/0/17439/coverbig.jpg?v=21738ef2b19539c5b091336b382aa8f3)
Yang Sandarra inginkan adalah hidup bahagia dengan pria yang mencintai dan dicintainya. Menikah, lalu hidup di Istana selayaknya cerita dalam negeri dongeng. Satu persatu kebahagiaan Sandarra terenggut. Kecelakaan yang membuatnya lupa ingatan, orangtuanya yang bercerai, lalu perjodohan yang membuatnya hampir gila. Ia memilih pergi dari rumah dan hidup mandiri. Sandarra bertemu dengan Natha di kantor tempat ia bekerja. Keduanya memiliki ketertarikan,lalu memutuskan untuk tinggal bersama. Sandarra diminta untuk pulang ke rumah setelah pergi setahun lamanya. Papa Sandarra memperlihatkan foto calon suaminya. Sandarra bahagia, karena itu adalah Natha. Ia setuju dengan perjodohan itu. Namun, ketika mereka dipertemukan pria itu bukanlah Natha,melainkan Satya, kembaran Natha. Ia menolak Satya, karena mencintai Natha. Satya selalu punya seribu cara agar Sandarra mau menikah dengannya. Ia meminta Sandarra menikah dengannya dan juga Natha.
Sandarra,sekali saja...
Ingat aku!
Sandarra, kaulah detak jantungku.
Apa yang kaulakukan...
Ketika kauterbangun,
kekasihmu tidak mengenalimu lagi.
Apa aku sedang bermimpi?
Ternyata tidak! Ini nyata!
Hai, El...lima belas tahun berlalu
Dan kau belum mengingatku.
Suara embusan napas berat, terdengar begitu jelas di ruangan dingin dan sunyi itu. Di hadapannya ada tumpukan file yang sudah diperiksa oleh atasannya. Sandarra, gadis itu mulai memegangi pelipisnya karena pusing sekaligus lelah. Jam makan siang bahkan masih dua jam lagi.
"Tolong direvisi, San. Ini tambahannya." Gerald menyerahkan sebuah gambar.
"A-apa yang direvisi, Pak?" Sandarra tergagap. Gambar itu sudah ia serahkan pagi tadi setelah semalaman ia kerjakan.
Gerald meletakkan gambar di hadapan Sandarra, menunjuk beberapa yang sudah dicorat-coret oleh tinta merah."Ini...di sini sudah saya tulis semuanya dengan jelas. Dan harus selesai tanpa revisi lagi dalam dua hari,ya!"
"Pak...ini." Sandara memasang muka memelas. Tumpukan pekerjaan itu sungguh tidak manusiawi.
"San, kamu cuma disuruh perbaiki. File mentahnya ada di server. Kamu tinggal buka folder atas nama kamu. Kerjakan sesuai perintah! Lebih capek tuh Pak Yuga sama Pak Amir yang ngerjain semuanya dari nol." Gerald menjelaskan dengan sabar, tentunya dengan nada yang cepat.
"Ya udah, iya, Pak. Jadi, yang mana dulu harus saya selesaikan?"tanya Sandarra dengan suara lesu.
"Semuanya, Sandarra! Kamu tahu deadlinenya, kan? Jadi kamu tahu mana yang harus dikerjakan duluan." Omelan Gerald kini membuat Sandarra semakin down.
"Ba-baik, Pak." Wanita itu menelan ludahnya.
"Kalau nggak mau,ya, balik ke divisi lama aja, San. Di sini memang harus kerja keras, banyak tekanan, oleh sebab itu gajinya besar. Sepadan,lah." Gerald melayangkan tatapan tajam dan membunuh pada Sandarra. Ia memang orang yang paling tidak setuju,ketika Sandarra dinyatakan lulus dan dipindahkan ke divisi Produksi. Gerald merasa Sandarra tidak layak,ilmunya juga masih cetek.
"Iya, Pak." Sandara tidak membalas dengan keluhan lagi. Ia sendiri yang sudah berjuang mati-matian supaya bisa pindah ke divisi dengan gaji delapan digit rupiah. Ia sadar betul, ia masih belum dianggap di sini. Tapi, ia akan membuktikan, meskipun harus melewati perjuangan yang keras.
Gadis itu menarik lembaran kertas yang terakhir kali diserahkan oleh Gerald. Ia membuka file yang dibagikan melalui server, membuka, dan mulai mengerjakannya. Bekerja di sini, memang begitu banyak tekanan. Jika tidak kuat, maka, bisa saja kita menangis, bosan, atau bahkan sampai membuat kita berniat resign. Namun, semua itu butuh proses, Sandarra percaya semua akan indah pada waktunya.
"Arrrghh!" Sandarra memukul meja pelan. Ia menoleh ke sana ke mari,untungnya tidak ada orang.
"Kenapa mejanya dipukul?"
Suara itu mengejutkan Sandarra. Ia malu sekaligus takut kalau tingkah lakunya ini dilaporkan ke bagian Personalia."Tidak ada apa-apa, Pak. Ada nyamuk. Ada yang bisa saya bantu, Pak?" Wanita itu tidak mengenal sosok di hadapannya. Selama setengah bulan ia ada di divisi ini, ia tidak pernah melihat orang itu.
"Tidak ada. Saya hanya ingin bertemu dengan Pak Direktur saja hari ini,"jawabnya santai.
"Bapak...ini..." Sandarra menggantung ucapannya. Tatapannya menghunjam, seolah-olah mencurigai bahwa pria itu adalah orang asing yang sembarangan masuk ke sini.
Natha terkekeh."Saya Natha."
Sandarra mengerutkan kening. Seingatnya, tidak ada yang bernama Natha di sini. "Natha? Anak baru juga?"
Natha mengangguk."Iya. Anak baru... baru muncul."
Sandarra melirik Natha curiga."Baru muncul dari kolam?"
Natha menoleh ke belakang, secara perlahan ia membalikkan badan."Kolam? Memangnya saya ikan."
"Maaf, habisnya saya memang nggak tahu ada yang namanya Natha, termasuk di struktur organisasi divisi ini, Pak. Jadi, saya pikir...Bapak ini anak baru sama seperti saya."
Natha menyeringai, kemudian ia melirik ke papan struktur organisasi."Kayaknya...kamu perlu pakai kaca mata, atau...kamu harus melihatnya pakai kursi karena nama saya ada di bagian atas. Mahawira Natha Gardapati."
Tubuh Sandarra seketika membeku. Ia hanya tahu Mahawira, tanpa mengetahui nama tengahnya."Maaf, Pak. Saya hanya tahu...nama Bapak Mahawira. Bukannya...Bapak ini sedang tugas di lapangan?"
"Sudah selesai. Sekarang sedang menjalani masa istirahat setelah menyelesaikan proyek menahun itu." Natha adalah seorang Project Manager. Karena timnya selalu ada di lapangan, kantor divisi mereka disatukan dengan divisi produksi.
"Iya, Pak. Saya minta maaf." Sandarra membungkukkan badannya sedikit sebagai permintaan maaf.
"Manis sekali." Natha tersenyum penuh arti. "Siapa nama kamu?"
"Sandarra Elsa."
Natha mengangguk, kemudian mengedipkan sebelah matanya."Selamat datang di Divisi penuh kerja keras, Sandarra. Semoga harimu menyenangkan." Setelah itu ia pergi.
Sandarra terduduk lemas. Sekarang ia justru merasa ragu, keputusannya pindah divisi adalah awal dari mimpi buruknya. Ia kembali berkutat dengan tumpukan pekerjaan, sendirian. Sesekali staf lain berkeliaran, mengganggu konsentrasinya. Mereka tidak mengganggu, hanya konsentrasinya yang begitu payah.
Pukul dua belas siang, para staf mulai membubarkan diri untuk mencari makan siang mereka masing-masing. Sandarra tidak bisa melakukan itu, bisa-bisa ia tidak menyelesaikan satu pun sampai sore ini. Gadis seksi itu memilih untuk memesan makanan saja.
Natha mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan, sudah mulai sunyi. Pandangannya tertuju pada Sandarra yang masih berkutat di depan komputer. Ia tersenyum, kemudian menghampiri.
"Sandarra!"
Gadis itu terkejut. Ia menoleh."Sa-saya, Pak?"
"Iya, kamu. Kenapa nggak keluar makan siang?"
Sandarra mengusap tengkuknya."Ah, itu, Pak...makanannya lagi dipesan."
Natha mengangguk."Delivery?"
"Iya, Pak. Banyak kerjaan." Sandarra menunjukkan tumpukan gambar.
Natha menghampiri meja Sandarra, melihat-lihat coretan di sana."Sedikit, sehari aja, sih selesai."
"Sedikit?" Sandarra melotot.
"Iya. Tinggal ganti-ganti aja kok." Natha bicara dengan santainya.
"Iya, Pak. Mungkin bagi yang sudah terbiasa, sedikit. Saya masih harus banyak belajar."
"Iya. Semangat aja, Sandarra. Di divisi ini, memang baru kali ini menerima perempuan. Karena, pekerjaannya memang berat." Natha berkata dengan serius. Tapi, yang dikatakan itu benar.
"Bener, Pak?" Sandarra justru terkejut dengan kenyataan ini. Ia merasa bahwa dirinya adalah manusia paling lemah di divisi.
"Iya. Ini udah jam berapa?" Natha melihat jam tangannya."Harusnya makanan kamu udah datang,kan?"
Sandarra mengangguk."Iya, Pak." Wanita itu memeriksa ponselnya. Ia tidak memeriksa ponselnya lagi sejak memesan. Ternyata driver sudah membatalkan pesanan."Oh, ternyata cancel karena tutup. Terus...aku nggak kasih respon lagi."
"Gitu. Ya udah, ayo makan!"ajak Natha.
"Jangan, Pak. Saya mau kerja dulu." Sandarra menolak.
Natha menatap Sandarra tajam."Kamu nggak akan bisa kerja, kalau perut kamu kosong. Memangnya nggak lapar?"
"Lapar, Pak."
"Panggil Natha saja, please."
"Memangnya, usia Bapak berapa?"
Natha tersenyum penuh arti."Tidak begitu berarti, Sandarra, ayo." Natha memberi kode agar Sandarra ikur dengannya.
Sandarra menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan."Oke."
Sandarra mengikuti Natha. Jika diperhatikan,ternyata Natha memiliki tubuh yang tinggi. Gaya berpakaiannya tampak santai, namun, terlihat begitu elegan. Jelas terlihat bahwa ia adalah pria mapan. Natha berdiri di lobi sembari membuka aplikasi di ponselnya.
Liona Cassandra dibenci Luvia karena merupakan anak simpanan suaminya. Sejak kecil, hidup Liona menderita. Kebencian luvia membuatnya menjodohkan Liona dengan pria yang menurutnya buruk. Namun, kesalah pahaman terjadi. Yang menikahi Liona bukanlah pria yang dimaksudkan Luvia, melainkan pria lain yang tampan dan kaya raya. Liona menikah dengan pria Bernama Leonel Hiraeth Jayantaka yang ternyata sangat menggilainya. Mereka melewati malam-malam yang begitu panas dan bergairah. Di antara kebahagiaan Leon dan Liona, Damian muncul sebagai orang ketiga. Damian terlihat menggilai Liona. Sejak kehadiran Damian, banyak masalah yang muncul dalam bisnis Leon.
Sofia, gadis polos dari Kota kecil harus tinggal bersama ketiga sepupunya bernama Max, kaileen, dan Sean karena keadaan. Mereka memperlakukan Sofia dengan sangat baik. Namun, Sofia tidak tahu bahwa ketiganya memiliki kutukan selalu menyukai wanita yang sama. Kebersamaan mereka membuat Max, kaileen, dan Sean jatuh cinta pada Sofia. Lariette, Ibu Max, Kaileen, dan Sean pun meminta Sofia menerima ketiganya dan melahirkan anak perempuan agar kutukan itu berakhir. Lariette dan Sofia membuat kesepakatan. Sofia menghadapi Max, Kaileen, dan Sean setiap hari dengan sabar untuk memenuhi janjinya. Namun,ketika Sofia sudah mewujudkan keinginan Lariette, Lariette berkhianat dan ingin mencelakakan Sofia
"Usir wanita ini keluar!" "Lempar wanita ini ke laut!" Saat dia tidak mengetahui identitas Dewi Nayaka yang sebenarnya, Kusuma Hadi mengabaikan wanita tersebut. Sekretaris Kusuma mengingatkan"Tuan Hadi, wanita itu adalah istri Anda,". Mendengar hal itu, Kusuma memberinya tatapan dingin dan mengeluh, "Kenapa tidak memberitahuku sebelumnya?" Sejak saat itu, Kusuma sangat memanjakannya. Semua orang tidak menyangka bahwa mereka akan bercerai.
"Jang, kamu sudah gak sabar ya?." tanya Mbak Wati setelah mantra selesai kami ucapkan dan melihat mataku yang tidak berkedip. Mbak Wati tiba tiba mendorongku jatuh terlentang. Jantungku berdegup sangat kencang, inilah saat yang aku tunggu, detik detik keperjakaanku menjadi tumbal Ritual di Gunung Keramat. Tumbal yang tidak akan pernah kusesali. Tumbal kenikmatan yang akan membuka pintu surga dunia. Mbak Wati tersenyum menggodaku yang sangat tegang menanti apa yang akan dilakukannya. Seperti seorang wanita nakal, Mbak Wati merangkak di atas tubuhku...
Raina terlibat dengan seorang tokoh besar ketika dia mabuk suatu malam. Dia membutuhkan bantuan Felix sementara pria itu tertarik pada kecantikan mudanya. Dengan demikian, apa yang seharusnya menjadi hubungan satu malam berkembang menjadi sesuatu yang serius. Semuanya baik-baik saja sampai Raina menemukan bahwa hati Felix adalah milik wanita lain. Ketika cinta pertama Felix kembali, pria itu berhenti pulang, meninggalkan Raina sendirian selama beberapa malam. Dia bertahan dengan itu sampai dia menerima cek dan catatan perpisahan suatu hari. Bertentangan dengan bagaimana Felix mengharapkan dia bereaksi, Raina memiliki senyum di wajahnya saat dia mengucapkan selamat tinggal padanya. "Hubungan kita menyenangkan selama berlangsung, Felix. Semoga kita tidak pernah bertemu lagi. Semoga hidupmu menyenangkan." Namun, seperti sudah ditakdirkan, mereka bertemu lagi. Kali ini, Raina memiliki pria lain di sisinya. Mata Felix terbakar cemburu. Dia berkata, "Bagaimana kamu bisa melanjutkan? Kukira kamu hanya mencintaiku!" "Kata kunci, kukira!" Rena mengibaskan rambut ke belakang dan membalas, "Ada banyak pria di dunia ini, Felix. Selain itu, kamulah yang meminta putus. Sekarang, jika kamu ingin berkencan denganku, kamu harus mengantri." Keesokan harinya, Raina menerima peringatan dana masuk dalam jumlah yang besar dan sebuah cincin berlian. Felix muncul lagi, berlutut dengan satu kaki, dan berkata, "Bolehkah aku memotong antrean, Raina? Aku masih menginginkanmu."
Tiga tahun lalu, keluarganya menentang pilihan William untuk menikahi wanita yang dicintainya dan memilih Fransiska sebagai pengantinnya. William tidak mencintainya. Malah, dia membencinya. Tidak lama setelah mereka menikah, Fransiska menerima tawaran dari universitas impiannya dan mengambil kesempatan itu. Tiga tahun kemudian, wanita tercinta William sakit parah. Untuk memenuhi keinginan terakhirnya, dia menelepon Fransiska untuk kembali dan memberinya perjanjian perceraian. Scarlett sangat terluka oleh keputusan mendadak William, tetapi dia memilih untuk membiarkannya pergi dan setuju untuk menandatangani surat cerai. Namun, William tampaknya menunda proses dengan sengaja, yang membuat Fransiska bingung dan frustasi. Sekarang, Fransiska terjebak di antara konsekuensi dari keragu-raguan William. Apakah dia bisa melepaskan diri darinya? Akankah William akhirnya sadar dan menghadapi perasaannya yang sebenarnya?
Arga adalah seorang dokter muda yang menikahi istrinya yang juga merupakan seorang dokter. Mereka berdua sudah berpacaran sejak masih mahasiswa kedokteran dan akhirnya menikah dan bekerja di rumah sakit yang sama. Namun, tiba-tiba Arga mulai merasa jenuh dan bosan dengan istrinya yang sudah lama dikenalnya. Ketika berhubungan badan, dia seperti merasa tidak ada rasa dan tidak bisa memuaskan istrinya itu. Di saat Arga merasa frustrasi, dia tiba-tiba menemukan rangsangan yang bisa membangkitkan gairahnya, yaitu dengan tukar pasangan. Yang menjadi masalahnya, apakah istrinya, yang merupakan seorang dokter, wanita terpandang, dan memiliki harga diri yang tinggi, mau melakukan kegiatan itu?
WARNING 21+ !!! - Cerita ini di buat dengan berhalu yang menimbulkan adegan bercinta antara pria dan wanita. - Tidak disarankan untuk anak dibawah umur karna isi cerita forn*graphi - Dukung karya ini dengan sumbangsihnya Terimakasih