/0/17430/coverbig.jpg?v=ad5a52db99b4461175fe6637339508e4)
Usia pernikahan Arin baru saja seumur jagung. Namun, sang mertua sudah mempertanyakan tentang kehadiran anak. Sedangkan suaminya, Erlan tidak pernah menyentuhnya sama sekali dengan alasan kesehatan. Ketika sebuah fakta terkuak kepermukaan, Arin sangat marah hingga memutuskan untuk pura-pura mati. Kira-kira, fakta apa yang dapat membuat seorang Arin memutuskan untuk pura-pura mati? Simak kisahnya dalam novel "PURA-PURA MATI" ini!
1
"Mas, kamu ngga berangkat kerja? Bukannya kemarin kamu keterima tahap interview ya?" Tanya seorang perempuan yang mengenakan pakaian setelan formal. Perempuan itu tidak lain adalah Arin, Katrina Mayden.
"Hah!" Sang suami yang bernama Erlan tersebut menghela napasnya dengan lelah.
"Mas gagal lagi! Padahal mas sudah berusaha semaksimal mungkin. Pasti ini ada kaitannya dengan penyakit mas!" Jelas Erlan dengan nada lesu.
"Mas ngga nyari lagi pekerjaan yang lain gitu?" Tanya Arin sambil mengernyitkan keningnya.
"Hah! Besok saja sepertinya Rin. Nyari pekerjaan yang sesuai dengan kondisi mas itu susah. Kalau mas ngambil pekerjaan yang sembarangan, takutnya kondisi mas semakin memburuk." Jawab Erlan dengan lagi-lagi menggunakan nada lesu.
"Kamu juga tahu sendiri, kesehatan mas itu tidak baik. Jangankan untuk mencari kerja, untuk menyentuh kamu saja mas tidak sanggup!" Sambung sang suaminya yang bernama Erlan, Erlan Tirtanio.
"Hah Baiklah, bagaimana kalau kita sembuhkan dulu penyakit mas? Agar mas bisa bebas mengerjakan apa saja tanpa perlu memperhatikan penyakit itu. Untuk biaya, mas jangan khawatir. Tabunganku sudah lebih dari cukup." Ucap Arin yang memberikan tawaran pada sang suami.
"Tidak usah Rin, mas ngga mau ngerepotin kamu!" Ucap Erlan untuk menolak tawaran sang istri.
"Ngga papa kok mas, untuk suami sendiri." Ucap Arin untuk meyakinkan Erlan.
"Tapi itu uang kamu, mas takut nantinya akan berhutang sama kamu." Jelas Erlan yang masih saja menghindar dari kata berobat.
"Ngga papa kok mas, semisal mas merasa berhutang sama aku, nanti mas bisa membayarnya ketika sudah mendapatkan pekerjaan yang layak. Jadi, nanti perasaan berhutang itu akan menghilang. Tenang saja, aku tidak akan menagihnya cepat-cepat kok!" Ucap Arin yang masih tengah berusaha untuk membujuk sang suami.
"An...Anu..." Belum sempat Erlan membalas, terdengar sebuah suara yang menginterupsi mereka dari daun pintu.
"Ngga ada bayar-bayar segala! Anak saya ngga punya hutang apa-apa sama kamu! Yang ada, kamu tuh yang punya hutang dengan anak saya! Sia-sia saya bayar mahar tapi belum ngasih anak saya keturunan!" Maki seorang perempuan paruh baya yang tidak lain adalah Puspa, ibu mertua Arin.
"Jangan-jangan kamu mandul!" Sambung Puspa dengan melayangkan tuduhan pada Arin.
Melihat sang istri yang dipojokkan, Erlan malah menundukkan kepalanya, bukan membela.
"Sia-sia saya ngeluarin uang mahar!" Puspa mengulang makiannya.
"Belum saatnya Bu, sabar aja. Beri kami berdua waktu!" Pinta Arin dengan nada lembut.
"Alah! Waktu-waktu! Dari beberapa bulan yang lalu kamu jawabnya itu-itu aja! Saya bosan! Mending kamu suruh suamimu punya istri lagi sana! Biar saya segera punya cucu!" Ucap Puspa dengan nada marah.
"Tapi Bu!..." Ketika dirinya ingin menjelaskan yang sebenarnya, tidak sengaja Arin melihat Erlan yang menggeleng-gelengkan kepalanya, pertanda menyuruh Arin untuk jangan melawan ucapan sang ibu.
"Tapi apa? Tapi anak saya yang mandul gitu!" Tanya Puspa tidak terima.
"Mana mungkin anak saya mandul! Tidak ada dalam sejarah kalau keluarga saya ada yang mandul! Itu mah alasan kamu saja!" Jelas Puspa lagi dengan nada yang tidak enak didengar.
"Ah iya Bu..." Jawab Arin dengan pasrah. Dirinya tidak bisa berbuat terlalu banyak untuk saat ini.
"Iya-iya! Padahal kamu itu be go! Kalau sampai seminggu ini kamu ngga hamil, maka kamu harus mengembalikan uang mahar yang telah saya berikan!" Ucap Puspa dengan nada menjengkelkan.
"Tapi Bu...." Ketika dirinya ingin membela diri, lagi-lagi ucapan Arin dipotong.
"Ngga ada tapi-tapian! Pokoknya, kalau seminggu kamu ngga hamil, maka kamu harus mengembalikan uang mahar! Kemudian, ketika satu bulan setelah kamu juga tidak kunjung hamil, maka kamu harus mengizinkan anak saya, Erlan untuk menikah lagi! Titik!" Ucap Puspa yang tidak menerima bantahan.
Melihat sang menantu yang tidak berkutik lagi, Puspa pun tersenyum senang. Kemudian dirinya meninggalkan mereka berdua di ruang tamu yang merangkap menjadi ruang keluarga itu.
"Mas gimana ini? Kamu mau ya berobat!" Pinta Arin dengan nada memelas.
"Ngga bisa Rin, mas takut ngerepotin kamu. Nanti mas akan berobat kalau mas udah dapat kerjaan." Tawar Erlan dengan nada lembut.
"Hah baiklah! Kalau begitu, aku pergi ke perusahaan dulu ya!" Arin pun berpamitan pada Erlan sambil meraih tangan Erlan untuk di civm.
"Yaudah, mas anterin kedepan ya!" Ucap Erlan sambil mengusap kepala Arin.
Akhirnya sepasang suami istri itu pun pergi melangkahkan kakinya menuju depan rumah. Tanpa menghiraukan keberadaan Puspa yang entah sekarang berada di bagian rumah Arin yang mana.
Namun, begitu mereka sampai di depan rumah. Sebuah mobil tiba-tiba masuk ke pekarangan rumah Arin.
Tidak lama pintu mobil pun terbuka, keluarlah seorang perempuan dengan menggunakan pakaian yang terlihat glamor, dia Selva. Sahabat dekat Arin sejak bangku kuliah.
"Loh Selva? Tumben kamu pagi-pagi kesini?" Tanya Arin dengan nada heran setelah mereka cipika-cipiki sebentar.
"Heheh... Gue gabut di rumah Rin. Sedangkan Altaf, tunangan gue susah diajak main. Dia lebih mementingkan tugas kantor daripada ceweknya!" Adu Selva dengan menggunakan nada lesu.
"Ya ngga papa, Altaf kerja kan nantinya untuk kepentingan rumah tangga kalian nanti. Belum lagi kamu ingin pesta pernikahan besar-besaran bukan?" Ucap Arin untuk menghibur sahabatnya itu, tidak lupa dia juga menyelipkan pertanyaan retoris dalam kalimatnya.
"Ekhmm... Itu, iya sih heheh.... Eh, ngomong-ngomong Lo mau kemana? Gue mau ngajak Lo hangout nih!" Selva bertanya balik agar Arin tidak membahas tentang tunangannya.
Sebab, dirinya tidak ingin terkena masalah nantinya.
"Oh itu, aku mau ke perusahaan dulu. Biasa, ada oknum yang membuat masalah di perusahaan." Jawab Arin dengan nada lesu.
"Yah! Gagal dong kita hangout bareng!" Selva pun ikut berkata dengan nada lesu.
"Besok-besok aja gimana?" Tanya Arin agar Selva tidak merasa kecewa.
"Yaudah deh ngga papa! Lain kali aja!"
"Nah sip! Kalau begitu aku pergi dulu ya Sel! Mas!" Ucap Arin sambil melangkahkan kakinya menuju mobilnya yang terparkir di samping mobil Selva.
Tidak lupa tangannya melambai-lambai pada suami dan sahabatnya yang masih berada di teras rumahnya.
Akhirnya mobil Arin pun melaju meninggalkan pekarangan rumahnya. Arin sengaja tidak menggunakan jasa sopir, karena untuk saat ini dirinya belum memerlukan kehadiran sopir.
Namun di tengah perjalan Arin teringat, bahwa dirinya tidak membawa map yang berwarna kuning. Padahal map itu adalah bukti-bukti yang telah dikumpulkan pegawainya untuk menjebloskan oknum itu ke ranah hukum.
"Sial! Bisa-bisanya ceroboh!" Ucap Arin dengan kesal.
"Ah iya, di rumah kan ada mas Erlan! Aku mintain bantuan dia untuk mengantarkannya kesini aja deh!" Sambung Arin.
Dirinya pun menepikan mobilnya ke pinggir jalan sebentar, kemudian mengeluarkan handphone untuk menghubungi sang suami.
Namun sayang, setelah panggilan ketiga pun Erlan tidak kunjung mengangkat telepon Arin.
Akhirnya, mau tidak mau Arin pun memutar arah, untuk kembali ke rumahnya.
Begitu dirinya sampai di depan rumah, Arin melihat bahwa mobil Selva masih berada di depan rumahnya.
Arin pun mengernyitkan keningnya heran.
"Mungkin mereka ada masalah pekerjaan kali!" Ucap Arin dengan pelan untuk menebak kegiatan mereka didalam.
Karena tidak jarang Erlan menemui Selva untuk bertanya mengenai lowongan pekerjaan. Lagipula, di rumah itu juga masih ada Puspa. Tidak mungkin mertua yang selalu merasa benar itu membiarkan anaknya berbuat tercela.
Ketika Arin akan masuk ke dalam rumah, tiba-tiba seseorang membekap mulutnya dari belakang.
Usia pernikahan Arin baru saja seumur jagung. Namun, sang mertua sudah mempertanyakan tentang kehadiran anak. Sedangkan suaminya, Erlan tidak pernah menyentuhnya sama sekali dengan alasan kesehatan. Ketika sebuah fakta terkuak kepermukaan, Arin sangat marah hingga memutuskan untuk pura-pura mati. Kira-kira, fakta apa yang dapat membuat seorang Arin memutuskan untuk pura-pura mati? Simak kisahnya dalam novel "PURA-PURA MATI" ini!
WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Livia ditinggalkan oleh calon suaminya yang kabur dengan wanita lain. Marah, dia menarik orang asing dan berkata, "Ayo menikah!" Dia bertindak berdasarkan dorongan hati, terlambat menyadari bahwa suami barunya adalah si bajingan terkenal, Kiran. Publik menertawakannya, dan bahkan mantannya yang melarikan diri menawarkan untuk berbaikan. Namun Livia mengejeknya. "Suamiku dan aku saling mencintai!" Semua orang mengira dia sedang berkhayal. Kemudian Kiran terungkap sebagai orang terkaya di dunia.Di depan semua orang, dia berlutut dan mengangkat cincin berlian yang menakjubkan. "Aku menantikan kehidupan kita selamanya, Sayang."
Yolanda mengetahui bahwa dia bukanlah anak kandung orang tuanya. Setelah mengetahui taktik mereka untuk memperdagangkannya sebagai pion dalam kesepakatan bisnis, dia dikirim ke tempat kelahirannya yang tandus. Di sana, dia menemukan asal usulnya yang sebenarnya, seorang keturunan keluarga kaya yang bersejarah. Keluarga aslinya menghujaninya dengan cinta dan kekaguman. Dalam menghadapi rasa iri adik perempuannya, Yolanda menaklukkan setiap kesulitan dan membalas dendam, sambil menunjukkan bakatnya. Dia segera menarik perhatian bujangan paling memenuhi syarat di kota itu. Sang pria menyudutkan Yolanda dan menjepitnya ke dinding. "Sudah waktunya untuk mengungkapkan identitas aslimu, Sayang."
Warning!!! Khusus 18+++ Di bawah 18+++ alangkah baiknya jangan dicoba-coba.
Pernikahan tiga tahun tidak meninggalkan apa pun selain keputusasaan. Dia dipaksa untuk menandatangani perjanjian perceraian saat dia hamil. Penyesalan memenuhi hatinya saat dia menyaksikan betapa kejamnya pria itu. Tidak sampai dia pergi, barulah pria itu menyadari bahwa sang wanita adalah orang yang benar-benar dia cintai. Tidak ada cara mudah untuk menyembuhkan patah hati, jadi dia memutuskan untuk menghujaninya dengan cinta tanpa batas.