/0/16505/coverbig.jpg?v=20240124185328)
Adelia Putri, 23 tahun, seorang gadis yang bekerja di sebuah Restoran ternama di ibu kota--Restoran Epicurean Dreamscape. Suatu kejadian yang tidak mengenakan terjadi pada dirinya, ada yang memfitnah dirinya dengan menaruh perhiasan seorang pelanggan di dalam tas perempuan malang itu, seketika restoran menjadi rusuh dan Managernya langsung memecat Adel di depan para karyawan dan Pengunjung. Hati Adel hancur, ia bingung harus mencari pekerjaan dimana lagi, ia pun mulai menghayal jika menikah dengan duda kaya pasti hidupnya akan bahagia. Tiba-tiba sebuah bola mengenai keningnya membuat ia semakin kesal, namun setelah melihat pelakunya seorang anak kecil berusia lima tahun, hatinya langsung luluh apalagi mendengar pernyataan sang anak yang selalu kesepian dan kasih sayang dari sosok ibu yang tidak pernah ia dapatkan. Adel terkejut mendengar permintaan gadis kecil itu, ia meminta Adel menjadi ibu sambungnya. Adel bingung apa yang harus ia katakan, terima atau menolak permintaan gadis kecil tersebut?
"Ada apa ini?" tanya Dimas sang Manager Restoran Epicurean Dreamscape menghampiri sebuah meja pengunjung yang sedang mengalami masalah sehingga menimbulkan keributan.
"Kata Ibu ini gelang dan cincin yang ditaruhnya diatas meja hilang Pak," jawab Ridho--salah satu karyawan.
"Mohon maaf Bu, coba ibu ceritakan bagaimana perhiasan ibu bisa hilang?" tanya Dimas sopan.
"Jadi saya pergi ke toilet dan saya suruh seorang karyawan perempuan menunggu perhiasan saya disini tapi setelah saya keluar dari toilet saya enggak lihat itu perempuan disini dan perhiasan saya juga sudah tidak ada, pokoknya saya minta ganti rugi," jawab perempuan paruh baya tersebut dengan penuh emosi.
"Itu dia," tunjuknya kepada salah satu karyawan.
"Adel kesini kamu!" bentak Dimas tajam.
"Ada apa Pak?" tanya Adel bingung.
"Kata ibu ini tadi dia menitipkan perhiasana kepada kamu, apa itu benar?" tanya Dimas.
"Enggak ada Pak, tadi saya cuma memberikan pesanan kepada ibu ini dan setelahnya saya langsung pergi menemui pengunjung lain," jawab Adel tanpa ada rasa takut.
"Hei Mbak jelas-jelas tadi saya menitipkan perhiasan kepada Mbak!" sargah perempuan paruh baya tersebut.
"Pokoknya saya enggak mau tahu, ganti rugi atau restoran ini akan saya tuntut!" lanjutnya.
"Mohon bersabar dulu Bu, kasihan pengunjung lain merasa terganggu, kita bicarakan ini secara baik-baik ya," ujar Dimas menenagkan.
"Adel kasih sekarang juga perhiasan Ibu ini, saya tidak mau restoran ini jadi buruk karena masalah ini," ujar Dimas emosi.
"Saya berani bersumpah, saya tidak mengambil perhiasan Ibu ini," ujar Adel dengan bulir air mata yang sudah mengalir deras.
"Coba aja periksa tasnya, mana tahu disembunyikan didalam tas," ujar Ibu tersebut penuh keyakinan.
Dimas memerintahkan salah satu karyawan untuk mengambil tas Adel. "Ini Bos!"
Dimas merogoh tas Adel dan benar saja ada sebuah kotak perhiasan yang dimasukkan di saku celana.
"Ini apa Adel?" tanya Dimas memperlihatkan kotak perhiasan tepat didepan Adel.
Adel terkejut dengan semua yang terjadi, kenapa perhiasan itu ada didalam tasnya? Siapa yang sudah tega melakukan ini semua?
"Bukan saya pelakunya Pak, saya tidak pernah mengambil perhiasan itu, saya tidak tahu kenapa perhiasan itu berada didalam tas saya," ujar Adel berusaha membela diri.
"Tapi buktinya perhiasan ini ada didalam tas kamu," ujar Dimas kecewa.
"Mungkin saja ada yang sengaja memasukkannya dan memfitnah saya Pak," ujar Adel sangat berani.
"Cukup Adel, saya tidak menyangka kamu berani memfitnah orang, mulai sekarang kamu saya pecat, saya tidak mau mempekerjakan seorang pencuri dan pemfitnah seperti kamu!"
Adel menarik nafas kasar, ia mengambil tasnya lalu pergi keluar dari restoran tersebut, para pengunjung dan karyawan memandangnya dengan tatapan yang berbeda, ada yang merasa kasihan dengannya ada juga yang menghujatnya secara terang-terangan.
"Wajahnya aja kelihatan baik, ternyata sifatnya jahat banget."
"Amit-amit dapat menantu kaya dia, yang ada baru seminggu nikah udah ludes semua isi rumah."
"Udah lah ibu kasihan dia, manatahu apa yang dibilangnya benar, ada seseorang yang tidak suka dengannya lalu memfitnah dirinya."
Kira-kira seperti itulah perkataan para pengunjung yang melihat kejadian tersebut.
Adel berjalan dengan tidak bersemangat, ia masih tidak menyangka ada orang yang tega memfitnahnya sehingga membuatnya dipecat.
"Nasib, nasib kenapa sih nasib gue kaya gini, apa yang harus gue katakan pada Ayah? Dimana lagi gue harus mencari pekerjaan?" Monolognya, ia menendang batu kecil didepannya melampiaskan rasa kesalnya.
"Seandainya gue dapat jodoh duda kaya raya yang punya banyak warisan pasti hidup gue bahagia." Adel duduk dibangku taman.
Tiba-tiba sebuah bola mengenai kepalanya. "Aduh siapa sih yang nendang nih bola," ujarnya kesal, bukannya dapat duda yang ada malah jidatnya yang benjol.
"Ma-maaf Tante, aku tidak sengaja," ujar seorang anak perempuan yang diperkirakan berumur lima tahun.
"Heh Nyil orang tua kamu mana? Kok sendirian?" tanya perempuan tersebut tidak melihat orang siapapun.
Adel terlonjak kaget mendengar anak kecil yang dikepang dua tersebut menangis ketakutan.
"Jangan nangis dong Nyil nanti dikira orang aku mau nyulik kamu, udah ya Kakak gak marah kok," ujarnya selembut mungkin dan tidak lupa tersenyum manis.
"Tante beneran gak marah kan?" tanyanya khas suara anak kecil.
"Jangan panggil Tante dong Nyil, aku masih muda loh." Beruntung orang didepannya ini masih kecil kalau tidak udah dipastikan suara merdunya keluar.
Anak kecil itu memperlihatkan gigi pepsodentnya.
"Orang tua kamu kemana Nyil? Kok sendirian udah malam loh ini," tanyanya penasaran. Ia takut anak kecil didepannya ini anak jadi-jadian.
"Kakak mau gak main sama aku." Bukannya menjawab pertanyaan Adel, anak kecil itu malah mengajak dia bermain.
"Kamu beneran manusia 'kan, Nyil?" tanyanya takut, mungkin saja perempuan didepannya ini demit yang menyamar menjadi anak kecil.
"Iya lah Kak, gak mungkin demit," jawabnya kesal.
Adel cukup terkejut dengan anak kecil didepannya ini, dengan usianya yang baru sekitaran lima tahun, namun pembawaannya sudah seperti orang dewasa.
Adel tersenyum hangat, setidaknya dengan bermain dengan anak kecil ini bisa menghilangkan kesedihannya.
"Oh iya Kak, kenalin nama aku, Riri," ujarnya memperkenalkan diri.
"Nama Kakak, Adel. Orang tua kamu tahu enggak kalau kamu kesini?" tanya Adel memastikan. Ia tidak mau dikira sebagai penculik anak.
"Tahu kok Kak, aku sering main kesini sendirian," jawabnya.
"Eh ngapain kamu kesini sendirian?" tanya Adel mengernyit bingung.
"Soalnya aku bosan dirumah, Papi selalu pulang malam dan Oma kadang suka marah-marah." Perkataannya membuat perasaan Adel tersentuh, ia sedih melihat anak yang sekecil ini sudah merasakan pahitnya kehidupan.
"Ya udah kita mau main apa?" tanya Adel tersenyum.
"Bagaimana kalau kita main bola Kak?" tanyanya penuh harapan.
"Ayo," jawab Adel semangat.
Mereka bermain dengan penuh tawa, melupakan segala masalah yang terjadi.
Setelah capek bermain, mereka duduk selonjoran dirumput yang sangat hijau.
"Capek ya?" tanya Adel melihat anak kecil disampingnya.
Riri mengangguk, lalu ia bersandar di pundak Adel.
"Kak Adel mau enggak jadi Mami aku?" Pertanyaan itu keluar dari mulut kecil Riri.
Kedua orang yang memegangi ku tak mau tinggal diam saja. Mereka ingin ikut pula mencicipi kemolekan dan kehangatan tubuhku. Pak Karmin berpindah posisi, tadinya hendak menjamah leher namun ia sedikit turun ke bawah menuju bagian dadaku. Pak Darmaji sambil memegangi kedua tanganku. Mendekatkan wajahnya tepat di depan hidungku. Tanpa rasa jijik mencium bibir yang telah basah oleh liur temannya. Melakukan aksi yang hampir sama di lakukan oleh pak Karmin yaitu melumat bibir, namun ia tak sekedar menciumi saja. Mulutnya memaksaku untuk menjulurkan lidah, lalu ia memagut dan menghisapnya kuat-kuat. "Hhss aahh." Hisapannya begitu kuat, membuat lidah ku kelu. Wajahnya semakin terbenam menciumi leher jenjangku. Beberapa kecupan dan sesekali menghisap sampai menggigit kecil permukaan leher. Hingga berbekas meninggalkan beberapa tanda merah di leher. Tanganku telentang di atas kepala memamerkan bagian ketiak putih mulus tanpa sehelai bulu. Aku sering merawat dan mencukur habis bulu ketiak ku seminggu sekali. Ia menempelkan bibirnya di permukaan ketiak, mencium aroma wangi tubuhku yang berasal dari sana. Bulu kudukku sampai berdiri menerima perlakuannya. Lidahnya sudah menjulur di bagian paling putih dan terdapat garis-garis di permukaan ketiak. Lidah itu terasa sangat licin dan hangat. Tanpa ragu ia menjilatinya bergantian di kiri dan kanan. Sesekali kembali menciumi leher, dan balik lagi ke bagian paling putih tersebut. Aku sangat tak tahan merasakan kegelian yang teramat sangat. Teriakan keras yang tadi selalu aku lakukan, kini berganti dengan erangan-erangan kecil yang membuat mereka semakin bergairah mengundang birahiku untuk cepat naik. Pak Karmin yang berpindah posisi, nampak asyik memijat dua gundukan di depannya. Dua gundukan indah itu masih terhalang oleh kaos yang aku kenakan. Tangannya perlahan menyusup ke balik kaos putih. Meraih dua buah bukit kembarnya yang terhimpit oleh bh sempit yang masih ku kenakan. .. Sementara itu pak Arga yang merupakan bos ku, sudah beres dengan kegiatan meeting nya. Ia nampak duduk termenung sembari memainkan bolpoin di tangannya. Pikirannya menerawang pada paras ku. Lebih tepatnya kemolekan dan kehangatan tubuhku. Belum pernah ia mendapati kenikmatan yang sesungguhnya dari istrinya sendiri. Kenikmatan itu justru datang dari orang yang tidak di duga-duga, namun sayangnya orang tersebut hanyalah seorang pembantu di rumahnya. Di pikirannya terlintas bagaimana ia bisa lebih leluasa untuk menggauli pembantunya. Tanpa ada rasa khawatir dan membuat curiga istrinya. "Ah bagaimana kalau aku ambil cuti, terus pergi ke suatu tempat dengan dirinya." Otaknya terus berputar mencari cara agar bisa membawaku pergi bersamanya. Hingga ia terpikirkan suatu cara sebagai solusi dari permasalahannya. "Ha ha, masuk akal juga. Dan pasti istriku takkan menyadarinya." Bergumam dalam hati sembari tersenyum jahat. ... Pak Karmin meremas buah kembar dari balik baju. "Ja.. jangan.. ja. Ngan pak.!" Ucapan terbata-bata keluar dari mulut, sembari merasakan geli di ketiakku. "Ha ha, tenang dek bapak gak bakalan ragu buat ngemut punyamu" tangan sembari memelintir dua ujung mungil di puncak keindahan atas dadaku. "Aaahh, " geli dan sakit yang terasa di ujung buah kembarku di pelintir lalu di tarik oleh jemarinya. Pak Karmin menyingkap baju yang ku kenakan dan melorotkan bh sedikit kebawah. Sayangnya ia tidak bisa melihat bentuk keindahan yang ada di genggaman. Kondisi disini masih gelap, hanya terdengar suara suara yang mereka bicarakan. Tangan kanan meremas dan memelintir bagian kanan, sedang tangan kiri asyik menekan kuat buah ranum dan kenyal lalu memainkan ujungnya dengan lidah lembut yang liar. Mulutnya silih berganti ke bagian kanan kiri memagut dan mengemut ujung kecil mungil berwarna merah muda jika di tempat yang terang. "Aahh aahh ahh," nafasku mulai tersengal memburu. Detak jantungku berdebar kencang. Kenikmatan menjalar ke seluruh tubuh, mendapatkan rangsangan yang mereka lakukan. Tapi itu belum cukup, Pak Doyo lebih beruntung daripada mereka. Ia memegangi kakiku, lidahnya sudah bergerak liar menjelajahi setiap inci paha mulus hingga ke ujung selangkangan putih. Beberapa kali ia mengecup bagian paha dalamku. Juga sesekali menghisapnya kadang menggigit. Lidahnya sangat bersemangat menelisik menjilati organ kewanitaanku yang masih tertutup celana pendek yang ia naikkan ke atas hingga selangkangan. Ujung lidahnya terasa licin dan basah begitu mengenai permukaan kulit dan bulu halusku, yang tumbuhnya masih jarang di atas bibir kewanitaan. Lidahnya tak terasa terganggu oleh bulu-bulu hitam halus yang sebagian mengintip dari celah cd yang ku kenakan. "Aahh,, eemmhh.. " aku sampai bergidik memejam keenakan merasakan sensasi sentuhan lidah di berbagai area sensitif. Terutama lidah pak Doyo yang mulai berani melorotkan celana pendek, beserta dalaman nya. Kini lidah itu menari-nari di ujung kacang kecil yang menguntit dari dalam. "Eemmhh,, aahh" aku meracau kecil. Tubuhku men
BACAAN KHUSUS DEWASA Siapapun tidak akan pernah tahu, apa sesungguhnya yang dipikirkan oleh seseorang tentang sensasi nikmatnya bercinta. Sama seperti Andre dan Nadia istrinya. Banyak yang tidak tahu dan tidak menyadari. Atau memang sengaja tidak pernah mau tahu dan tidak pernah mencari tahu tentang sensasi bercinta dirinya sendiri. Seseorang bukan tidak punya fantasi dan sensasi bercinta. Bahkan yang paling liar sekalipun. Namun norma, aturan dan tata susila yang berlaku di sekitranya dan sudah tertanam sejak lama, telah mengkungkungnya. Padahal sesungguhnya imajinasi bisa tanpa batas. Siapapun bisa menjadi orang lain dan menyembunyikan segala imajinasi dan sensasinya di balik aturan itu. Namun ketika kesempatan untuk mengeksplornya tiba, maka di sana akan terlihat apa sesungguhnya sensasi yang didambanya. Kisah ini akan menceritakan betapa banyak orang-orang yang telah berhasil membebaskan dirinya dari kungkungan dogma yang mengikat dan membatasi ruang imajinasi itu dengan tetap berpegang pada batasan-batasan susila
Evelyn, yang dulunya seorang pewaris yang dimanja, tiba-tiba kehilangan segalanya ketika putri asli menjebaknya, tunangannya mengejeknya, dan orang tua angkatnya mengusirnya. Mereka semua ingin melihatnya jatuh. Namun, Evelyn mengungkap jati dirinya yang sebenarnya: pewaris kekayaan yang sangat besar, peretas terkenal, desainer perhiasan papan atas, penulis rahasia, dan dokter berbakat. Ngeri dengan kebangkitannya yang gemilang, orang tua angkatnya menuntut setengah dari kekayaan barunya. Elena mengungkap kekejaman mereka dan menolak. Mantannya memohon kesempatan kedua, tetapi dia mengejek, "Apakah menurutmu kamu pantas mendapatkannya?" Kemudian seorang tokoh besar yang berkuasa melamar dengan lembut, "Menikahlah denganku?"
Dua tahun setelah pernikahannya, Selina kehilangan kesadaran dalam genangan darahnya sendiri selama persalinan yang sulit. Dia lupa bahwa mantan suaminya sebenarnya akan menikahi orang lain hari itu. "Ayo kita bercerai, tapi bayinya tetap bersamaku." Kata-katanya sebelum perceraian mereka diselesaikan masih melekat di kepalanya. Pria itu tidak ada untuknya, tetapi menginginkan hak asuh penuh atas anak mereka. Selina lebih baik mati daripada melihat anaknya memanggil orang lain ibu. Akibatnya, dia menyerah di meja operasi dengan dua bayi tersisa di perutnya. Namun, itu bukan akhir baginya .... Bertahun-tahun kemudian, takdir menyebabkan mereka bertemu lagi. Raditia adalah pria yang berubah kali ini. Dia ingin mendapatkannya untuk dirinya sendiri meskipun Selina sudah menjadi ibu dari dua anak. Ketika Raditia tahu tentang pernikahan Selina, dia menyerbu ke tempat tersebut dan membuat keributan. "Raditia, aku sudah mati sekali sebelumnya, jadi aku tidak keberatan mati lagi. Tapi kali ini, aku ingin kita mati bersama," teriaknya, memelototinya dengan tatapan terluka di matanya. Selina mengira pria itu tidak mencintainya dan senang bahwa dia akhirnya keluar dari hidupnya. Akan tetapi, yang tidak dia ketahui adalah bahwa berita kematiannya yang tak terduga telah menghancurkan hati Raditia. Untuk waktu yang lama, pria itu menangis sendirian karena rasa sakit dan penderitaan dan selalu berharap bisa membalikkan waktu atau melihat wajah cantiknya sekali lagi. Drama yang datang kemudian menjadi terlalu berat bagi Selina. Hidupnya dipenuhi dengan liku-liku. Segera, dia terpecah antara kembali dengan mantan suaminya atau melanjutkan hidupnya. Apa yang akan dia pilih?
Pada hari pernikahannya, saudari Khloe berkomplot dengan pengantin prianya, menjebaknya atas kejahatan yang tidak dilakukannya. Dia dijatuhi hukuman tiga tahun penjara, di mana dia menanggung banyak penderitaan. Ketika Khloe akhirnya dibebaskan, saudarinya yang jahat menggunakan ibu mereka untuk memaksa Khloe melakukan hubungan tidak senonoh dengan seorang pria tua. Seperti sudah ditakdirkan, Khloe bertemu dengan Henrik, mafia gagah tetapi kejam yang berusaha mengubah jalan hidupnya. Meskipun Henrik berpenampilan dingin, dia sangat menyayangi Khloe. Dia membantunya menerima balasan dari para penyiksanya dan mencegahnya diintimidasi lagi.