Unduh Aplikasi panas
Beranda / Fantasi / Tawanan Cinta Mafia Psikopat
Tawanan Cinta Mafia Psikopat

Tawanan Cinta Mafia Psikopat

5.0
33 Bab
7.3K Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Livy tidak menyangka dalam hidupnya berurusan dengan seorang mafia psikopat yang tengah mengincar perusahaan minyak terbesar di tanah air D'Fantazio Fuel. Arthur Lucifer pria berdarah Italia itu menjadikannya tawanan,Livy di beri misi untuk menjadi mata-mata dan mengeruk informasi dengan menjadi karyawan di D'Fantazio Fuel. Tidak hanya itu saja livy menjadi pemuas nafsu sang mafia psikopat. " Lepaskan aku! Aku ingin pulang," mohonnya sembari mengatupkan tangan. " Tidak bisa!" sahut Arthur kasar. " Kau adalah wanitaku dan milikku selamanya," Tandasnya sembari menarik tengkuknya,lalu melumat bibirnya dengan ciuman memburu. Akankah livy terbebas dari jeratan sang mafia psikopat? atau dirinya malah terjerat oleh pesona mafia psikopat itu?

Bab 1 Anak Buah Musuh Tertangkap

Tawanan Cinta Mafia Psikopat.

Bab:1

BAB 1

"Target telah tiba." Sebuah pesan terdengar ke telinga Arthur melalui microphone yang tersambung dengan anak buahnya.

Arthur menggenggam gelas wiskinya erat, rahangnya menegas seiring dengan detak jantungnya yang mengencang. Anak teri dari pesaing bisnisnya berhasil diculik untuk diserap informasinya. Dendamnya akan segera terbalas.

"Ini, Arthur!" Bryan mendorong seorang lelaki yang kepalanya masih terbungkus kantong gandum.

"Bagus, buka!" perintah Arthur dengan setengah mendesis. Bryan pun membuka penutup kepala lelaki target mereka.

"Jadi Kamu karyawan di Fantazio Fuel?" tanya Arthur kepada lelaki yang berlutut di hadapannya dalam kondisi terikat. Lelaki itu menggelang, Arthur pun beralih menatap Bryan dengan tajam.

"Ia sudah menyadari siapa kita, Arthur," tukas Bryan menjelaskan.

"Bagaimana bisa?" Arthur pun meminta penjelasan meskipun sebenarnya Ia tahu bahwa penangkapannya tidak semulus yang diduga.

"Ada yang kabur?" Arthur mengulangi pertanyaannya.

"Iya, satu masih menjadi buronan," jawab Bryan dengan yakin.

"Buronan kalian satu tapi yang memburu kalian tidak terhitung," decak Arthur dengan kesal.

"Tapi tim kita sudah berusaha semaksimal mungkin, Arthur." Bryan tidak terima karena Arthur tidak menghargai usahanya.

Plak!

Satu tamparan melayang di pipi kiri Bryan, hal yang biasa Arthur berikan pada anak buahnya jika kinerja mereka kurang memuaskan. Itu adalah makanan sehari-hari yang paling ringan. Tidak jarang, Arthur sampai melayangkan nyawa mereka dengan sadis.

"Aku tidak peduli bagaimana kalian mengerjakannya. Aku hanya ingin kalian berhasil," desis Arthur.

Target yang kabur tidak menutup kemungkinan bisa melapor kepada atasan mereka atau orang lain yang lebih kuat.

"Kita selesaikan yang ini dulu," ucap Arthur kemudian sambil menghela nafas. Ia beralih ke lelaki yang baru saja menyaksikannya menampar Bryan.

"Dari mana D'Fantazio mendapat bahan mentah?" tanya Arthur sembari mengangkat dagu lelaki itu dengan ujung sepatunya.

"Saya ... saya tidak tahu, Tuan," jawabnya dengan tubuh gemetar.

Arthur memberi kode Bryan supaya melakukan sesuatu. Dengan senang hati, Bryan mengeluarkan pisau siletnya. Lelaki itu beringsut namun tidak bisa bergerak banyak karena kaki dan tangannya terikat. Bryan tersenyum miring sembari menurunkan badannya, berjongkok hingga wajahnya dan wajah lelaki itu sangat dekat.

"Kau sudah menemukan jawabannya?" tanya Bryan pelan, tetapi ujung pisau siletnya menempel ke pipi lelaki itu.

"Saya tidak tahu, Tuan. Sungguh. Saya hanya pegawai biasa," jawabnya dengan gugup.

"Itu karena pangkatmu diturunkan. Sebelumnya, Kau bekerja di bagian produksi. Benar bukan?" Arthur menebak dengan maksud memancing.

"Tidak, Tuan. Saya hanya pegawai rendahan." Lelaki itu menggeleng.

"Beritahu kami apapun yang Kau tahu. Dari mana bahan mentah itu berasal." Arthur mengembalikan pertanyaan dari awal lagi sementara Bryan menekan ujung pisau siletnya dengan sedikit menggeser. Darah merah segar menetes dan membuat lelaki itu pucat pasi.

"Dari subsidi pemerintah," jawabnya mencoba memasang wajah netral.

Arthur dan Bryan hanya menyeringai karena D'Fantazio Fuel sudah pasti pandai mendidik para karyawannya supaya menjaga rahasia perusahaan.

"Semua perusahaan pengolah minyak juga dapat subsidi dari pemerintah. Tetapi dari mana pasokan utama biasa kalian dapatkan?" tanya Arthur terus menekan lelaki itu dengan berbagai model pertanyaan.

"Saya tidak tahu tepatnya, Tuan. Tetapi saya masih ingat pada sebuah logo di tangki yang masuk ke salah satu pabrik kami." Lelaki itu membuka suaranya karena tidak ingin pipinya hilang oleh sayatan silet.

Bryan pun melunak, Ia melepaskan cengkeramannya pada kepala lelaki itu dan menyingkirkan silet yang dipegangnya.

"Jelaskan pada kami seperti apa logonya," ucap Arthur penuh harap.

Mungkin hanya dengan logo, Ia bisa mengenali siapa yang memasok bahan mentah untuk D'Fantazio. Atau setidaknya mendapat sedikit petunjuk.

"Lepaskan ikatan di tangannya dan beri Ia bolpoin serta kertas," perintah Arthur pada Bryan.

Dengan cekatan, Bryan pun melepas ikatan di pergelangan tangan lelaki itu lalu beranjak mencari bolpoin dan kertas.

Arthur kembali menyesap minumannya dengan beragam tebakan bagaimana bentuk logo yang akan digambarkan oleh lelaki itu. Bryan kembali dengan bolpoin yang Ia lemparkan dengan kasar ke depan lelaki itu.

"Agghh!

Bryan terkesiap saat lelaki itu dengan secepat kilat menusuk kakinya menembus sepatunya menggunakan bolpoin, hingga bolpoinnya patah menjadi dua bagian. Arthur langsung mengacungkan pistolnya tanda mengancam, Ia membuka pengunci pelatuknya tetapi lelaki itu sudah melompat dengan ikatan kaki yang sudah lepas.

Dorrr..!

Tembakan meleset. Bryan mengikuti Arthur mengambil pistol dari ikat pinggangnya. tanpa diduga, lelaki itu bisa menjebol pintu seng mereka hanya dengan tendangan yang memekakkan telinga. Ia berlari dan membuat Arthur mendesis.

"Sialan," umpat Bryan dengan kakinya yang sedikit pegal hingga mengganggu konsentrasinya.

Arthur tidak menghentikan tembakannya dengan pistol lain yang lebih berbahaya karena mudah untuk mengelabui musuh dengan bunyinya yang teredam. Mereka terlibat aksi kejar-kejaran menjauhi sebuah gedung usang yang digunakan oleh Arthur dan Bryan biasa menyimpan targetnya dalam jangka waktu sementara.

Lelaki itu berlari sekuat tenaga hingga berhasil menuju ke jalan raya, namun naas kaki kirinya tertembak hingga tidak bisa melanjutkan langkahnya. Arthur dan Bryan tidak melanjutkan perburuannya terhadap lelaki itu karena akan berbahaya. Mereka tidak bergerak di ruang terbuka secara terang-terangan.

"Gunakan helm dan buntuti Ia," perintah Arthur.

Bryan berlari menyambar helmnya dan mengenakannya, sementara di saat yang sama, Arthur menghidupkan mesin motor hingga siap dijalankan. Bryan menuju lokasi terakhir tempat lelaki itu berhenti tepat di tepi jalan.

Lelaki itu mengaduh dan terduduk lemas, darah mulai mengucur deras. Para pengendara tidak terlalu memperhatikan meskipun lelaki itu melambai-lambaikan tangan. Wajar saja, karena mereka yang melintasi jalan raya yang sepi itu, melaju sangat kencang. Tetapi ada seorang gadis yang berhenti lalu meminggirkan motornya.

"Anda tidak apa-apa?" tanya gadis bernama Livy, Ia membelalak melihat darah mengucur deras dari kaki kiri lelaki itu.

"Tolong," rintihnya.

"Aku akan menghentikan mobil," ujar Livy dengan panik.

Tanpa butuh penjelasan, Livy sudah tahu bahwa kaki kiri lelaki itu ditembak. Ia melambaikan tangan, tidak lama kemudian sebuah mobil berhenti di dekat mereka. Pengendara mobil itu membuka pintu penumpang dengan remote hingga pintu pun terbuka secara otomatis.

"Aku bisa sendiri," gumam lelaki itu menahan sakitnya sambil berusaha berdiri. Livy memapahnya untuk masuk ke dalam mobil.

Livy tidak menyadari sang sopir tersenyum menyeringai, lelaki itu yang sedang kesakitan pun tidak menyadari karena terlalu fokus pada kakinya. Pintu penumpang kembali tertutup rapat saat mobil mulai melaju.

"Bapak, tolong ke Rumah Sakit. Kaki orang ini terluka, terima kasih atas tumpangannya," ujar Livy mencoba berbicara dengan sopir.

Bukan jawaban yang Livy dapatkan dari sopir itu, tiba-tiba saja muncul orang di belakangnya dan ketika Livy menoleh, orang itu membekapnya.

"Kau pikir bisa lari dari kami begitu saja?" Sopir dengan sinis menyapa lelaki itu.

"Bukannya selamat, Kau malah menyeret orang lain ke dalam masalahmu," lanjutnya kemudian mengencangkan laju mobilnya.

Livy terkejut dengan apa yang tengah menimpa lelaki itu dan kini menyebabkannya terseret ke dalam masalahnya.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY