/0/17211/coverbig.jpg?v=563e1e4bf54e5f96fb771a0eafbabfb7)
Harta, tahta dan segalanya akan diberikan secara cuma-cuma, asalkan harus menikahi dan menjadi ayah pengganti untuk bayi yang bahkan bukan anak kandungnya. Sanggupkah Indra melakukan itu?
Harta, tahta dan segalanya akan diberikan secara cuma-cuma, asalkan harus menikahi dan menjadi ayah pengganti untuk bayi yang bahkan bukan anak kandungnya. Sanggupkah Indra melakukan itu?
"Astaga!!"
Dinda terperanjat sembari menutup mulutnya dengan menggunakan sebelah tangan, melihat sebuah benda pipih kecil yang menunjukkan dua garis merah di tangannya. Wanita itu benar-benar dibuat terkejut hingga tak bisa mengeluarkan sepatah katapun dari dalam mulutnya.
Perlahan, kedua matanya berkaca-kaca seakan-akan tak mampu membendungnya lagi.
"A-aku ... hamil???"
Ya! Awalnya ia benar-benar tak menyangka jika gejala yang ia alami akhir-akhir ini ternyata bukan gejala yang biasa. Pusing serta sering merasa lelah yang menyerangnya merupakan salah satu pertanda bahwa ada sesuatu yang tengah bersemayam di dalam perutnya.
Dinda terdiam untuk sesaat, lalu memandangi dirinya di dalam cermin kamar mandi itu.
"Aku hamil anakmu, Kevin?"
Wanita itu terdiam cukup lama, mengingat semua hal manis yang ia lakukan bersama kekasihnya. Ya! Teramat manis hingga ia lupa diri dan terlena sampai akhirnya terhanyut dalam sungai asmara yang menyebabkan dirinya seperti saat ini.
Dinda tak bisa begini sendiri, ia tidak bisa diam saja hingga semuanya terlambat. Lalu dengan satu gerakkan ia berdiri tegap dan kembali menghadap cermin.
"Aku harus bilang pada Kevin! Dia harus tahu kalau aku hamil anaknya."
Tok ... tok ... tok!
Suara ketukkan pintu itu lantas terdengar hingga ke dalam kamar mandi hingga mengejutkannya dan bahkan membuyarkan lamunannya. Dinda lekas mengerjapkan matanya dan berusaha menguasai diri, tak lupa pula menyeka genangan air mata yang hampir mentes.
"Dinda? Kamu sudah bangun? Ini sudah siang, Nak. Kamu gak akan masuk kerja?"
Terdengar suara bariton dari balik pintu tersebut, suara yang mampu membuat Dinda merasa sedih dan rasa bersalahnyapun tiba-tiba muncul begitu saja.
"I-iya, Pah! Dinda bentar lagi turun ... ini baru selesai mandi," teriaknya dari dalam kamar mandi.
"Baiklah, Papa tunggu di bawah, ya! Kita sarapan bareng."
Dind kembali terdiam dan menarik napas panjangnya, memejamkan mata sembari berpangku tangan pada wastafel di depannya.
"Tenang, Dinda. Kamu hanya harus bilang pada Anton agar dia mau tanggung jawab dan semua akan baik-baik saja," gumamnya penuh percaga diri.
***
"Ah! Sudah setengah jam tapi Dinda belum juga turun, apa dia baik-baik saja?" gumam Anggoro yang sejak tadi tak berhenti melihat jam dan bergantian melihat ke arah tangga rumahnya yang masih saja tak menampakkan sosok putri semata wayangnya.
Bagaimana tidak? Pagi ini berjalan tidak seperti biasanya, bahkan Dinda selalu tiba lebih dulu di ruang makan sebelum dirinya. Hal yang terus membuat kecemasan Anggoro bertambah saat ia mengecek langsung ke lantai atas tepat dimana kamar putrinya berada.
"Tadi suaranya memang terdengar sedikit serak," gumamnya lagi dengan terus mengira-ngira, "Haruskah kupastikan lagi?"
Belum sempat lelaki paruh baya itu bangkit dari duduknya, tiba-tiba gerakkannya terhenti saat seseorang mulai turun dari tangga lalu menyapanya.
"Pagi, Papa! Maaf aku bangun kesiangan, jadi-"
"Kamu tidak apa-apa?"
"Hmm?" Dinda mengerutkan keningnya pertanda heran.
Tetapi Anggoro, dengan sedikit terbata-bata kembali bertanya, "Papa sedikit cemas, apa kamu tidak enak badan?"
"Ah! A-aku gak apa-apa, Pa. Cuma bangun kesiangan aja, kok."
Anggoro masih terdiam dengan terus meneliti wajah anaknya yang terlihat sedikit berbeda.
"Kamu yakin? Dengan wajah pucatmu?"
Dinda terkesiap! Apakah ia lupa memakai lipstick? Ah tidak! Apakah lipstick yang ia gunakan kurang mencolok hingga wajahnya terlihat pucat seperti apa yang dikatakan ayahnya?
"Sial! Apa ini karena perutku yang agak mual!?" batinnya menerka-nerka.
Wanita itu berusaha menguasai diri dan lekas mengambil tempat duduk dengan berusaha pula terlihat berseri-seri.
"Masa sih?? Aku baik-baik aja, Pah. Mungkin karena aku dandan buru-buru jadi begini," jelasnya berusaha tetap tenang.
"Baiklah kalau begitu, tapi kalau kamu merasa gak enak badan jangan memaksakan diri ... izin absen saja dan istirahat yang banyak."
Dinda mengangguk cepat dan menjawab, "Siap, Boss!" Sembari menempelkan tangannya ada kening seolah memberi hormat.
Anggoro terkekeh sembari menggeleng-gelengkan kepalanya dan kembali berkata, "Ya sudah, ayo sarapan dulu!"
Dinda hanya tersenyum seraya mengembuskan napas leganya, "Fyuh ... syukurlah Papa gak curiga," gumamnya dalam hati.
Betapa tidak? Beberapa menit yang ia lewati terasa begitu tegang bagaikan mengikuti interview di perusahaan ternama, namun kali ini jauh ledih besar dari yang ia bayangkan karena jika Dinda salah berucap ... bisa-bisa ayahnya akan mengetahui hal yang sebenarnya.
Keduanya lantas melanjutkan santap sarapan bersama hingga selesai dan berangkat ke Kantor bersama dengan menggunakan mobil pribadi Anggoro.
Akan tetapi, siapa yang akan menyangka jika di tengah-tengah perjalanan tersebut rasa mual di perut Dinda kembali menyerang secara tiba-tiba? Wanita itu kini meboleh ke arah jendela berusaha menyembunyikan dan menahan rasa mual, namun sialnya jalanan pagi ini justru terlihat padat hingga terjadi kemacetan.
"Haduh! Macet lagi ... macet lagi," gerutu Narno, sang sopir pribadi keluarga Anggoro.
Anggoro yang duduk di samping sopir pun ikut geram dan berdecih, "Tidak ada jalan lain, Pak? Kita harus tiba di Kantor segera karena saya ada meeting."
Narno pun terdiam sesaat berusaha mengingat-ngingat jika ada alternatif jalan lain di sekitar tempat itu namun kali ini ia terlihat bingung hingga akhirnya menjawab, "Sepertinya tidak ada, Pak."
Situasipun berubah genting! Terlebih dengan keadaan Dinda yang duduk di jok bagian belakang dan tengah menahan rasa mual yang semakin membesar. Ya! Selain menahan rasa mual itu, Dinda harus tetap bersikp seperti biasa di depan kedua lelaki di depannya meski rasanya begitu sulit.
"Astaga ... mimpi apa aku semalam!? Rasanya aku mau mati!" batinnya.
Setelah terjebak kemacetan beberapa menit, mereka akhirnya keluar dari situasi yang tak mengenakkan itu dan tiba di Perusahaan besar milik Anggoro yang sudah puluhan tahun berdiri.
Dinda yang turun dengan terburu-buru itupun membuat ayahnya heran sembaru mengernyitkan keningnya, "Kamu kenapa lagi, Dinda?"
"A-ah! A-aku kayaknya masuk duluan, Pah. Mau ke Toilet dulu, bye!"
Dengan langkah tertatih-tatih wanita itu berjalan cepat meninggalkan Anggoro yang masih berdiri di samping mobilnya seraya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah sang putri tanpa merasa curiga sedikitpun.
***
Hoek!
Hoek!
Entah berapa kali Dinda terus memuntahkan makanan yang baru saja ia makan di rumah, perutnya benar-benar tak bisa diajak berkompromi lagi hingga wanita itu merasa lemas dan bersandar pada dinding toilet yang untung saja tidak ada orang lain di dalamnya.
Dengan napas terengah-engah Dinda memejamkan matanya merasakan ketidak nyamanan dalam perutnya.
"Aku harus gimana lagi? Masa iya harus absen dari Kantor!? Nanti Papa malah curiga," gumamnya merasa bingung.
Sorot matanya tiba-tiba membulat dan ia pun lekas bangkit dari sandaran dinding itu lalu mengeluarkan ponsel miliknya dari dalam tas.
"Aku harus ketemu Kevin dan ngasih tahu kalo aku lagi hamil!" gumamnya lagi dengan jari-jemari yang sibuk mencari nomor kontak sang kekasih.
Akan tetapi, setelah beberapa detik berlalu sambungan teleponnyapun belum kunjung terhubung, hanya suara bagai klakson kereta api yang ia dengar.
Memiliki kekasih tampan dan kaya raya tidaklah mudah, akan banyak sekali rintangan yang dihadapi. Seperti yang dialami oleh sekretaris cantik bernama Yasmin Andara, dia dihadapkan pada kenyataan bahwa dia harus menjauhi kekasihnya yang merupakan atasan sekaligus CEO perusahaan tempatnya bekerja. Apa yang sebenarnya terjadi ada hubungan keduanya? Lantas apakah mereka bisa melewatinya? Atau bahkan hubungannya akan kandas begitu saja?
Setelah Arshella berhasil mendapatkan Dion seutuhnya, kehadiran sosok pria dari masa lalunya justru menjadi tantangan terbesarnya. Situasipun rumit saat pria itu kini mengaku bahwa dialah ayah dari anaknya.
21+ Alena Adriani Quensyah, harus menerima kenyataan pahit, ketika hidupnya hancur dalam semalam. Bayangan akan masa lalunya pun tidak pernah hilang dalam benaknya. Lagi-lagi Alena harus mengetahui kedua orang tua nya yang pergi begitu saja dan menjadikan nya sebagai jaminan pada seorang Mafia, membuat hidup Alena seperti didalam penjara. Akankah Alena bisa bertemu dengan orang tuanya kembali? Dan apa penyebab mereka meninggalkannya?
Kisah asmara para guru di sekolah tempat ia mengajar, keceriaan dan kekocakan para murid sekolah yang membuat para guru selalu ceria. Dibalik itu semua ternyata para gurunya masih muda dan asmara diantara guru pun makin seru dan hot.
Kirani dipaksa menikah dengan Devon, seorang preman terkenal. Adik perempuannya mengejeknya, "Kamu hanya anak angkat. Nasibmu benar-benar sial karena menikah dengannya!" Dunia mengantisipasi kesengsaraan Kirani, tetapi kehidupan pernikahannya ternyata disambut dengan ketenangan yang tak terduga. Dia bahkan menyambar rumah mewah dalam undian! Kirani melompat ke pelukan Devon, memujinya sebagai jimat keberuntungannya. "Tidak, Kirani, kamulah yang memberiku semua keberuntungan ini," jawab Devon. Kemudian, suatu hari yang menentukan, teman masa kecil Devon mendatanginya. "Kamu tidak layak untuknya. Ambil seratus miliar ini dan tinggalkan dia!" Kirani akhirnya memahami perawakan sejati Devon, orang terkaya di planet ini. Malam harinya, gemetar karena gentar, dia membicarakan masalah perceraian dengan Devon. Namun, dengan pelukan yang mendominasi, pria itu mengatakan kepadanya, "Aku akan memberikan semua yang kumiliki. Perceraian tidak bisa dilakukan!"
Seorang gadis SMA bernama Nada dipaksa untuk menyusui pria lumpuh bernama Daffa. Dengan begitu, maka hidup Nada dan neneknya bisa jadi lebih baik. Nada terus menyusui Daffa hingga pria itu sembuh. Namun saat Nada hendak pergi, Daffa tak ingin melepasnya karena ternyata Daffa sudah kecanduan susu Nada. Bagaimana kelanjutan kisahnya?
Selama tiga tahun pernikahannya dengan Reza, Kirana selalu rendah dan remeh seperti sebuah debu. Namun, yang dia dapatkan bukannya cinta dan kasih sayang, melainkan ketidakpedulian dan penghinaan yang tak berkesudahan. Lebih buruk lagi, sejak wanita yang ada dalam hati Reza tiba-tiba muncul, Reza menjadi semakin jauh. Akhirnya, Kirana tidak tahan lagi dan meminta cerai. Lagi pula, mengapa dia harus tinggal dengan pria yang dingin dan jauh seperti itu? Pria berikutnya pasti akan lebih baik. Reza menyaksikan mantan istrinya pergi dengan membawa barang bawaannya. Tiba-tiba, sebuah pemikiran muncul dalam benaknya dan dia bertaruh dengan teman-temannya. "Dia pasti akan menyesal meninggalkanku dan akan segera kembali padaku." Setelah mendengar tentang taruhan ini, Kirana mencibir, "Bermimpilah!" Beberapa hari kemudian, Reza bertemu dengan mantan istrinya di sebuah bar. Ternyata dia sedang merayakan perceraiannya. Tidak lama setelah itu, dia menyadari bahwa wanita itu sepertinya memiliki pelamar baru. Reza mulai panik. Wanita yang telah mencintainya selama tiga tahun tiba-tiba tidak peduli padanya lagi. Apa yang harus dia lakukan?
© 2018-now Bakisah
TOP