/0/15951/coverbig.jpg?v=edba63a7f59ec75b01f684b54b0d5143)
Fabian Gabrilio seorang bos yang terkenal pelit sudah bosan melajang, ia terus memaksa sang sekretaris untuk mencarikan istri untuknya kalau tidak dirinya akan menikahi perempuan itu.
Fabian Gabrilio seorang bos yang terkenal pelit sudah bosan melajang, ia terus memaksa sang sekretaris untuk mencarikan istri untuknya kalau tidak dirinya akan menikahi perempuan itu.
-Kepelitan adalah sumber kekayaan yang hakiki untuk bos super duper perhitungan-
"Bang, gimana nih, motornya kok enggak hidup-hidup?" tanya Indira dengan raut wajah lesu, ia melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 7.48. Dirinya takut terlambat dan mendapat omelan Fabian.
"Aduh, Mbak ... sepertinya ini butuh waktu lama. Mbak cari taksi atau pesan gojek lain aja," kata Abang gojek itu dengan ragu, takut Indira marah-marah.
"Ya udahlah," Indira langsung berjalan dengan raut wajah kesal, ia terus menggerutu.
Di dekat taman, Indira melepas hak tingginya, buru-buru ia ganti dengan sepatu kets yang dibawanya dalam tote bag yang ia jinjing. Perempuan ini memang suka membawa sepatu kesayangannya karena tidak nyaman menggunakan hak tinggi. Lalu, ia berlari--tidak peduli kalau ada yang memperhatikannya.
Suara lagu "Cinta Suci" mengalun dari ponsel jadulnya. Ia langsung berhenti untuk membuka tasnya yang ternyata ada panggilan dari bosnya. Belum sempat ia menjawab, sambungan telepon itu terputus. Dan, pesan singkat menyusul.
Bos Pelit 😣
Saya tadi WA kamu tapi kok √, saya telepon kok enggak diangkat. Kamu niat kerja enggak, sih?
Dihubungin kok sulit. Kakek saya yang dokter aja enggak sesibuk kamu. Ayah saya yang direktur utama aja selalu bisa saya hubungi.
Kalau kamu enggak niat kerja, resign aja, biar saya enggak perlu ngasih pesangon.
Indira memelototkan matanya, ia sangat kesal dengan Fabian yang tidak ada basa-basi, langsung mengatakan kalau dirinya lebih baik resign. Bukannya sok sibuk, tapi ponsel androidnya tertinggal di kontrakannya tadi. Dirinya hanya membawa ponsel biasa yang tidak ada aplikasi internet--hanya menelpon dan sms.
"Kok ada ya bos sebawel dan sepelit ini. Kirain mau kasih tahu hal penting cuma ngomel kenapa enggak bisa dihubungi," Indira berkacak pinggang.
"Ya saya mau nghubungin kamu, pastinya ada urusan penting," Fabian menatap Indira dingin.
Indira meneguk salivanya, begitu mendengar suara yang familier. Jantungnya berdegup dengan kencang seketika. Untungnya, ia tidak menyumpah serapahi Fabian kalau tidak habislah sudah riwayatnya.
Indira langsung memasang senyum, begitu membalikkan tubuhnya dan mendapati sosok Fabian yang tengah memasukkan kedua tangannya dalam saku.
"Eh, Bapak," Indira mengulurkan tangan kanannya yang membuat Fabian mengernyit.
"Mau ngapain?"
"Salaman, Pak."
Fabian mengerti maksud Indira, tapi ia bingung kenapa Indira mau melakukan hal itu. Meski ragu Fabian tetap mengulurkan tangan kanannya.
Indira langsung menjabat tangan Fabian, "Mohon maaf ya, Pak. Maaf sering nyusahin."
"Emang kamu ngelakuin kesalahan apa lagi?"
"Lah menurut Bapak kan setiap hari saya nyusahin Bapak mulu. Padahal minggu saya enggak ketemu Bapak, tapi Bapak bilang saya nyusahin Bapak."
"Itu mah fakta. Ya udah lupain aja. Ayo berangkat, keburu macet jalannya," ajak Fabian seraya mengandeng Indira menuju mobilnya. Indira hanya mengikuti intruksi atasannya seraya memasang raut wajah berseri-seri, padahal dalan hati ia sibuk mengumpat.
Fabian langsung membuka pintu di samping setir yang membuat Indira terheran-heran. Bukan seperti film di televisi yang biasanya si pria membukakan pintu untuk wanitanya, ini tidak. Fabian membuka pintu untuk dirinya sendiri yang membuat Indira mematung. Pasalnya kalau Fabian di kursi sebelah kemudi, berarti dia yang harus menyetir.
"Pak, ini saya yang nyetir?" tanya Indira seraya mencondongkan kepalanya menghadap ke arah Fabian yang sudah duduk di kursi.
Fabian tersenyum, "Iya, makanya tadi saya wa sama nelpon kamu berulang-ulang buat nganterin saya ke kantor. Sopir saya kan cuti, jadi kamu yang harus nyetiran mobil saya ke kantor."
Indira meringis, "Bapak bisa aja, tapi gaji saya naik, kan?"
"Enak aja, kamu aja telat mulu. Masih untung enggak saya potong gaji."
"Dasar perhitungan, pelit," cibir Indira dengan suara lembut seraya menutup pintu yang masih didengar Fabian.
"Kalau saya enggak pelit, saya enggak kaya dong."
Tbc...
Uji coba dulu
-Kepelitan adalah sumber kekayaan yang hakiki untuk bos super duper perhitungan-
"Bang, gimana nih, motornya kok enggak hidup-hidup?" tanya Indira dengan raut wajah lesu, ia melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 7.48. Dirinya takut terlambat dan mendapat omelan Fabian.
"Aduh, Mbak ... sepertinya ini butuh waktu lama. Mbak cari taksi atau pesan gojek lain aja," kata Abang gojek itu dengan ragu, takut Indira marah-marah.
"Ya udahlah," Indira langsung berjalan dengan raut wajah kesal, ia terus menggerutu.
Di dekat taman, Indira melepas hak tingginya, buru-buru ia ganti dengan sepatu kets yang dibawanya dalam tote bag yang ia jinjing. Perempuan ini memang suka membawa sepatu kesayangannya karena tidak nyaman menggunakan hak tinggi. Lalu, ia berlari--tidak peduli kalau ada yang memperhatikannya.
Suara lagu "Cinta Suci" mengalun dari ponsel jadulnya. Ia langsung berhenti untuk membuka tasnya yang ternyata ada panggilan dari bosnya. Belum sempat ia menjawab, sambungan telepon itu terputus. Dan, pesan singkat menyusul.
Bos Pelit 😣
Saya tadi WA kamu tapi kok √, saya telepon kok enggak diangkat. Kamu niat kerja enggak, sih?
Dihubungin kok sulit. Kakek saya yang dokter aja enggak sesibuk kamu. Ayah saya yang direktur utama aja selalu bisa saya hubungi.
Kalau kamu enggak niat kerja, resign aja, biar saya enggak perlu ngasih pesangon.
Indira memelototkan matanya, ia sangat kesal dengan Fabian yang tidak ada basa-basi, langsung mengatakan kalau dirinya lebih baik resign. Bukannya sok sibuk, tapi ponsel androidnya tertinggal di kontrakannya tadi. Dirinya hanya membawa ponsel biasa yang tidak ada aplikasi internet--hanya menelpon dan sms.
"Kok ada ya bos sebawel dan sepelit ini. Kirain mau kasih tahu hal penting cuma ngomel kenapa enggak bisa dihubungi," Indira berkacak pinggang.
"Ya saya mau nghubungin kamu, pastinya ada urusan penting," Fabian menatap Indira dingin.
Indira meneguk salivanya, begitu mendengar suara yang familier. Jantungnya berdegup dengan kencang seketika. Untungnya, ia tidak menyumpah serapahi Fabian kalau tidak habislah sudah riwayatnya.
Indira langsung memasang senyum, begitu membalikkan tubuhnya dan mendapati sosok Fabian yang tengah memasukkan kedua tangannya dalam saku.
"Eh, Bapak," Indira mengulurkan tangan kanannya yang membuat Fabian mengernyit.
"Mau ngapain?"
"Salaman, Pak."
Fabian mengerti maksud Indira, tapi ia bingung kenapa Indira mau melakukan hal itu. Meski ragu Fabian tetap mengulurkan tangan kanannya.
Indira langsung menjabat tangan Fabian, "Mohon maaf ya, Pak. Maaf sering nyusahin."
"Emang kamu ngelakuin kesalahan apa lagi?"
"Lah menurut Bapak kan setiap hari saya nyusahin Bapak mulu. Padahal minggu saya enggak ketemu Bapak, tapi Bapak bilang saya nyusahin Bapak."
"Itu mah fakta. Ya udah lupain aja. Ayo berangkat, keburu macet jalannya," ajak Fabian seraya mengandeng Indira menuju mobilnya. Indira hanya mengikuti intruksi atasannya seraya memasang raut wajah berseri-seri, padahal dalan hati ia sibuk mengumpat.
Fabian langsung membuka pintu di samping setir yang membuat Indira terheran-heran. Bukan seperti film di televisi yang biasanya si pria membukakan pintu untuk wanitanya, ini tidak. Fabian membuka pintu untuk dirinya sendiri yang membuat Indira mematung. Pasalnya kalau Fabian di kursi sebelah kemudi, berarti dia yang harus menyetir.
"Pak, ini saya yang nyetir?" tanya Indira seraya mencondongkan kepalanya menghadap ke arah Fabian yang sudah duduk di kursi.
Fabian tersenyum, "Iya, makanya tadi saya wa sama nelpon kamu berulang-ulang buat nganterin saya ke kantor. Sopir saya kan cuti, jadi kamu yang harus nyetiran mobil saya ke kantor."
Indira meringis, "Bapak bisa aja, tapi gaji saya naik, kan?"
"Enak aja, kamu aja telat mulu. Masih untung enggak saya potong gaji."
"Dasar perhitungan, pelit," cibir Indira dengan suara lembut seraya menutup pintu yang masih didengar Fabian.
"Kalau saya enggak pelit, saya enggak kaya dong."
Tbc...
Fransisca atau yang akrab dipanggil Caca ini kebingungan mencari calon suami setelah dirinya telah mengemborkan rencana pernikahannya dengan seorang pembisnis berdarah barat namun ternyata malah kandas. Suatu ketika di sebuah pesta para rekan Caca mendesaknya untuk menunjukkan calon suaminya membuat gadis itu kebingungan. Malu jika dirinya mengatakan hal yang sejujurnya. Ide gila terbesit di otaknya. Secara acak wanita itu menunjuk seorang pemuda dan mengatakan itu calon suaminya.
21+ "Pantas belum jalan, ada maunya ternyata" Ujar Fany "hehehehe... Yuk..." Ujar Alvin sambil mencium tengkuk istrinya. Fany segera membuka handuknya. Buah dadanya menggantung indah, perutnya yang rata dan mulus, serta area kemaluannya yang ditutupi rambut hitam langsung muncul. Alvin segera memeluk Fany dan melumat buah dadanya dengan rakus. "Pintu sudah dikunci? " Tanya Fany "Sudah...." Jawab Alvin disela mulatnya sedang mengenyot puting pink milik Fany "nyalain Ac dulu" suruh Fany lagi Sambil melepas sedotannya, Alvin mencomot remote AC lalu memencet tombol ON. Kembali dia melumat buah dada Fany bergantian kiri dan kanan, buah dada yang putih dan terlihat urat-urat merah dan biru di buah dada putihnya, membuat Alvin makin rakus melumatnya. Sambil menrunkan celana pendek dan celana dalamnya, dia membuka kaosnya, lalu merenggangkan paha Fany, ujung kontolnya yang belum tegak sempurna diberi ludah lewat jari tengahnya di bagian kepala, lalu menggosok gosok pelan di bibir vagina Fany. Fany mendesah dan merasakan mulai ada rangsangan di bibir kemaluannya, lalu tiba-tiba masuk batang berurat milik Alvin di vagina Fany yg belum begitu siap dan basah, pelan2 lelehan cairan membasahi dinding vaginanya, Alvin mulai menggoyang dan naik turun, Fanny memeluk bagian pinggul suaminya, pahanya dibuka lebar. Tidak lama kemudian.....
21+ Dia lupa siapa dirinya, dia lupa siapa pria ini dan bahkan statusnya sebagai calon istri pria lain, yang dia tahu ialah inilah momen yang paling dia tunggu dan idamkan selama ini, bisa berduaan dan bercinta dengan pria yang sangat dia kagumi dan sayangi. Matanya semakin tenggelam saat lidah nakal itu bermain di lembah basah dan bukit berhutam rimba hitam, yang bau khasnya selalu membuat pria mabuk dan lupa diri, seperti yang dirasakan oleh Aslan saat lidahnya bermain di parit kemerahan yang kontras sekali dengan kulit putihnya, dan rambut hitammnya yang menghiasi keseluruhan bukit indah vagina sang gadis. Tekanan ke kepalanya Aslan diiringi rintihan kencang memenuhi kamar, menandakan orgasme pertama dirinya tanpa dia bisa tahan, akibat nakalnya lidah sang predator yang dari tadi bukan hanya menjilat puncak dadanya, tapi juga perut mulusnya dan bahkan pangkal pahanya yang indah dan sangat rentan jika disentuh oleh lidah pria itu. Remasan dan sentuhan lembut tangan Endah ke urat kejantanan sang pria yang sudah kencang dan siap untuk beradu, diiringi ciuman dan kecupan bibir mereka yang turun dan naik saling menyapa, seakan tidak ingin terlepaskan dari bibir pasangannya. Paha yang putih mulus dan ada bulu-bulu halus indah menghiasi membuat siapapun pria yang melihat sulit untuk tidak memlingkan wajah memandang keindahan itu. Ciuman dan cumbuan ke sang pejantan seperti isyarat darinya untuk segera melanjutkan pertandingan ini. Kini kedua pahanya terbuka lebar, gairahnya yang sempat dihempaskan ke pulau kenikmatan oleh sapuan lidah Aslan, kini kembali berkobar, dan seakan meminta untuk segera dituntaskan dengan sebuah ritual indah yang dia pasrahkan hari ini untuk sang pujaan hatinya. Pejaman mata, rintihan kecil serta pekikan tanda kaget membuat Aslan sangat berhati hati dalam bermanuver diatas tubuh Endah yang sudah pasrah. Dia tahu menghadapi wanita tanpa pengalaman ini, haruslah sedikit lebih sabar. "sakit....???"
BACAAN KHSUSU DEWASA (21++) Namaku Pras. Umurku delapan belas. Dan aku suka wanita yang usianya dua kali lipat dariku. Mereka elegan, tenang, berpengalaman... dan jauh dari drama anak sekolah. Aku pikir ini hanya fase. Ternyata aku ketagihan. Tapi hidup nggak segampang fantasi. Ketika rasa suka berubah jadi candu, dan kenyataan tidak seindah khayalan, aku mulai bertanya-apa aku hanya mencari pelarian, atau... sesuatu yang selama ini tidak pernah aku dapatkan dari rumah? "Ketagihan STW" adalah cerita tentang nafsu, kehilangan, dan pertumbuhan-diceritakan dari sudut pandang remaja yang terlalu cepat dewasa.
Bagi Sella Wisara, pernikahan terasa seperti sangkar yang penuh duri. Setelah menikah, dia dengan bodoh menjalani kebidupan yang menyedihkan selama enam tahun. Suatu hari, Wildan Bramantio, suaminya yang keras hati, berkata kepadanya, "Aisha akan kembali, kamu harus pindah besok." "Ayo, bercerailah," jawab Sella. Dia pergi tanpa meneteskan air mata atau mencoba melunakkan hati Wildan. Beberapa hari setelah perceraian itu, mereka bertemu lagi dan Sella sudah berada di pelukan pria lain. Darah Wildan mendidih saat melihat mantan isrtinya tersenyum begitu ceria. "Kenapa kamu begitu tidak sabar untuk melemparkan dirimu ke dalam pelukan pria lain?" tanyanya dengan jijik. "Kamu pikir kamu siapa untuk mempertanyakan keputusanku? Aku yang memutuskan hidupku, menjauhlah dariku!" Sella menoleh untuk melihat pria di sebelahnya, dan matanya dipenuhi dengan kelembutan. Wildan langsung kehilangan masuk akal.
Billy melepas Rok ku, aku hanya bisa menggerakan kaki ku agar Billy lebih mudah membuka Rok ku, sehingga Rok ku terlepas menyisakan celana pendek dan CD di dalamnya. Lalu Billy melepas celana pendek ku dan pahaku terpampang jelas oleh Billy, paha putih mulus tanpa cacat. Billy lulu menelusuri pahaku. Aku hanya bisa menikmati dengan apa yang billy lakukan padaku.
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
© 2018-now Bakisah
TOP