipertemukan dengan sesosok pria yang telah memberikannya penderitaan yang amat mendalam. Pria itu semakin menjerat hidupnya. Lantas, akankah Kara sanggup kembali bertahan? Lalu, bagaimana jika pria itu akan merebut anaknya nanti? Akankah Kara rela melepaskan darah dagingnya begitu saja kepada pria yang telah membuat hidupnya hancur?
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Firhan Ardana, pemuda 24 tahun yang sedang berjuang meniti karier, kembali ke kota masa kecilnya untuk memulai babak baru sebagai anak magang. Tapi langkahnya tertahan ketika sebuah undangan reuni SMP memaksa dia bertemu kembali dengan masa lalu yang pernah membuatnya merasa kecil. Di tengah acara reuni yang tampak biasa, Firhan tak menyangka akan terjebak dalam pusaran hasrat yang membara. Ada Puspita, cinta monyet yang kini terlihat lebih memesona dengan aura misteriusnya. Lalu Meilani, sahabat Puspita yang selalu bicara blak-blakan, tapi diam-diam menyimpan daya tarik yang tak bisa diabaikan. Dan Azaliya, primadona sekolah yang kini hadir dengan pesona luar biasa, membawa aroma bahaya dan godaan tak terbantahkan. Semakin jauh Firhan melangkah, semakin sulit baginya membedakan antara cinta sejati dan nafsu yang liar. Gairah meluap dalam setiap pertemuan. Batas-batas moral perlahan kabur, membuat Firhan bertanya-tanya: apakah ia mengendalikan situasi ini, atau justru dikendalikan oleh api di dalam dirinya? "Hasrat Liar Darah Muda" bukan sekadar cerita cinta biasa. Ini adalah kisah tentang keinginan, kesalahan, dan keputusan yang membakar, di mana setiap sentuhan dan tatapan menyimpan rahasia yang siap meledak kapan saja. Apa jadinya ketika darah muda tak lagi mengenal batas?
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
BERISI ADEGAN HOT++ Leo pria tampan dihadapan dengan situasi sulit, calon mertuanya yang merupakan janda meminta syarat agar Leo memberikan kenikmatan untuknya. Begitu juga dengan Dinda, tanpa sepengetahuan Leo, ternyata ayahnya memberikan persyaratan yang membuat Dinda kaget. Pak Bram yang juga seorang duda merasa tergoda dengan Dinda calon menantunya. Lantas, bagaimana dengan mereka berdua? Apakah mereka akan menerima semua itu, hidup saling mengkhianati di belakang? Atau bagaimana? CERITA INI SERU BANGET... WAJIB KAMU KOLEKSI DAN MEMBACANYA SAMPAI SELESAI !!
Chelsea mengabdikan tiga tahun hidupnya untuk pacarnya, tetapi semuanya sia-sia. Dia melihatnya hanya sebagai gadis desa dan meninggalkannya di altar untuk bersama cinta sejatinya. Setelah ditinggalkan, Chelsea mendapatkan kembali identitasnya sebagai cucu dari orang terkaya di kota itu, mewarisi kekayaan triliunan rupiah, dan akhirnya naik ke puncak. Namun kesuksesannya mengundang rasa iri orang lain, dan orang-orang terus-menerus berusaha menjatuhkannya. Saat dia menangani pembuat onar ini satu per satu, Nicholas, yang terkenal karena kekejamannya, berdiri dan menyemangati dia. "Bagus sekali, Sayang!"
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.