/0/15020/coverbig.jpg?v=1c11b1bcac45a933550780957d08c9a7)
Aneth seorang siswa yang baru saja lulus dari sekolahannya. Dan ternyata Aneth dikenalkan oleh seseorang pria tua yang bernama Max - teman omnya sendiri - William untuk menjadi suaminya nanti. Dia merasa tidak nyaman ketika Omnya terus menjodohkan dirinya dengan pria yang katanya umurnya sudah menginjak 35 tahun. Bahkan Max sering menggodanya kala dirinya sedang di rumah. Bukan hanya itu saja, Max sering menelponnya sebelum tidur. Tak lama kemudian, Aneth mengertahui bahwa seorang Max adalah seorang pengusaha sukses yang sudah membangun beberapa cafe di kota ini. Setelah tau semua itu, akhirnya Aneth memanfaatkan semua uang punya Max. Namun, ternyata setelah lama Aneth terus bersama dengan Max dan terus memoroti uang Max. Rasa itu tumbuh tiba-tiba di dalam hatinya. Lantas, bagaimana hubungan mereka selanjutnya?
"Aneth, sudah pulang?"
Aneth menghentikan langkahnya kala ada seseorang yang memanggil namanya. Dia menoleh ke sumber suara dan ternyata ada omnya yang kini bersama dengan seorang pria yang terlihat masih muda.
"Ya, Om? Ada apa ya?" Aneth mendekat ke arah mereka. "Dan itu siapa?" tanya Aneth sembari melirik ke pria samping William-om Aneth.
"Kenalkan dia Maxime, calon suami kamu nantinya. Kenalan dulu."
Mata Aneth sontak membulat sambil melirik ke arah pria itu. "A-apa? calon suami?"
Pria itu tersenyum penuh arti dan mengulurkan tangan di hadapannya. "Saya Maxime, panggil saja dengan sebutan sayang."
Aneth melirik ke tangannya dan sontak meringis ketika mendengarkan ucapan Max barusan. "Sayang sayang ... makan tuh sayang!"
Aneth memutarkan bolamatanya dan menaap William dengan tajam. "Kenapa sih Om bawa pria gila seperti dia?"
"Dia tampan loh Aneth. Lihat saja wajahnya saja masih muda."
"Memangnya umur dia berapa?"
"Umur saya tiga puluh tahun."
Jawaban Max membuat Aneth shock seketika. "Gila ... Om mau menyuruh Aneth menikah dengan om-om seperti dia?" gadis itu menunjuk ke arah Max sambil menggelengkan kepala.
"Gamau ya Om. Mending Aneth nikah sama kambing dari pada sama dia." Aneth menggerutu cepat, kemudian dia berjalan kea rah kamarnya sendiri.
"Dia sangat lucu," kekeh Maxime.
"Dia memang lucu. Untung saja saya Om dia. Jadi saya tidak bisa menikahinnya."
Max menatap maut William. "Dia milikku. Jadi, jangan sampai kau macam-macam sama dia."
***
Sedangkan Aneth kini sudah berganti pakaian dan bersiap untuk keluar dari kamarnya sendiri.
"Sumpah ya, kalau om itu masih di sini. Aku bakalan tendang dia ke planet mars," gerutu Aneth.
Dan ternyata benar, saat dirinya mau ke dapur ada seseorang yang sedang berkutik di dalam dapur. Dia berdecak pelan dan membuka kulkasnya untuk mengambil minuman dingin di sana.
"Ngapain masih di sini hah? Tidak punya rumah?"
"Aku disuruh untuk menjaga kamu. makanya aku stay di sini," kata pria itu sambil meletakkan beberapa makanan yang akan dihidangkan di meja.
Aneth melirik pria itu sinis. "Tidak usah sok baik deh Om. Lebih baik Om sadar sama umur Om sekarang," sindirnya.
"Justru itu, aku ingin mencari pendamping yang cocok untukku. Dan menurutku, menikahi kamu itu suatu hal yang unik."
Aneth memutarkan bolamatanya dan duduk manis di kursi tersebut. "Tapi aku tidak mau."
Max mengangkat bahunya sakan tidak mendengarkan apa yang dibicarakan eh Aneth.
Aneth melihat beberapa makanan di meja itu dan sepertinya sangat enak. "Ini masakan Om semua?" tanyanya.
"Ya, aku yang masak itu semua. Cepat makan, kalau dingin nanti tidak enak," pinta pria itu.
"Pasti delivery tadi kan? Ngaku saja Om," kata Aneth dengan nada mengejek.
Max meringis menggelengkan kepala dan menduduki salah satu kursi di hadapan gadis itu. "Mana ada? Kalau memang aku delivery pasti ada bungkus makanan di sekitar sini."
Aneth terdiam, benar juga yang dikatakan oleh Max barusan. Dia melihat ke sekitar mencari keberadaan bungkus itu. "Tidak ada, memang om ini pintar menyembunyikan sesuatu," batinnya.
"Sudahlah ... makan saja. Aku memasakkan makanan dari korea dan aku pastikan masakanku sangat enak," kata Max dengan percaya diri.
"Percaya diri sekali dia," batinnya. Aneth mendengus pelan dan duduk di salah satu kursi di sana.
"Cepat makan," pintanya. Aneth menghembuskan napasnya dan mencicipi beberapa makanan Korea yang sudah dihidangkan di meja sana.
"Tidak terlalu buruk. Om pandai sekali masak, apa Om diajarin sama istri Om?" kata Aneth dengan wajah tak berdosa.
"Saya belum beristri. Kalau kamu mau, kita nikah secepatnya bagaimana?"
Aneth tersedak. Dengan cepat dia mengambil minuman dan meneguknya dengan cepat. Sudut matanya melirik ke arah pria itu yang nampak memasang wajah tak berdosa.
"Bisa tidak sih, tidak usha bicara seperti itu di depan anak kecil hah? Dasar om-om tua."
"Kamu lucu, aku suka menggodamu," kekeh pria itu
Aneth mendesis kecil. "Aku sama sekali tidak tertarik dengan om-om seperti kamu," katanya, kemudian melanjutkan makannya.
"Aku tidak peduli."
Aneth hanya diam, menikmati makanan Korea dengan memakai nasi.
"Kalau kamu suka, besok aku akan datang ke sini lagi untuk memasakkanmu."
Sudut mata Aneth melirik ke arah pria itu. "Tidak usah, aku bisa masak sendiri."
"Oh ya? Memangnya masak apa heum?"
Nampaknya pria itu sedang mengejeknya. Sudah terlihat dari tatapan wajahnya.
"Apa saja, kan ada YouTube?" jawabnya enteng.
"Bukannya itu sangat susah? Apalagi membawa ponsel di dapur? Bukan susah lagi sih, itu berbahaya juga soalnya kamu masak di kompor. Bisa saja.kompornya meledak."
"Mending Om diam deh? Telinga Aneth bener-bener panas dengerin omongan Om."
"Kenapa kamu sangat membenciku sih?"
"Jelaslah. Om sangst tidak jelas, apalagi sok-sokan mau menikahi Aneth yang masih muda. Kan lucu," desis Aneth. Dia beranjak dari tempat duduk dan mencuci piringnya sendiri.
Max hanya tertawa kecil di sana.
"Tapi aku masih suka sama kamu, Aneth."
Aneth melirik sinis pria itu dari samping. Kemudian membersihkan tangannya setelah meletakkan piringnya di rak piring. "Om Max yang paling jelek sedunia. Lebih baik Om keluar deh. Atau Aneth tendang dari sini ke planet mars?" ancam Aneth.
"Coba aja kalau berani."
Nampak terlihat Max masih duduk santai sambil mengambil makanan yang belum habis di sana.
Aneth merasa geram, dia mendekat ke arah Max dan memukul kepala Max dengan spontan. Sehingga membuat pria itu meringis pelan.
"Cepat keluar dari rumah Aneth Om! Nanti dilihat tetangga kalau Aneth nyimpen om-om gila seperti Om!"
Max menyunggingkan senyuman penuh arti. Pria itu beranjak dari tempat duduknya. Bukannya Max pergi dari sana, justru pria itu mendekat ke arah Aneth.
Mata Aneth membulat, dia segera memundurkan tubuhnya beberapa langkah. "Om ... kalau Om macam-macam. Aneth teriak nih?!"
"Teriak saja. Om-mu sudah pergi, orang tua kamu juga belum datang kan?"
"Y-ya ... Sebentar lagi juga datang. Lihat saja?!"
"Oh ya?" wajah pria itu mendekat ke telinga Aneth dan membisikkan sesuatu. "Bukannya orang tua kamu pulangnya nanti malam?"
Mata Aneth membulat seketika. Spontan di menendang selangkang pria itu.
"Argh! Ka ... mu."
"Memang enak! Suruh siapa dekat-dekat sama aku ya Om cabul!" Aneth segera lari terbirit-birit ke kamar dan mengunci kamarnya dengan cepat.
"Om itu sudah gila ya! Lagian Om William sok-sokan bawa dia ke sini. Menyebalkan Om memang," gerutunya.
Tiba-tiba saja ada suara ketokan di pintunya itu. "Astaga ... siapa lagi sih?!"
"Aneth! Kamu ini bagaimana sih? Ada tamu kenapa tidak ditemani hah?!"
"Kan ... kan ... pasti ulah om itu lagi," batinnya.
Karena membutuhkan uang untuk berobat ibunya. Nathalie terpaksa menerima misi dari seseorang yaitu menggoda bosnya sendiri. Namun, setelah misinya selesai. Ada kabar jika ibunya tengah celaka di jalan, tapi untungnya ada seseorang yang membantunya. Dan wanita yang membantunya adalah teman dekat ibunya sendiri. Setelah berbicara, ibunya Nathalie meminta bantuan untuk menjaganya karena ibunya kini sudah tidak bisa melakukan apapun kecuali mendapatkan bantuan. Akhirnya, teman dekat ibunya menyuruh Nathalie untuk tinggal bersama teman ibunya itu. Sebuah kejutan muncul seketika. Wanita yang sudah membantu ibunya dan membiayai ibunya adalah orang tua dari Nathan, bosnya sendiri. Awalnya dia sangat shock ketika melihat Nathan yang sedang mengambil makanan saat Nathalie keluar dari kamarnya sendiri. Di sinilah, cerita mereka di mulai. Lantas, apa mereka akan bertengkar terus-menerus jika mereka se-atap?
"Tolong hisap ASI saya pak, saya tidak kuat lagi!" Pinta Jenara Atmisly kala seragamnya basah karena air susunya keluar. •••• Jenara Atmisly, siswi dengan prestasi tinggi yang memiliki sedikit gangguan karena kelebihan hormon galaktorea. Ia bisa mengeluarkan ASI meski belum menikah apalagi memiliki seorang bayi. Namun dengan ketidaksengajaan yang terjadi di ruang guru, menimbulkan cinta rumit antara dirinya dengan gurunya.
Istriku Lidya yang masih berusia 25 tahun rasanya memang masih pantas untuk merasakan bahagia bermain di luar sana, lagipula dia punya uang. Biarlah dia pergi tanpaku, namun pertanyaannya, dengan siapa dia berbahagia diluar sana? Makin hari kecurigaanku semakin besar, kalau dia bisa saja tak keluar bersama sahabat kantornya yang perempuan, lalu dengan siapa? Sesaat setelah Lidya membohongiku dengan ‘karangan palsunya’ tentang kegiatannya di hari ini. Aku langsung membalikan tubuh Lidya, kini tubuhku menindihnya. Antara nafsu telah dikhianati bercampur nafsu birahi akan tubuhnya yang sudah kusimpan sedari pagi.
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Karena sebuah kesepakatan, dia mengandung anak orang asing. Dia kemudian menjadi istri dari seorang pria yang dijodohkan dengannya sejak mereka masih bayi. Pada awalnya, dia mengira itu hanya kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak, namun akhirnya, rasa sayang yang tak terduga tumbuh di antara mereka. Saat dia hamil 10 bulan, dia menyerahkan surat cerai dan dia akhirnya menyadari kesalahannya. Kemudian, dia berkata, "Istriku, tolong kembalilah padaku. Kamu adalah orang yang selalu aku cintai."