Siska dinyatakan tidak akan memiliki kesempatan lagi untuk memperoleh keturunan oleh dokter yang memeriksa kesehatannya. Kini, wanita itu juga lumpuh dan duduk di kursi roda karena kecelakaan nahas yang menimpa dirinya dan orang tuanya beberapa bulan yang lalu. Dia merasa bahwa dunia telah mempermainkan hidupnya. Dia benci dengan apa yang terjadi saat ini.
"Aku mohon, Sya. Setelah kamu melahirkan anak itu, kamu boleh pergi jika tidak ingin lagi melanjutkan hubungan dengan Mas Kenzo." Siska masih tetap berharap agar Tasya mampu memenuhi permintaannya.
"Itu nggak mungkin, Sis. Aku nggak sanggup menjadi orang ketiga dalam hubungan kamu dan suamimu. Aku tahu kalau dia sangat mencintaimu."
"Aku tidak percaya kalau akhirnya menerima penolakan darimu, padahal kita sudah berteman sangat lama. Kita sudah seperti keluarga."
"Aku sayang sama kamu, Sis. Tapi aku nggak mungkin memenuhi permintaan kamu kali ini."
"Untuk apa lagi aku hidup kalau sahabatku sendiri sudah tidak peduli padaku?" Siska menangis di depan Tasya.
"Kamu tetap akan menjadi sahabatku dan lagi pun, kamu juga punya Mas Kenzo."
"Anggap ini permintaan terakhirku. Tolong kabulkan harapanku yang ingin memiliki anak. Aku janji akan memenuhi semua kebutuhan keluargamu. Om Udin nggak perlu kerja banting tulang di usia yang tidak muda lagi. Biarkan aku yang membiayai kuliah Thalia-adikmu." Siska memberikan penawaran kepada Tasya.
Tasya berpikir sejenak. Dia mengingat ayahnya yang bekerja banting tulang untuk memenuhi kebutuhan dirinya dan Thalia. Sang ayah bekerja sebagai buruh di salah satu perusahaan yang ada di kota ini. Sementara ibunya telah lama meninggalkan mereka untuk selamanya.
Tasya baru bekerja menjadi kasir di salah satu minimarket di sekitar rumahnya. Keluarganya sering merasa kesulitan saat akan membayar uang kuliah Thalia dan memenuhi perlengkapan lainnya. Sementara Pak Udin, tubuhnya sudah tidak kuat lagi seperti dulu.
"Gimana, Sya? Kamu bersedia?" Siska kembali bertanya.
"Baiklah, jika itu yang kamu inginkan, aku bersedia menikah dengan Mas Kenzo." Akhirnya, Tasya mengambulkan permintaan Siska walaupun dengan perasaan bersalah. Hati kecilnya tidak tega menjadi madu untuk sahabatnya sendiri.
"Terima kasih, Sya. Aku akan segera mengatakan ini pada Mas Kenzo. Aku akan menghubungimu lagi nanti." Siska sangat bahagia mendengar jawaban sahabatnya.
Tasya pun pergi dari rumah Siska setelah memberikan keputusan. Saat di depan teras rumah sahabatnya itu, dia bertemu dengan Kenzo yang baru turun dari mobil. Laki-laki itu tersenyum, tetapi Tasya tidak membalasnya.
Kenzo adalah laki-laki tampan yang telah menikahi Siska selama dua tahun. Dia tidak sombong, tetapi justru sangat ramah, termasuk kepada Tasya. Namun, Tasya tidak suka melihat pria yang terlalu ramah.
"Apa kabar, Sya?" Kenzo menyapa Tasya.
"Baik, Mas," balas Tasya singkat.
"Saya masuk dulu, ya." Kenzo pun memasuki rumah, sedangkan Tasya mencari angkutan umum untuk kembali ke rumahnya.
Tasya masih sangat takut memikirkan akan menikah dengan laki-laki yang baru dia lihat. Dia tidak dapat membayangkan harus hidup dengan orang yang tidak dia cintai. Dia bahkan diminta untuk melahirkan anaknya.
'Semoga pengorbanan yang aku lakukan ini dapat membantu Ayah dan Thalia. Aku ingin membahagiakan mereka. Bagiku, kebahagiaan mereka adalah segalanya.' Begitu batin Tasya. Matanya berkaca-kaca.
🏵️🏵️🏵️
Pernikahan Kenzo dan Tasya akhirnya terlaksana juga. Acara tersebut hanya dihadiri keluarga. Tidak ada resepsi layaknya pengantin pada umumnya. Tasya meminta agar ikatan suci dirinya dan Kenzo berlangsung sederhana saja.
Siska telah meminta asisten rumah tangga menyiapkan kamar untuk suami dan sahabatnya. Tasya dan Kenzo kini sudah berada di ruangan yang sama. Tasya merasa risi karena harus sekamar dengan laki-laki yang tidak dia cintai.
"Kamu, kok, diam aja?" Kenzo mendekati Tasya yang sedang duduk di tempat tidur.
Perasaan Tasya tidak menentu, dia takut karena Kenzo sangat dekat dengannya. Dia merasa bersalah terhadap sahabatnya. Dia tidak pernah menyangka akan menjadi istri kedua Kenzo. Dirinya ingin memberontak, tetapi tidak kuasa.
"Aku nggak akan maksa kalau kamu belum siap melakukannya." Kalimat yang Kenzo ucapkan makin membuat Tasya ketakutan.
Tasya sangat heran, mengapa Kenzo bersedia menikah dengan dirinya yang merupakan sahabat Siska. Selama ini, Tasya yakini kalau laki-laki itu sangat mencintai Siska. Tasya tidak mengerti. Dia berpikir bahwa besarnya cinta yang Kenzo miliki untuk sang istri hingga rela memenuhi permintaannya.
"Aku minta maaf." Tasya menggeser posisi duduknya dan berusaha menjauh dari Kenzo.
"Apa kamu tidak ikhlas menikah denganku?" Kenzo heran melihat sikap Tasya.
"Aku tidak pernah berharap menjadi istri dari suami sahabatku sendiri. Tapi aku harus melakukan ini." Tasya tidak dapat menahan tangisnya.
===============