/0/14788/coverbig.jpg?v=20231013181614)
Menjadi seorang editor di sebuah penerbit besar ternyata tidak segampang yang saya kira. Selain menjadi editor naskah, saya juga seorang novelis. Namun, saya sempat mengalami masa haitus karena tulisan saya sendiri tidak dapat mencapai standar yang saya inginkan. Dahulu, saya adalah seorang penulis novel romantis, namun sekarang saya justru menulis novel-novel horor. Hal yang unik dari saya adalah saya memiliki seorang sahabat hantu bernama Kelvin. Dia selalu menemaniku saat saya menulis, dan inspirasi cerita horor saya berasal dari sumbernya sendiri, yaitu Kelvin.
Jika tidak bisa menyampaikan sesuatu lewat ucapan maka kamu bisa menyampaikannya lewat tulisan.
~Rizka hinayah safitri hutapea.
Malam hari telah tiba. Seorang wanita duduk sendiri di ruangan yang penuh laptop yang telah mati, namun hanya laptopnya sendiri yang masih menyala.
Sedari beberapa jam lalu ia menulis di Microsoft word, bahkan meja tempat kerjanya masih penuh dengan beberapa buku, stabilo, dan pembatas buku.
Gluk... gluk... gluk... Ka meneguk secangkir kopi hangat. Ia kembali mengetik di laptop itu.
"Loh, Ka. Kamu belum pulang? Udah tengah malam begini masih di kantor," ujar Bang Ardir saat itu yang juga mau pulang.
"Belum, Bang. Paling bentar lagi, masih ngerjain deadline," sahutku yang masih fokus mengerjakan pekerjaanku. Aku bahkan tidak berkontak mata atau melihat Bang Ardit.
"Selesai Bang Ardit menanyakan itu, ia pun berpamitan pulang.
"Ka, kalau pulang jangan malam-malam loh, apalagi kamu kan cewek gitu, tidak baik perempuan pulang larut malam," ujarnya.
"Ia, Bang. Ini juga bentar lagi mau siap deadline aku," jawabku sambil mengecek tanda baca dari setiap paragraf di cerita itu.
Setelah itu, Bang Ardit baru benar-benar pergi. Aku melihat jam dinding kantor sudah jam 21.09.
"Masih jam segitu, tepat jam 10 nanti aku pulang deh," ujarku kembali fokus ke laptop.
Waktu terus berjalan dan aku semakin larut malam di kantor. Namun, aku harus menyelesaikan pekerjaanku agar bisa naskah novelku selesai tepat waktu. Meskipun begitu, aku merasa sedikit takut karena kantor yang sepi dan gelap, hanya lampu led satu satunya yang menyala menyinari di tempatku menulis. Namun, aku berusaha untuk tetap fokus dan menyelesaikan pekerjaanku dengan cepat.
"Aduh, narasinya malah kurang pas, terutama dalam percakapan tokohnya," ucapku berdiskusi dengan diriku sendiri.
Aku kembali menghapus beberapa bagian narasi dalam cerita tersebut dan membuat yang baru, serta mengedit beberapa kata yang tidak perlu dan hanya membuat cerita terasa berlebihan.
Sebenarnya, aku sedikit bingung dalam membuat cerita fiksi remaja mengenai percintaan, terutama dalam tema novel yang aku buat yang romantis. Karena aku sendiri belum pernah merasakan pengalaman pacaran, maka aku harus berpikir panjang untuk menciptakan cerita yang pas. Aku melakukan riset dari novel-novel dan buku-buku online, serta menonton banyak film dan drama romantis.
Namun, tetap saja, penyampaian tulisanku tidak sesuai dengan apa yang aku bayangkan."
Karena terlalu asik menulis aku sampai lupa waktu bahwa sekarang jam sudah menunjukkan pukul 11 san, sial naskah ini masih selesai setengah yang aku edit.
"Tret... tret..." Ponsel yang ada di dekat setumpuk kertas HVS berbunyi beruntun. Aku melihat panggilan masuk dari Bang Ardit.
"Halo, Bang," ujarku mengangkat teleponnya.
"Ya ampun, Ka. Abang lupa kalau laptop abang ketinggalan di kantor, di ruangan abang. Soalnya, abang buru-buru pulang sore tadi," ujar Ardit.
"Bang?" aku diam sejenak.
"Ada apa, Ka? Kira-kira laptop abang aman ga ya di kantor? Emang posisi laptopnya sudah mati sih," jelas Ardit.
"Aku memastikan, Bang. Kapan abang pulang tadi?" tanyaku kembali, memastikan apakah aku salah dengar.
"Abang tadi pulang sore, Ka. Jam lima-an abang sudah pulang, soalnya ada urusan," jelas Ardit kembali.
"Abang serius? Abang pulang sore tadi?" aku mengerutkan keningku seakan tak percaya. Padahal sekitar jam sembilan-an, Bang Ardit masih berada di kantor dan bahkan sempat berbicara denganku serta memperingatkan agar aku tidak pulang terlalu larut malam.
"Emangnya kenapa, Ka? Kok kamu seakan tidak percaya dengan saya?" tanya Ardit. Ia heran melihat sikap karyawannya yang tampak aneh.
"Tidak apa-apa, Bang. Saya kebetulan masih di kantor. Laptop abang mau saya bawakan ga? Biar sekalian," cetusku.
"Yah, abang tidak meninggalkan kunci serepnya. Kedua kuncinya abang bawa," jelas Ardit.
"Oke lah, bang."
"Ka, kamu masih di kantor? Kok kamu pulangnya larut malam begini sih? Ka, kamu pulang sekarang deh. Kerjaan kamu bisa diselesaikan besok," perintah Ardit agar aku segera pulang.
"Baik, Bang," aku menyimpan file yang sudah ku buat tersebut, lalu aku cepat cepat mematikan laptop itu.
***
"Laras," beberapa kali aku berteriak memanggil Laras.
Laras merupakan teman satu kosan denganku, ia juga merupakan seorang karyawan di sebuah toko roti.
"Ras, buka pintunya," teriakku lagi.
Aku mengetuk-ngetuk pintu sekencang-kencangnya. Akhirnya, Laras membukakan pintu.
"Berisik lo, Ka, orang udah tidur juga. Ga ingat waktu, bangat jadi orang," ujar Laras geram.
"Hehe maaf, maaf," kami berdua pun serentak masuk ke dalam.
"Lo udah makan belum?" tanya Laras saat aku menyimpan tas dan sepatuku.
"Belum nih, laper banget aku Ras," ujarku cengengesan.
"Yaudah makan dulu, gw udah beliin makanan buat elu," aku dan Laras sama-sama ke meja makan.
Laras menemaniku makan sambil ia main hp.
"Ras, elu tau ga?" ucapku membuka obrolan di antara kami.
"Lo, ngajak gw menggibah? Sok aing jabanin dah," Laras mematikan ponselnya ia meletakkannya di tengah meja.
"Jadi gini Ras, pas di kantor tadi atasan gw itu mau pulang, jadi dia bilang gini ke gw Ka, pulangnya jangan terlalu malam kamu kan perempuan, pokoknya ngingetin gitu," ujarku separuh cerita.
"Terus, lo bilang apa? Perhatian amat atasanmu," sahut laras.
"Ya aku bilang ia Bang, nanti jam sepuluh-an lewat aku pulang, tapi pas aku mau beres-beres pulang kemari, Bang Ardit nelpon nih-" ucapanku terpotong oleh crocosan Laras.
"Dia bilang apa? Segitu perhatiannya ya sama lo?"
"Makanya kalau orang ngomong jangan memotong-motong dulu, Laras!"
"Ya maaf, udah lanjut."
"Dia bilang lewat telepon kalau laptopnya ketinggalan karena sore tadi dia sudah pulang. Sumpah, Ras, gw nanya Bang Ardit dong kalau dia serius pulang sore. Gw ngotot banget ga yakin gitu."
"Lah, aneh?"
"Itu dia, gw ga bilang kalau gw barusan jam sembilan-an Bang Ardit ngobrol sama gw. Setelah dia ngasih tau gitu, gw langsung cepat-cepat beresin semua barang-barang gw."
"Halah, lo halu kali. Makanya jangan buat cerita-cerita horor," sanggah Laras seakan tidak percaya dengan apa yang aku rasakan tadi.
"Laras, gw serius. Mana ada gw halu kalau kejadian itu benaran."
"Udahlah, halu lo. Gini ya, penulis bawaannya suka halu sampai ke dunia nyata. Cukup di fiksi aja lo halu, Ka," Laras mengambil kembali ponselnya.
"Ih, lo ga percaya sama gw?"
"Ga! Sama sekali. Ga ada yang percaya sama cerita halu lo."
"Iss, jahat lo Ras. Mending temanin gw mandi lah."
"Malas, lo mandi sendiri sana."
"Aelaaah, ayolah Ras. Gw ga berani mandi sendiri. Mending lo nemenin gw mandi tadi dari pada nemenin gw makan."
"Udahlah, gw mau tidur. Selamat malam, nona yang suka halu," ejek Laras.
Tessa Willson dan Leonil Scoth telah menikah hampir dua tahun lamanya. Kesibukan Leo membuat Tessa merasa kesepian. Apa lagi akhir-akhir ini Leo tak pernah membuatnya puas di atas ranjang. Akibatnya Tessa sangat kecewa. Sampai akhirnya Arnold Caldwell datang di kehidupan Tessa dan Leo. Arnold adalah ayah sambung Leo. Arnold datang ke kota New York tadinya untuk urusan bisnis. Namun siapa sangka justru Arnold malah tertarik pada pesona Tessa. Keduanya pun berselingkuh di belakang Leo. Arnold memberikan apa yang tidak Tessa dapatkan dari Leo. Tessa merasakan gairahnya lagi bersama Arnold. Namun di saat Tessa ingin mengakhiri semuanya, dirinya justru malah terjebak dalam permainan licik Arnold. Mampukah Tessa terlepas dari cengkeraman gairah Arnold, dan mempertahankan pernikahannya dengan Leo?
Gaza dan Clara terpaksa menikah karena suatu kejadian. Mereka menjalani rumah tangga dengan terpaksa, hingga keduanya menyadari jika mereka telah jatuh cinta sedari awal. Namun, masalah demi masalah muncul ketika mereka telah menyatakan cinta satu sama lain.
BERISI ADEGAN HOT++ Seorang duda sekaligus seorang guru, demi menyalurkan hasratnya pak Bowo merayu murid-muridnya yang cantik dan menurutnya menggoda, untuk bisa menjadi budak seksual. Jangan lama-lama lagi. BACA SAMPAI SELESAI!!
Pada hari pernikahannya, saudari Khloe berkomplot dengan pengantin prianya, menjebaknya atas kejahatan yang tidak dilakukannya. Dia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, di mana dia menanggung banyak penderitaan. Ketika Khloe akhirnya dibebaskan, saudarinya yang jahat menggunakan ibu mereka untuk memaksa Khloe melakukan hubungan tidak senonoh dengan seorang pria tua. Seperti sudah ditakdirkan, Khloe bertemu dengan Henrik, mafia gagah tetapi kejam yang berusaha mengubah jalan hidupnya. Meskipun Henrik berpenampilan dingin, dia sangat menyayangi Khloe. Dia membantunya menerima balasan dari para penyiksanya dan mencegahnya diintimidasi lagi.
Hidup itu indah, kalau belum indah berarti hidup belum berakhir. Begitu lah motto hidup yang Nayla jalani. Setiap kali ia mengalami kesulitan dalam hidupnya. Ia selalu mengingat motto hidupnya. Ia tahu, ia sangat yakin akan hal itu. Tak pernah ada keraguan sedikitpun dalam hatinya kalau kehidupan seseorang tidak akan berakhir dengan indah. Pasti akan indah. Hanya kedatangannya saja yang membedakan kehidupan dari masing – masing orang. Lama – lama Nayla merasa tidak kuat lagi. Tanpa disadari, ia pun ambruk diatas sofa panjang yang berada di ruang tamu rumahnya. Ia terbaring dalam posisi terlentang. Roti yang dipegangnya pun terjatuh ke lantai. Berikut juga hapenya yang untungnya cuma terjatuh diatas sofa panjangnya. Diam – diam, ditengah keadaan Nayla yang tertidur senyap. Terdapat sosok yang tersenyum saat melihat mangsanya telah tertidur persis seperti apa yang telah ia rencanakan. Sosok itu pelan – pelan mendekat sambil menatap keindahan tubuh Nayla dengan jarak yang begitu dekat. “Beristirahatlah sayang, pasti capek kan bekerja seharian ?” Ucapnya sambil menatap roti yang sedang Nayla pegang. Sosok itu kian mendekat, sosok itu lalu menyentuh dada Nayla untuk pertama kalinya menggunakan kedua tangannya. “Gilaaa kenyel banget… Emang gak ada yang bisa ngalahin susunya akhwat yang baru aja nikah” Ucapnya sambil meremas – remas dada Nayla. “Mmmpphhh” Desah Nayla dalam tidurnya yang mengejutkan sosok itu.
Setelah memutuskan hubungan dengan keluarganya yang terjerat kasus korupsi, Magnus bekerja pada keluarga Montgomery, sebuah perusahaan lokomotif terbesar di dunia. Dan dia harus menikah dengan Cressa, putri bungsu Montgomery yang pemarah. Bersama, Magnus dan Cressa punya tujuan masing-masing dalam pernikahan itu. Namun, perlahan-lahan Cressa mengungkap jati diri Magnus yang sebenarnya. Magnus bukan anak koruptor semata, lalu siapa sebenarnya dia?