/0/15479/coverbig.jpg?v=b2e436f745aa5143c7f571cb9064222e)
"Kamu Misora, kan? Ayo kita menikah!" Misora mengerutkan keningnya. Atasan yang baru ditemuinya kurang dari lima menit itu hanya menguntai senyum saat menatap wajah bingung Misora. Baginya, Misora adalah sosok yang selalu ada di dalam hatinya. Sayangnya semua tak berjalan mulus. Ingatan Misora yang kacau serta hantu masa lalu yang kembali datang dan siap menghancurkan ikatan keduanya. Apakah Misora bisa mencintai sang atasan yang kini menjadi suaminya itu? Atau justru kembali terjebak dalam bayang-bayang masa lalu? Jangan lupa saksikan di Terjerat Cinta Atasan.
𓆩𓆩𓆪𓆪
"Misora! Jangan lupa bayar uang kontrakan, ya! Sudah berapa bulan itu kamu nunggak? Jangan sampai nunggak lagi!"
Mata amber Misora melirik wanita paruh baya berpakaian daster yang tersenyum lebar ke arahnya itu. Membalas senyum sopan sebagai bentuk etikanya Misora mengangguk ke arah ibu paruh baya tersebut dan membawa kantong berisi roti dan air untuk bekalnya di kantor.
"Hah ... ibu itu selalu membicarakan uang kontrakan setiap bertemu. Apa dia tidak bosan?"
Menatap ramainya jalanan Misora segera menaiki angkutan umum yang mengarah menuju kantornya. Bersempit-sempitan di dalam angkutan umum adalah hal yang biasa bagi Misora, termasuk menghadapi tingkah aneh para penumpangnya.
"Selamat pagi, Misora! Oh, kamu membawa bekal? Apa itu roti?"
Misora tersenyum dan mengangguk ke arah wanita muda yang sedang mengepel lantai itu. Wanita dengan rambut coklat itu meletakkan kain pelnya dan segera merangkul bahu Misora.
Name tag bertuliskan nama Nora Cooka di dada kanan wanita itu berkilat saat terkena cahaya matahari pagi yang mulai keluar.
"Kamu datang pagi untuk menemaniku, bukan? Misora, baik sekali! Kamu tidak gugup, kan?"
Suasana pagi yang cukup sepi itu membuat keduanya cukup bebas bersuara. Mata amber Misora menatap Nora yang terus mengusap rambutnya.
Mata coklat terang Nora melirik wajah tegang Misora dan tertawa kecil. "Tenang saja. Atasan kita ramah kok dan masih muda. Aku yakin hari pertamamu pasti lancar."
Misora tersenyum kecil ke arah sahabatnya itu. Hanya sorot mata hangat yang hadir dari mata coklat terang Nora saat pandangan keduanya bertemu. Tidak ada rasa iri yang terbesit di ekspresi Nora saat tahu Misora juga bekerja di tempat yang sama dengannya.
"Aku harap juga begitu."
***
Bagi Misora, tidak ada yang lebih penting dari kebahagiaan sang ibu. Sekian tahun sang ibu berjuang untuk menyekolahkannya kini saatnya Misora membalasnya. Meskipun, Misora tahu bukan hal yang mudah untuk bekerja di kantor pemerintahan.
"Kamu anak baru ya?"
Misora menoleh menatap seorang wanita dengan earphone hitam yang baru saja datang dan sedang melepas jaket putih yang membungkus tubuhnya.
Misora patah-patah menganggukkan kepalanya saat rasa gugup perlahan memenuhi dadanya. Wanita dengan earphone hitam itu menatap wajah Misora dan tertawa kecil.
"Tidak perlu gugup. Aku hanya menyapa kok. Kamu lulusan mana?"
Wanita dengan earphone hitam itu duduk di kursi di depan meja Misora dan menunggu jawaban dari Misora. "Aku lulusan administrasi dari kampus UNP, Mbak."
Wanita dengan earphone hitam itu menganggukkan kepalanya dan melirik suasana kantor yang mulai ramai oleh karyawan lainnya. Bangkit dari duduknya wanita itu menepuk pelan pundak Misora dengan senyum merekah di wajahnya.
"Selamat datang di kantor dinas koperasi dan perdagangan! Salam kenal aku, Adelio Blaire. Kamu bisa panggil aku Adel."
Misora menganggukkan kepalanya dan ikut memperkenalkan diri sambil menjabat tangan Adel. Misora tersenyum menatap Adel yang segera pamit kepadanya dan berjalan menuju ruang kepala dinas kantor tersebut.
Mata amber gadis itu melirik karyawan lainnya yang baru datang dan mengangguk sopan saat pandangan mata mereka bertemu. Melirik jam di tangannya yang menunjukkan pukul sembilan pagi, Misora terus menunggu panggilan dari kepala sub bagian kantornya.
Beberapa karyawan yang berada pada meja di depannya sudah mulai bekerja dan menyalakan komputer di meja mereka. Misora melirik ke arah pintu masuk dan menemukan Nora yang membawa nampan berisi air teh di dalam beberapa cangkir.
Wanita dengan rambut coklat itu mengangguk sembari tersenyum dan segera masuk ke dalam ruangan kepala dinas, tempat yang sama yang dimasuki oleh Adel sebelumnya.
"Selamat pagi, Paiton. Tidak biasanya kamu datang telat."
Misora menoleh ke arah pintu masuk saat mendengar sapaan lainnya dari arah lorong kantor. Mata amber dan mata coklat gelap itu bertemu membuat keduanya terdiam dan hanyut dalam tatapan masing-masing.
Wanita yang berada di belakang pria yang dipanggil Paiton itu kembali memanggil nama sang pria membuat pria itu segera memutuskan kontak mata. Wanita dengan rambut diikat kuncir kuda itu menatap ke arah Misora yang tampak canggung dan segera mendekat ke arahnya.
"Anak baru, benar?"
Misora menganggukkan kepalanya saat wanita itu berada tepat di depan matanya. Kepala wanita itu menoleh ke arah pria yang dipanggil Paiton itu. "Kamu harus menjelaskan tugasnya bukan, Paiton?"
Pria dengan setelan jas hitam itu menganggukkan kepalanya dan segera mengkode Misora untuk masuk ke dalam ruangannya yang berada di samping ruang kepala dinas. Memasuki ruangan tersebut Misora segera merasakan wangi mint memenuhi ruangan.
Mata amber Misora beralih menatap ke arah Paiton yang duduk di kursi kerjanya. Pria itu menunjuk kursi di depannya dan segera Misora duduk di atasnya dengan perasaan tegang.
"Santai saja. Misora, bukan?"
Misora menganggukkan kepalanya, sedangkan Paiton membaca berkas dokumen Misora dan membolak-balik halamannya. Pria itu menatap foto Misora dan berbalik memandang wajah Misora. Meletakkan dokumen itu di atas meja mata coklat gelap Paiton memandang dalam wajah Misora.
"Perkenalkan saya Paiton Parham. Kepala bidang di kantor dinas ini. Kamu tidak keberatan jika saya bertanya kan, Misora?"
Misora menganggukkan kepalanya. "Silakan, Pak. Saya akan menjawabnya semampu saya."
Paiton tampak menimang-nimang pertanyaannya dan menatap wajah Misora yang menunggu. "Apa kamu dulu pernah ke taman anggrek saat masih kecil?"
Misora mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan itu. "Iya pernah, Pak. Ada apa ya, Pak?"
"Kalau begitu kamu pasti ingat dengan janjimu, bukan?"
Paiton semakin bersemangat setiap detiknya membuat Misora semakin bingung dengan tingkah atasannya tersebut.
Janji? Apa aku pernah membuat janji dengannya? Ya, wajahnya memang cukup familar bagiku, tapi jika kita pernah bertemu sebelumnya ... kenapa aku tidak ingat siapa dirinya. Batin Misora menatap wajah bahagia Paiton.
"Maaf, Pak. Janji? Maksudnya janji apa ya? Saya tidak ingat pernah buat janji dengan, Bapak. Saya yakin ini pertama kalinya kita bertemu, Pak."
Misora menjawab dengan hati-hati dan merutuk di dalam hati saat melihat perubahan wajah Paiton. Pria itu meletakkan kedua tangannya di atas meja dan menghela nafas lelah membuat Misora merasa tertekan.
"Sepertinya kamu lupa. Baiklah akan saya ingatkan. Di bawah pohon, cacing dan anak laki-laki. Apa kamu ingat?"
Misora berusaha mengingat memori masa kecilnya yang sedikit kacau dan sesekali melirik wajah Paiton yang menunggunya. Keringat mulai hadir di dahi Misora saat ingatan tersebut tidak kunjung hadir.
Menghela nafas gadis itu memohon maaf dan menggelengkan kepalanya. "Maaf, Pak. Saya tidak mengingatnya. Memangnya janji apa yang saya buat dengan bapak?"
Paiton tersenyum tipis dan menatap cerah wajah Misora dengan tangannya yang terulur ke arah Misora. "Ayo kita menikah, Misora!"
𓆩𓆩𓆪𓆪
Kisah seorang ibu rumah tangga yang ditinggal mati suaminya. Widya Ayu Ningrum (24 Tahun) Mulustrasi yang ada hanya sebagai bentuk pemggambran imajinasi seperti apa wajah dan bentuk tubuh dari sang pemain saja. Widya Ayu Ningrum atau biasa disapa Widya. Widya ini seorang ibu rumah tangga dengan usia kini 24 tahun sedangkan suaminya Harjo berusia 27 tahun. Namun Harjo telah pergi meninggalkan Widy sejak 3 tahun silam akibat kecelakaan saat hendak pulang dari merantau dan karna hal itu Widya telah menyandang status sebagai Janda di usianya yang masih dibilang muda itu. Widya dan Harjo dikaruniai 1 orang anak bernama Evan Dwi Harjono
Mengandung adegan dewasa 21+ Raisa Anastasya mengalami kematian tragis, tertabrak truk, setelah melabrak tunangannya yang tengah berselingkuh. Bukannya mati dan kembali ke alam baka, Raisa malah masuk ke tubuh perempuan lain yang juga bernama Raisa, seolah semesta memberikan kesempatan kedua padanya. Sembari memanfaatkan paras cantik tubuh barunya, Raisa mulai menjalankan rencananya untuk balas dendam. Tapi tiba-tiba Zefan, direktur perusahaannya yang terkenal punya sifat sangat dingin, menarik Raisa ke salah satu kamar. Di bawah pengaruh alkohol, dia merenggut keperawanan Raisa karena mengira wanita itu adalah Raisanya yang lama. Setelah menghabiskan malam-malam menggairahkan bersama direktur, Raisa selalu terbayang saat mereka melakukan hubungan dan dibuat ketagihan oleh sang direktur, sehingga bimbang untuk melanjutkan balas dendamnya. Bisakah Raisa tetap fokus pada rencana utamanya di saat direktur terus menghantui melalui godaan sentuhan yang begitu menggairahkan? Dan apakah Raisa bisa menemukan benang takdirnya yang sebenarnya? Ngobrol sama author di Instagram dan TikTok @hi.shenaaa ya~
Lenny adalah orang terkaya di ibu kota. Ia memiliki seorang istri, tetapi pernikahan mereka tanpa cinta. Suatu malam, ia secara tidak sengaja melakukan cinta satu malam dengan seorang wanita asing, jadi ia memutuskan untuk menceraikan istrinya dan mencari wanita yang ditidurinya. Dia bersumpah untuk menikahinya. Berbulan-bulan setelah perceraian, dia menemukan bahwa mantan istrinya sedang hamil tujuh bulan. Apakah mantan istrinya pernah berselingkuh sebelumnya?
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Keseruan tiada banding. Banyak kejutan yang bisa jadi belum pernah ditemukan dalam cerita lain sebelumnya.