/0/17228/coverbig.jpg?v=42595d5cc89d0f7a04699aef0988af0b)
Setelah Arshella berhasil mendapatkan Dion seutuhnya, kehadiran sosok pria dari masa lalunya justru menjadi tantangan terbesarnya. Situasipun rumit saat pria itu kini mengaku bahwa dialah ayah dari anaknya.
Setelah Arshella berhasil mendapatkan Dion seutuhnya, kehadiran sosok pria dari masa lalunya justru menjadi tantangan terbesarnya. Situasipun rumit saat pria itu kini mengaku bahwa dialah ayah dari anaknya.
Fyuh ...
"Akhirnya masalah selesai," gumam Shella sembari membuang napas panjangnya.
Ya! Hari ini terasa begitu melegakan baginya setelah menemani serangkaian sidang perceraian suami dengan istri sebelumnya sampai mereka resmi bercerai dan Shella menjadi istri Dion satu-satunya.
Ting tong!!
Suara bel pintu yang terdengar sampai ke ruang tengah, berhasil membuat Shella mengerjap kala ia tengah asyik bermain dengan putru kecilnya.
"Mbok!? Tolong bukakan pintu, sepertinya ada tamu," teriak Shella berusaha memanggil asisten rumah tangganya. Lalu ia kembali menemani Arshetta menempel-nempelkan beberpa puzle bergambar.
Beberapa menit berlalu, tiba-tiba bel tersebut kembali terdengar membuat Shella kembali mengerjap.
"Mbok Yem ke mana ya?" gumamnya, ia pun melihat anak perempuannya yang masih asyik memainkan beberapa mainan lainnya, "Sayang, Mama ke depan dulu ya! Shetta tunggu di sini dan jangan ke mana-mana."
Arshetta pun mengangkat kepalanya kemudian menjawab, "Iya, Ma."
"Anak pintar!"
Tanpa menunggu lama lagi, Shella lantas bangkit dari duduknya dan bergegas menuju pintu utama.
Dalam hati ia menduga-duga siapa seseorang di balik pintu tersebut.
Ceklek!
Ketika pintu terbuka, seketika saja kedua mata wanita itu terbelalak dengan kening yang mengerut.
Tampak seorang lelaki bertubuh tinggi berpakaian rapi tengah membelakanginya.
"Maaf, cari siapa ya?" tanya Shella bernada sopan.
Lelaki itupun membalikkan tubuhnya sembari menampakkan senyuman lebarnya. Seketika saja membuat Shella terkejut bukan main.
"Selamat siang! Long time no see, Nyonya Arshella!"
Deg!
Shella tampak shock, kedua bola matanya membulat sempurna, tubuhnya terasa kaku bahkan tak dapat bergerak sedikitpun.
Ya! Wanita itu tentu saja merasa terkejut dengan kehadiran lelaki yang dahulu menghantui bahkan sempat mengancamnya.
Dengan suara yang terdengar bergetar karena rasa takut yang menyelimuti, Shella pun berkata, "M-mau apa lagi kamu ke sini, Hans!? Bukankah sudah kukatakan untuk tidak menemuiku lagi!?"
Mendengar ucapan Shella yang seakan-akan merasa terganggu, membuat Hans berdecih sembari memutar bola matanya.
"Hmm, kupikir kau sudah melupakanku. Ternyata belum," ucap lelaki itu bernada menyinggung, "Yah ... mana mungkin kau lupa padaku bukan? Seorang pria yang-"
"Cukup! Jaga perkataanmu dan tolong tinggalkan tempat ini!"
Shella berusaha menghentikan perkataan Hans yang tak ingin ia dengar dalam bentuk apapun terkait kejadian masa lalunya.
Dengan raut wajah yang tampak memerah bak kepiting rebus, bahkan wanita itu sesekali mengedarkan pandangannya takut-takut seseorang melihat dirinya dan menguping pembicaraan tersebut.
Sedangkan Hans, lelaki itu terlihat bersikap tenang seolah tak ada yang harus ia khawatirkan.
Hans pun berdecih dengan senyuman sinis yang tiba-tiba menampak.
"Astaga ... kau masih saja menyangkal, tapi tidak apa. Aku berkunjung ke sini hanya ingin bertemu dengan anakku," jelas Hans, "Di mana dia?"
"Berhenti mengada-ngada, dia bukan anakmu!" elak Shella menekankan.
Ya! Alih-alih menjawab dan bersikap baik terhadap tamunya, Shella justru berlagak arogan, seakan-akan ia sangat benci melihat lelaki itu menemui dirinya.
Ucapan Shella pun berhasil membuat kesabaran Hans terkuras habis, ia datang dengan senyuman namun tak disangka ia disambut dengan sikap dan perilaku Shella yang kasar.
Di tengah-tengah suasana yang semakin panas tersebut tiba-tiba terdengar suara anak kecil dari dalam rumah tersebut.
"Ma!? Mama di mana!?" Lalu beberapa detik kemudian muncul seorang gadis kecil memeluk paha Shella dari belakang.
Hal itu jelas membuat Shella terkejut bukan main, kenapa Arshetta tiba-tiba saja muncul?
Perasaan Shella kini terasa campur aduk, ia tentu tak ingin putri kecilnya bertemu dengan Hans.
Akan tetapi meskipun begitu, tampaknya Hans terlihat senang, bibirnya menyeringai dengan indah kala ia bertemu dengan Arshetta, gadis kecil berusia 5 tahun tersebut.
"Hallo, anak manis! Senang bertemu-"
"Shetta, Mama 'kan sudah bilang kamu tunggu di dalam saja," ujar Shella lekas berjongkok dan menatap putrinya sembari memegangi kedua tangannya.
"Tapi ... Mama lama sekali, Shetta jadi takut," jawab Arshetta dengan mimik wajah ketakutan.
Betul! Wanita itu kentara sekali berusaha membuat anaknya agar tidak bertegur sapa dengan Hans.
Hal itu semakin membuat Hans geram, namun tak dapat dipungkiri, ia terus berusaha mengendalikan sikapnya dan berperilaku baik di depan gadis kecil itu.
Untuk apa lagi? Hans jelas tidak ingin menciptakan kesan buruk saat pertemuan dengan Arshetta untuk kali pertama.
Sementara itu Shella, ia kini semakin gugup dan panik. Lalu tanpa berpikir panjang ia kembali bangkit dan menatap Hans dengan tatapan tajam seakan-akan kemarahan telah menguasainya.
"Maaf, sepertinya kamu harus pergi," ucapnya ketus, lalu mengalihkan pandangannya mengarah pada Arshetta, "Ayo, Sayang. Kita main lagi di dalam."
Belum sempat Hans berkomentar, Shella telah lebih dahulu menutup pintu tersebut bahkan sebelum ia memberi kesempatan padanya untuk berbicara lebih banyak.
Hans tetap diam dengan pandangan kosong, tubuhnya seakan-akan kaku, terpaku dengan perkataan Shella yang tetap saja menolak kehadirannya.
Hingga beberapa detik berlalu sampai akhirnya Hans mendengkus kesal sembari menampakkan senyuman sinisnya.
"Tch!"
Hans membalikkan tubuhnya, lalu bertolak pinggang menatap sekeliling.
Sungguh! Ia tak bisa berkata apapun untuk sekadar melampiaskan kekesalannya, niatannya untuk melihat gadis kecil yang selalu ia rindukan rupanya tak membuahkan hasil.
Yang ia dapat hanya cacian dan ancaman dari Shella.
Lalu pandangannya beralih pada paper bag yang sedari tadi ia pegangi tanpa sempat memberikannya kepada Arshetta.
"Aish!! Aku sampai lupa memberikan ini," gumamnya bernada lemah.
Hans kembali menatap pintu yang sudah tertutup rapat tersebut dan berpikir sejenak.
Tetapi semua percuma saja, jika ia kembali mengetuk pintu tersebut berniat untuk memberikan hadiah itu, bukan hal aneh jika Shella menolaknya bahkan mungkin saja wanita itu membuangnya tepat di depan Hans.
Hans pun menggeleng-gelengkan kepalanya kala ia membayangkan hal itu, "Tidak, sepertinya itu bukan ide yang bagus!"
Lelaki itupun berjalan satu langkah dan berjongkok, lalu meletakkan paper bag tersebut tepat di samping pintu bersama dengan langkah kakinya meninggalkan rumah itu.
***
"Bagaimana ini? Kupikir dia tidak akan kembali ke dalam hidupku lagi," gumam Shella dalam hati.
Tentu, setelah ia mengusir Hans dengan bersikap kasar, rupa-rupanya masalah tak berhenti sampai di situ. Pikiran Shella kini terasa kalut memikirkan suatu hal bahkan telah ia kubur dalam-dalam.
Kedua matanya fokus memerhatikan Arshetta yang tengah asyik mewarnai buku bergambar, namun tidak dengan pikirannya.
"Bagus gak, Ma?" tanya Arshetta sembari mengangkat gambar yang telah selesai ia warnai.
Tetapi ibunya tidak menjawab pertanyaan anak itu dan hanya terdiam.
"Ma?"
Satu panggilan dari Arshetta tak lantas membuat Shella menoleh, wanita itu tampak melamun kala ia kembali menemani Arshetta bermain di ruang tengah.
"Ma??" Arshetta kembali berusaha memanggil ibunya, namun kali ini ia menaikkan nada bicaranya hingga berhasil membuat Shella mengerjap terkejut.
"Y-ya!?" sahut Shella mendelikkan matanya, "A-ada apa, Sayang?"
Shella tampak ketar ketir, menunjukkan gelagat aneh sehingga membuat Arshetta sedikit merasa heran dengan tingkah laku ibunya sendiri.
Arshetta pun kini terlihat kesal, karena baru kali ini ia merasa diabaikan oleh ibunya.
Sedangkan Shella yang telah menyadari sikap anaknya pun merasa sedih dan menyesal, bisa-bisanya ia terhanyut dalam lamunannya sendiri.
Di tengah-tengah itu, dering ponsel lantas membuat perhatiannya kembali teralihkan. Shella pun melihat layar ponsel yang memperlihatkan deretan angka yang berjejer, tentu ia tidak mengenali sang penelepon tersebut.
"Tunggu sebentar ya, Nak!" ujarnya lalu meraih ponsel itu dan kemudian menekan tombol hijau.
Detik berikutnya Shella tampak terdiam, dengan kedua mata terbuka lebar kala ia berbicara dengan sang penelepon.
Memiliki kekasih tampan dan kaya raya tidaklah mudah, akan banyak sekali rintangan yang dihadapi. Seperti yang dialami oleh sekretaris cantik bernama Yasmin Andara, dia dihadapkan pada kenyataan bahwa dia harus menjauhi kekasihnya yang merupakan atasan sekaligus CEO perusahaan tempatnya bekerja. Apa yang sebenarnya terjadi ada hubungan keduanya? Lantas apakah mereka bisa melewatinya? Atau bahkan hubungannya akan kandas begitu saja?
Harta, tahta dan segalanya akan diberikan secara cuma-cuma, asalkan harus menikahi dan menjadi ayah pengganti untuk bayi yang bahkan bukan anak kandungnya. Sanggupkah Indra melakukan itu?
Menikahi single mom yang memiliki satu anak perempuan, membuat Steiner Limson harus bisa menyayangi dan mencintai bukan hanya wanita yang dia nikahi melainkan anak tirinya juga. Tetapi pernikahan itu rupanya tidak berjalan mulus, membuat Steiner justru jatuh cinta terhadap anak tirinya.
21+ Alena Adriani Quensyah, harus menerima kenyataan pahit, ketika hidupnya hancur dalam semalam. Bayangan akan masa lalunya pun tidak pernah hilang dalam benaknya. Lagi-lagi Alena harus mengetahui kedua orang tua nya yang pergi begitu saja dan menjadikan nya sebagai jaminan pada seorang Mafia, membuat hidup Alena seperti didalam penjara. Akankah Alena bisa bertemu dengan orang tuanya kembali? Dan apa penyebab mereka meninggalkannya?
"Selain menjadi ART, kamu harus melayani saya di ranjang dan berikan ASI mu pada saya setiap saat, kau bisa menulis berapun nominal gajimu!" perintah Slater Jagger.
Haris dan Lidya sedang berada di ranjang tempat mereka akan menghabiskan sisa malam ini. Tubuh mereka sudah telanjang, tak berbalut apapun. Lidya berbaring pasrah dengan kedua kaki terbuka lebar. Kepala Haris berada disana, sedang dengan rakusnya menciumi dan menjilati selangkangan Lidya, yang bibir vaginanya kini sudah sangat becek. Lidah Haris terus menyapu bibir itu, dan sesekali menyentil biji kecil yang membuat Lidya menggelinjang tak karuan. “Sayaaang, aku keluar laghiiii…” Tubuh Lidya mengejang hebat, orgasme kedua yang dia dapatkan dari mulut Haris malam ini. Tubuhnya langsung melemas, tapi bibirnya tersenyum, tanda senang dan puas dengan apa yang dilakukan Haris. Harispun tersenyum, berhasil memuaskan teman tapi mesumnya itu. “Lanjut yank?”
Bianca tumbuh bersama seorang ketua mafia besar dan kejam bernama Emanuel Carlos! Bianca bisa hidup atas belas kasihan Emanuel pada saat itu, padahal seluruh anggota keluarganya dihabisi oleh Emanuel beserta Ayahnya. Akan tetapi Bianca ternyata tumbuh dengan baik dia menjelma menjadi sosok gadis yang sangat cantik dan menggemaskan. Semakin dewasa Bianca justru selalu protes pada Emanuel yang sangat acuh dan tidak pernah mengurusnya, padahal yang Bianca tau Emanuel adalah Papa kandungnya, tapi sikap keras Emanuel tidak pernah berubah walaupun Bianca terus protes dan berusaha merebut perhatian Emanuel. Seiring berjalannya waktu, Bianca justru merasakan perasaan yang tak biasa terhadap Emanuel, apalagi ketika Bianca mengetahui kenyataan pahit jika ternyata dirinya hanyalah seorang putri angkat, perasaan Bianca terhadap Emanuel semakin tidak dapat lagi ditahan. Meskipun Emanuel masih bersikap masa bodo terhadapnya namun Bianca kekeh menginginkan laki-laki bertubuh kekar, berwajah tampan yang biasa dia panggil Papa itu, untuk menjadi miliknya.
© 2018-now Bakisah
TOP