/0/17222/coverbig.jpg?v=87a702b244c99a2f2de6053193cd715b)
"Loh, kenapa ranjang ini basah?" Mata Inara melebar sempurna. Noda putih bertengger di atas ranjang. Baunya tak asing. Itu bukan cairan biasa. Aroma pandan membuat pikiran Inara melayang. Bukankah dia sudah mengganti sprei sisa tadi malam? Lalu, kenapa sekarang malah ada lagi? Bahkan, ranjang itu berantakan?
"Loh, kenapa ranjang ini basah?"
Mata Inara melebar sempurna. Noda putih bertengger di atas ranjang. Baunya tak asing. Itu bukan cairan biasa. Aroma pandan membuat pikiran Inara melayang. Bukankah dia sudah mengganti sprei sisa tadi malam? Lalu, kenapa sekarang malah ada lagi? Bahkan, ranjang itu berantakan.
Seseorang secara mendadak memasuki kamar, membuat Inara spot jantung. Ia pikir jelangkung dari mana yang hadir. Namun, kedatangan Angga yang berstatus sebagai suami Inara sangatlah tepat.
"Abi, baru pulang?"
"Iya, Mi," seru pria berusia 25 tahun tersebut, lalu meletakkan tas ransel dengan sembarang.
"Umi ngapain jongkok di situ? Kayak nggak ada kloset aja." Dipandangnya Inara yang masih setia nangkring di atas ranjang.
"Ranjangnya basah, Bi."
Tidak ada suara setelahnya. Ruangan itu bagaikan goa yang mencekam. Angga mengikuti pergerakan jari telunjuk istrinya. Dia terkesiap dengan mulut yang lebar.
"Ini kan..."
"Eh, Kenapa bisa basah begitu, ya? Jangan-jangan Umi ngompol lagi." Gegas, Angga memotong.
"Ngompol dari mana, Bi? Umi bukan balita lagi. Perasaan sprei bekas tadi malam sudah dicuci. Kenapa sekarang malah datang lagi? Abi ada pulang ke rumah?"
Angga menggeleng cepat. Dahinya mengkerut. "Ngapain Abi pulang? Jelas-jelas di sekolah banyak urusan. Kayaknya itu air biasa, deh. Mungkin diantara kita ada yang nggak sadar numpahin ke sana. Udah, ah. Jangan diambil pusing. Perlu Abi bantu cuci sprei lagi?"
Inara belum bergeming. Ia masih saja mencari jalan keluar tentang noda putih tersebut. Dirinya bukan anak kecil yang bodoh dalam membedakan segala macam jenis cairan.
"Oh, mungkin itu kencing kucing, Umi. Sudahlah, ayo cepat kita bersihkan! Abi nggak mau perang di atas tempat kotor begitu." Angga menaik turunkan alisnya tanda mengacau.
Tangan Angga gegas menarik sprei, sampai membuat Inara yang berada di atasnya nungging. Angga si lelaki romantis menyeret benda besar itu ke mesin cuci untuk dieksekusi.
Angga terkenal sebagai suami berkelakuan manis, humoris, juga gemar membantu. Banyak pekerjaan rumah yang ia laksanakan bersama Inara, perempuan yang dua tahun lalu ia nikahi.
Angga dan Inara sama-sama berprofesi sebagai guru. Bedanya, Angga bernasib lebih beruntung, karena setahun silam ia diangkat menjadi PNS, sementara sang istri gagal dalam perekrutan yang sama-sama mereka ikuti tersebut. Sampai sekarang Inara masih menjabat sebagai guru SD honorer. Biarpun begitu, sedikitpun Angga tidak merasa tinggi hati. Baginya, baik honorer maupun PNS adalah sama. Ini bukan soal gaji, melainkan tanggung jawab sebagai seorang guru yang membagikan ilmu kepada anak didiknya.
"Abi makan sajalah. Biar Umi yang mencuci," kata Inara yang ternyata sudah berada di samping.
"Umi masak apa?"
"Gurame asam manis, Bi. Ada jus jeruk juga."
"Makan bareng yuk, Mi! Abi suapin, deh." Senyum Angga mengembang.
"Umi sudah makan. Umi lebih dulu sampai satu jam ketimbang Abi."
"Ya, sudah. Kalau gitu Abi makannya mau ditemenin Umi."
"Lah, Umi kan mau nyuci spri kotor ini, Bi."
"Sudahlah. Nyucinya nanti saja. Kalau Umi nolak, Abi kulitin hidup-hidup, nih."
"Ih, serem amat!"
"Atau, Abi bakal kulitin..." Angga si tukang cagil mulai menggerayapi leher jenjang milik istrinya.
"Aish, Abi! Tak sudah-sudah. Ayolah, Umi temenin makan saja!" Inara melompat ke posisi lain, sebelum Angga semakin berkuat nakal.
Begitulah kehidupan rumah tangga Angga dan Inara selama ini. Jangankan keluarganya, seluruh kampung tahu jika bahtera yang mereka jalani begitu indah. Tak jarang keduanya bejalan kaki sambil berpegangan tangan hanya sekadar untuk berkeliling kampung dan melakukan kegiatan receh lainnya yang mengundang perhatian banyak orang.
Semenjak Angga menjadi PNS, ekonomi mereka juga mulai terdongkrak. Dari yang makanannya hanya tahu dan tempe, kini daging dan makanan bergizi lainnya mudah dikonsumsi. Keduanya juga sering berbagi kepada fakir miskin di area dalam maupun luar kampung tersebut.
Setelah Angga selesai makan dan beristirahat di atas ranjang yang baru diganti sprei-nya tadi, Inara pun melanjutkan kegiatan yang sempat tertunda. Ia mencoba menepis perihal bercak luas berkelir putih itu demi mengamankan pikirannya dari hal negatif. Ustadz yang biasa mengisi di pengajian desa Angga dan Inara sering berkata, jika pikiran buruk ternyata berpengaruh kepada kesehatan fisik.
"Wah! Dua kali cuci sprei, nih," sindir seorang tetangga yang menjabat sebagai sahabat Inara sejak kecil.
Inara terlihat sedang menjemur sprei untuk yang kedua kalinya di hari ini. Tentu itu menjadi bahan olokan orang yang mengetahuinya. Mereka pasti berpikiran, kalau Inara dan Angga bolak-balik menyetel adegan biru.
"Hust! Calon istri Ustadz Ridho jangan berisik!" Gadis berbibir tipis itu menunjuk wajah gadis seusianya dengan malu. Sebelah kakinya terhentak di tanah.
Padahal semua ini tidaklah seperti apa yang orang lihat. Inara bahkan tidak tahu kenapa ranjangnya bisa basah.
***
"Umi, nggak usah dandan cantik-cantik. Nanti kamu dilirik," teriak Angga dari keluar kamar di saat sang istri tak kunjung menampakan diri.
"Siapa yang dandan sih, Bi? Cuma pakai bedak tabur doang, supaya nggak pucet. Lagian, kita mau ke kajian, Bi, bukan kondangan." Inara menyahut dari dalam.
"Umi lagi ngapain sih? Kok nggak kelar-kelar."
"Sebentar, Bi. Masih pakai baju." Vokal Inara menyembur.
"Hah? Perlu dibantu nggak?"
"GAK!" Lengkingan Inara banter sekali.
Upaya Angga kembali gagal untuk mengacau sang istri. Inara buru-buru keluar demi menghindari bantuan Angga untuk memakaikannya pakaian yang ujung-ujungnya bisa menggagalkan kajian malam ini.
Tahu sendiri Angga bagaimana. Dia tipikal lelaki yang mempunyai kegagahan di atas rata-rata.
"Ayo, Bi!
"Eh, si Aina nggak sekalian ikut sama kita aja?" Aina adalah nama dari sahabat Inara yang menyindirnya tadi siang.
"Boleh, deh. Biar Umi panggil Aina dulu."
Jadilah mereka pergi bertiga. Aina duduk di jok mobil barisan ke dua, sementara Inara di samping suaminya.
Mereka bertiga tak pernah ketinggalan setiap ada pengajian. Semuanya giat menuntut ilmu. Aina dan Angga juga cukup dekat, mengingat Aina merupakan rekan sejawat Inara.
Kajian malam ini ada di desa seberang. Kegiatan tersebut berlangsung selama dua jam. Pematerinya adalah ustad Ridho, yakni calon suami dari Aina. Kabarnya, saat ini mereka sedang melakukan ta'aruf dan satu bulan lagi akan menikah.
Sekilas dilihat oleh Inara, jika suaminya dan Aina saling berpandangan lewat kaca spion tengah. Inara berdehem. Menghentikan kegiatan yang dianggapnya hanya kebetulan tersebut.
Usai aktivitas menimbah ilmu, mobil Angga melipir ke sebuah restoran tradisional. Malam-malam begini sekawanan cacing memang suka usil. Bisa ngamuk mereka, kalau tidak diberi jatah.
"Mas, pesen gulai kakap satu, nila bakar sambel jedor sama rica-rica kemangi."
"Loh, Bi. Kenapa kamu bisa tahu makanan kesukaan Aina juga?"
Inara kaget, ketika suaminya menyebutkan menu orderan yang ketiga secara spontanitas.
Mulut istriku membusuk dan mengeluarkan belatung yang menjijikkan. Setelah kuselidiki, ternyata selama ini dia...
Menghilangnya suamiku bertepatan dengan kemunculan suara-suara derit ranjang di kamar Ema. Apakah dua hal ini memiliki hubungan?
Gini amat jadi manten baru. Suami nggak pulang-pulang. Nggak pernah diajak ibadah malam. Eh, cuma dijatah 700 ribu per bulan. Karena curiga, akhirnya kuputuskan untuk menyelidiki kasus ini. Dan, sebuah fakta besar pun terbongkar. Ternyata selama ini suamiku...
Bapak mertua melarang kami untuk masuk ke salah satu kamar yang ada di rumah. Anehnya, setiap kali dia keluar dari sana, bapak mertua pasti berkeringat dan ngos-ngosan. Apa yang sebenarnya dia lakukan? Karena curiga, aku pun berinisiatif untuk menyelidikinya. Dan, sebuah rahasia besar pun akhirnya terbongkar. Ternyata selama ini Bapak mertuaku menyimpan...
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih
Sakit hati karena ditinggal pergi oleh kekasihnya, Kayla akhirnya membalaskan dendamnya karena ulah Miranda lah ia dan Bisma harus berpisah. Jason, pria tampan dengan sejuta pesona berhasil terpikat oleh wajah cantik dan seksi Kayla yang melamar kerja sebagai sekretaris pribadinya. Dengan tambahan Kayla akan memuaskan hasrat Jason yang bisa ia lakukan lebih dari Miranda.
Disuruh menikah dengan mayat? Ihh ... ngeri tapi itulah yang terjadi pada Angel. Dia harus menikah dengan mayat seorang CEO muda yang tampan karena hutang budi keluarga dan imbalan 2 milyar! Demi keluarganya, pada akhirnya Angel terpaksa menerima pernikahan itu! Tapi, ternyata mayat pengantin pria itu masih hidup! Apa yang akan terjadi selanjutnya? Baca sampai tamat yah, karena novel ini akan sangat menarik untuk menemani waktu santaimu. Salam kenal para pembaca, saya Yanti Runa. Semoga suka ya.
Kehidupan rumah tangga Vee dan Damar harus berakhir ketika dirinya mengetahui perselingkuhan suaminya dengan asisten rumah tangga mereka. Bercerai dengan Damar bukan berarti permasalahan telah selesai. Vee mendapatkan teror dari istri baru suaminya dan mengakibatkan dia harus kehilangan orang yang paling disayang. Vee tidak tinggal diam. Dibantu sahabatnya, dia mengungkap kejahatan istri baru mantan suaminya hingga membuat Damar yang tadinya tidak mempercayai ucapan Vee menjadi berbalik percaya. Bagaimana cara Vee mengungkap semua kejahatan mantan asisten rumah tangga yang kini telah menjadi istri Damar? Lantas, apa yang akan dilakukan oleh Damar saat mengetahui kebenarannya?
Bianca tumbuh bersama seorang ketua mafia besar dan kejam bernama Emanuel Carlos! Bianca bisa hidup atas belas kasihan Emanuel pada saat itu, padahal seluruh anggota keluarganya dihabisi oleh Emanuel beserta Ayahnya. Akan tetapi Bianca ternyata tumbuh dengan baik dia menjelma menjadi sosok gadis yang sangat cantik dan menggemaskan. Semakin dewasa Bianca justru selalu protes pada Emanuel yang sangat acuh dan tidak pernah mengurusnya, padahal yang Bianca tau Emanuel adalah Papa kandungnya, tapi sikap keras Emanuel tidak pernah berubah walaupun Bianca terus protes dan berusaha merebut perhatian Emanuel. Seiring berjalannya waktu, Bianca justru merasakan perasaan yang tak biasa terhadap Emanuel, apalagi ketika Bianca mengetahui kenyataan pahit jika ternyata dirinya hanyalah seorang putri angkat, perasaan Bianca terhadap Emanuel semakin tidak dapat lagi ditahan. Meskipun Emanuel masih bersikap masa bodo terhadapnya namun Bianca kekeh menginginkan laki-laki bertubuh kekar, berwajah tampan yang biasa dia panggil Papa itu, untuk menjadi miliknya.
Siapa sangka kepulanganku yang mendadak dari Taiwan membuatku amat terkejut saat sampai di kampung halaman. Aku mendapati istriku gila dan anakku sudah meninggal dunia. Apa yang sebenarnya terjadi? Apakah semua kesaksian keluargaku itu bisa dipercaya?