Unduh Aplikasi panas
Beranda / Horor / Rahasia Gelap Istriku
Rahasia Gelap Istriku

Rahasia Gelap Istriku

5.0
23 Bab
38 Penayangan
Baca Sekarang

Tentang

Konten

Blurb "Satria, kapan kaut akan menikah? Sudah banyak gadis yang dikenalkan padamu, kau balas dengan gelengan kepala. Apa yang kamu mau sebenarnya?" Desakan dari sang Ibu membuat Satria tak enak hati. Pasalnya, Satri tak pernah tertarik dengan wanita muda. Dia jatuh cinta pada wanita yang lebih matang. "Pak Lurah meninggal tiba-tiba, tidak diketahui penyakitnya. Kemarin masih sehat, berkumpul dengan kami." Peristiwa meninggalnya pak lurah menjadi awal pertemuan Satria dengan jodohnya. Istri Almarhum pak lurah yang matang namun masih cantik mempesona menjadi pilihan Satria. "Mas, ada satu syarat. Setiap malam Jum'at Kliwon, aku harus tidur sendiri di kamar belakang." Begitulah syarat yang diajukan Kinanti saat Satria melamarnya. Satria menyetujui tanpa pertanyaan. Cinta telah memaksanya untuk menganggukkan kepala. Namun, apa yang terjadi ketika suatu saat Satria terdesak rasa penasaran? Apa yang sebenarnya dilakukan Kinanti di kamar belakang setiap malam Jum'at Kliwon? Akankah Satria bertahan dengan semua yang dilihatnya di depan mata kepala?

Bab 1 Pak Lurah Pingsan

Pak Lurah Pingsan

“Satria, kamu mau kemana? Jam segini sudah tutup toko, ini baru jam tiga sore,” tanya pak Tarman, tetangga Satria yang punya toko sembako.

Pak Tarman berjualan di sebelah toko kelontong milik Satria.

“Anu, Pak. Saya mau nonton bola, sudah janjian sama teman,” jawab Satria, setelah lelaki itu menutup rolling dor toko nya, lalu tak lupa pemuda itu mengunci dan menggembok toko miliknya.

“Oalah pantesan kamu nutup cepet, biasanya tutup jam 04.00 sore.

“Mari, Pak. Saya duluan ya,” ucap Satria berpamitan ada pak Tarman.

“Ya, hati-hati di jalan,” sahut pak Tarman sambil berjalan masuk kedalam tokonya.

Satria seorang pemuda yang berumur 28tahun, dia tinggal bersama ibunya, di desa Sukasari, pemuda itu memiliki toko kelontong di pasar tradisional.

Walaupun hanyalah toko kecil tapi cukup untuk menghidupi dirinya dan juga ibunya. Satriahanya tinggal berdua saja dengan Ibunya.

Satria baru saja pulang dari tokonya di pasar, hari ini pemuda itu pulang lebih awal dari biasanya, jika biasanya dia akan berjualan dari jam 08.00 pagi hingga jam 04.00 sore.

Hari ini pemuda itu menutup tokonya jam 03.00 sore, Satriamengendarai mobil box miliknya, setelah menutup toko dan memastikan semuanya sudah tertutup rapat.

Letak pasar dan rumahnya itu tidak terlalu jauh, hanya membutuhkan waktu setengah jam saja, kini Satriasudah sampai, pemuda itu memarkirkan mobilnya di depan halaman rumahnya.

Bu Darno yang mendengar suara mobil Satrialangsung saja menghampiri anaknya, wanita setengah baya itu lalu berjalan keluar menuju ke halaman rumahnya.

“Loh, Sat. Kenapa jam segini sudah pulang?” Bu Darno yang masih berdiri di teras langsung melihat ke arah jam yang terpasang di dinding rumahnya, “ini masih jam 03.00 sore.”

“Iya, Buk. Satria mau ke pusat kota, sama temen. Satriamau nonton bola sama Ali, Buk,” jawab Satria sambil turun dari mobil box nya dan berjalan menghampiri ibunya.

Satria mencium punggung tangan ibunya, lalu duduk di kursi bambu yang ada di teras rumahnya, Satria tampak mengibas-ngibaskan topi yang dia kenakan ke arah wajahnya.

Bu Darno langsung ke belakang, wanita paruh baya itu langsung berjalan ke dapur dan membuatkan teh untuk anaknya.

Selesai membuatkan teh, Bu Darno langsung berjalan kembali ke arah teras. Dia menghampiri Satria yang kini tengah duduk seorang diri di atas kursi bambu.

Bu Darno meletakkan teh itu di hadapan Satria, Satriatersenyum lalu mengucapkan terima kasih kepada ibunya.

“Terima kasih Buk,” ucap satriasambil menyeruput teh yang sudah di buatkan untuknya.

“Kamu itu loh ya, kalau pamitan tu, sekali-kali bilang perginya sama perempuan gitu,” ucap Bu Darno mulai menceramahi anaknya.

“Inget Satria, umurmu sekarang tu sudah tua, sudah 28 tahun, sudah waktunya kamu punya istri, kamu liat teman sepantaran mu. Semua sudah pada menikah, dan punya anak, kamu kapan?” Bu Darno ikut duduk di sebelah Satriasambil melihat ke arah anaknya.

“Kamu tu harus secepatnya kawin, punya istri, biar ada yang masakin kamu,” ucap Bu Darno meminta anaknya untuk segera menikah, karena hingga sat ini satria tak kunjung juga memperkenalkan atau sekedar dekat dengan seorang perempuan.

“Kan sudah ada ibuk, yang biasa masakin aku di rumah,” jawab Satria sambil tersenyum ke arah Ibuknya.

Bu Darno yang mendengar ucapan anaknya hanya bisa menghela nafas panjang, selalu saja ada jawaban dari Satria, saat ibu-nya meminta dia untuk segera mencari istri.

Entah istri seperti apa yang di inginkan, sudah beberapa kali ibu-nya meminta Satria untuk mendekati perempuan yang ada di desa itu, namun tetap saja Satria tak melakukannya.

Selalu saja ada alasan dari anaknya, “Ibuk ini sudah tua, Satria. Tidak selamanya Ibuk selalu ada di sisi kamu.”

Saat Satriadan ibunya masih mengobrol di depan teras rumah, tiba-tiba saja ada beberapa orang yang berlarian, Satria dan Bu Darno, yang melihat itu langsung saja berdiri.

Mereka celingukan melihat semua orang berlari ke arah Utara, Bu Darno dan satrialangsung berjalan ke halaman rumahnya.

“Satria, ini mereka ada apa ya, kenapa pada berlarian seperti itu?” tanya Bu Darno sambil berjalan ke halaman rumahnya.

“Satria juga gak tau Buk, coba Satriatanya dulu.”

Satriamelangkah ke depan melihat ke kanan dan ke kiri. Ada seorang laki-laki yang berjalan dengan tergesa-gesa. Satrialangsung saja menghampiri lelaki itu dan bertanya.

“Ada apa toh, Kang? Kenapa semua berlarian kesana?” tanya Satriamerasa heran.

“Itu Satria, pak Lurah, pak lurah tiba-tiba pingsan tak sadarkan diri,” ucap lelaki itu, sambil ngos-ngosan, lelaki itu mengatur nafasnya.

Lelaki itu lalu melihat mobil pickup di depan rumah Satria.

“Satria, kamu bisa setir mobilkan? Tolong bantu kami bawa pak lurah ke rumah sakit ya.”

Satria menganggukkan kepalanya, “iya kang, saya bisa bawa mobil, tunggu sebentar ya Kang.”

Satriakemudian menghampiri Ibuk-nya, “buk, aku pergi dulu ke rumah pak lurah ya, katanya pak Lurah, anfal. Aku mau bantu antar dia ke rumah sakit.”

“Ibuk, ikut Satria.”

“Ayo, Buk.” Satria menggandeng tangan Ibunya, Satria beserta ibu-nya kini pergi, mereka ke rumah pak lurah.

Saat di jalan Bu Darno bertanya pada lelaki itu.

“Memangnya pak lurah kenapa?”

“Saya sendiri juga kurang tau Bu Darno, tiba-tiba pak Lurah ini Anfal saat beliau baru saja pulang dari kelurahan, mungkin saja pak Lurah kena serangan jantung,” ucap lelaki itu dia menduga saja jika pak lurah jantungan pada Bu Darno.

Bu Darno menganggukkan kepalanya saja, seolah mengerti dengan apa yang di ucapkan lelaki itu.

Sesampainya mereka di rumah pak Lurah, ternyata di sana sudah ramai, ada banyak sekali orang yang sudah berkumpul di halaman rumahnya.

Satria langsung saja membelah kerumunan itu, sambil menggandeng tangan Ibuk-nya. Dan masuk kedalam.

Permisi ...

Permisi ...

Permisi ...

Kini satria dan Ibuk-nya sudah berada di dalam dia melihat pak lurah yang tak sadarkan diri, tengah tergeletak tak berdaya di ruang tamu.

Di sampingnya terlihat seorang perempuan yang tengah menangis di dekatnya, Satria menduga jika itu adalah istri pak lurah, satria tidak bisa melihat jelas wajah dari Bu Lurah karena wanita itu membelakanginya.

Satria dan lelaki yang tadi bersamanya langsung berjalan mendekati tubuh pak lurah, kini satria berdiri tepat di sisi kiri pak lurah sedang istrinya berada di sisi kanan Pak lurah. Satria kemudian ikut berjongkok

Satria melihat perempuan itu dari ujung tangannya yang memegang tubuh pak lurah lalu naik ke atas, kini terlihat jelas bagaimana wajah wanita itu.

Satria membulatkan matanya, dia seperti kesulitan untuk menelan air liurnya sendiri, saat melihat wajah Bu Lurah.

Lanjutkan Membaca
img Lihat Lebih Banyak Komentar di Aplikasi
Rilis Terbaru: Bab 23 Di teras saja   Kemarin10:00
img
Unduh aplikasi
icon APP STORE
icon GOOGLE PLAY